10 April 2019
Perempuan Sulit Dapat Kerja Setelah Menganggur, Mitos atau Fakta?
Apakah Anda adalah salah seorang pencari kerja setelah meninggalkan karier selama beberapa waktu? Jika iya, berarti Anda tidak sendiri. Perempuan karier meninggalkan pekerjaannya tentu bukan fenomena baru. Mungkin Anda salah satu di antara jutaan perempuan di Indonesia yang memutuskan untuk meninggalkan angkatan kerja. Pertanyaan selanjutnya, apa yang terjadi apabila Anda memutuskan untuk kembali bekerja? Di sinilah drama dimulai.
Left for Good
Ada banyak hal yang membuat seseorang memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan ataupun kariernya. Dalam sebuah laporan resmi berjudul "Understanding Employers’ Attitudes Towards Women Returning to Work" keluaran perusahaan spesialis perekrutan tenaga kerja profesional, Robert Walters, disebutkan bahwa sebanyak 66% perempuan yang disurvei di Indonesia menyatakan suatu saat mereka akan berhenti bekerja. Beberapa alasan yang umum ditemukan antara lain ingin memiliki waktu lebih banyak dengan keluarga, melanjutkan sekolah, mencoba memiliki momongan, lelah, menemani pasangan kuliah atau bekerja di kota atau negara lain, dan masih banyak yang lain. Walaupun kejadian ini bisa dialami oleh siapa saja, namun pada praktiknya situasi ini lebih banyak dialami oleh perempuan ketimbang laki-laki. Peran gender yang diberikan kepada perempuan mengarahkan mereka untuk fokus pada tugas domestik ataupun keluarga. Hal ini bisa jadi salah satu alasan mengapa perempuan lebih banyak berhenti bekerja di tengah kariernya ketimbang laki-laki. Hal ini terungkap pada hasil temuan Lembaga riset Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG), yaitu pada tahun 2016 sekitar 1,7 juta perempuan dari 11 juta perempuan usia 20-24 tahun keluar dari angkatan kerja karena alasan pernikahan dan memiliki anak. [caption id="attachment_7173" align="aligncenter" width="685"] Business photo created by freepik - www.freepik.com[/caption]Back to Work
Namun apa yang terjadi bila setelah berhenti bekerja untuk sekian lama, akhirnya Anda memutuskan untuk kembali bekerja? Tinggal mengirimkan surat lamaran serta resume saja. Mudah, bukan? Ya, mungkin bagi sebagian kecil orang yang beruntung, bagian ini terasa mudah. Apalagi bila Anda tak perlu mengirimkan CV karena tawaran pekerjaan langsung datang begitu selesai mengucapkan kalimat, “Saya ingin kembali bekerja.” Namun bagi sebagian besar orang, khayalan tak seindah kenyataan. Ada seorang teman yang memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya karena ia ingin memiliki anak. Setelah enam bulan berhenti bekerja, ia berhasil hamil dan memiliki seorang anak yang cantik dan menggemaskan. Tiga tahun berlalu, ia merindukan momen bekerja, memiliki uang sendiri, dan bergaul dengan teman-temannya. Setelah berdiskusi dengan sang suami, ia akhirnya memutuskan untuk mulai mengirimkan resumenya. Satu setengah tahun berlalu, tak satupun kontrak pekerjaan mendarat di tangannya. Ada lagi seorang teman yang memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena kantornya di ambang kebangkrutan dan tak lagi bisa membayarkan gajinya. Setelah berbulan-bulan bertahan untuk menunggu mendapatkan pesangon, akhirnya ia menyerah. Karena alasan lelah dan stres, ia memutuskan untuk berhenti saja dan mencoba mencari pekerjaan lain. Satu tahun kemudian, ia tak kunjung bisa menemukan pekerjaan tetap, selain pekerjaan freelancer.Time to Say Bye-Bye
Setelah 13 tahun berkarier di industri media, akhirnya saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan karena menemani suami yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk bersekolah kembali di luar negeri. Keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah. Saya amat mencintai pekerjaan saya. Ini adalah pekerjaan impian saya sedari belum lulus kuliah. Namun saya juga tahu bahwa saya harus siap berada pada titik ini. Wacana suami untuk sekolah kembali sudah didiskusikan bahkan sebelum kami menikah. Jadi inilah waktunya, karena kesempatan tidak datang dua kali.It’s Not an Easy Journey
Seperti yang telah saya duga, tak mudah mencari pekerjaan di negara orang, walaupun saya telah mengantungi visa kerja. Pengalaman tidak dianggap relevan dan tentunya sangat sulit mendapatkan pekerjaan kantoran apabila Anda bukanlah seorang warga negara. Padahal kebutuhan finansial terus berjalan dan tabungan kian menipis. Apalagi saya masih memberi dukungan dana untuk orang tua di Tanah Air. Jadi opsi untuk tidak bekerja sepertinya akan sulit dipertahankan dalam waktu lama. Lalu apa opsi lain yang saya punya? Setelah setahun tinggal di luar negeri tanpa pekerjaan yang sustainable, akhirnya saya memutuskan untuk pulang dan bekerja kembali di Tanah Air. Mungkin itu opsi terbaik saya di titik tersebut. Resume dan surat lamaran kembali saya kirimkan. Kali ini ditujukan untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia. HIngga kira-kira butuh waktu sekitar enam bulan sampai akhirnya saya menemukan pekerjaan baru. [caption id="attachment_7178" align="aligncenter" width="685"] Designed by Freepik[/caption]The Emotional Rollercoaster
Kembali bekerja untuk beberapa waktu yang lama tidak selalu mudah. Proses pencariannya tidak selalu bisa ditebak hasilnya. Belum lagi perkembangan tren pencarian kerja dan tren industri yang berubah demikian pesat. Apalagi untuk orang-orang yang jarang membuka iklan lowongan pekerjaan di masa lalu dan mencoba untuk pindah industri, seperti saya. Keahlian yang dulu dikuasai, mendadak tak lagi relevan. Setiap membaca bagian persyaratan minimum, saya seringkali harus mencari tahu di search engine terlebih dahulu. Saya memahami betapa beratnya menerima penolakan demi penolakan atau tawaran dengan gaji yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Saya juga mengerti bahwa proses pencarian kerja bisa menjadi sesuatu yang sangat melelahkan secara emosi. Saya memahami bahwa perasaan gagal akan kerap menjadi bagian dari proses ini. Belum lagi bila Anda berusaha untuk mencari pekerjaan di lintas bidang yang berbeda. Tantangan dan kesulitan yang dilalui pun makin besar. Anda harus berusaha mengejar keahlian baru, namun seringkali Anda juga tidak tahu harus memulai dari mana. Satu lagi kendala klasik: usia. Untuk perempuan berusia pertengahan 30 tahun ke atas, hal ini bisa menjadi kendala yang cukup signifikan bila Anda memulai kembali bekerja dari hiatus panjang.This is Your Personal Journey
Namun, saya percaya bahwa kendala terbesar saat melewati perjalanan mencari karier baru ini justru selalu datang dari diri kita sendiri. Perasaan gagal, takut ataupun mengasihani diri sendiri seringkali justru makin menahan kita untuk maju dan menemukan karier kita kembali. Setiap jalan rasanya buntu, setiap kesempatan terasa seperti harapan palsu, setiap saran terasa bagai hambatan. Rasa lelah dan frustasi juga berpotensi untuk membuat Anda mudah menyerah. Padahal perjalanan ini banyak dialami oleh perempuan lain. Anda tidak sendiri. Ini hanyalah sebuah bagian dari cerita hidup Anda. Akan tetapi, saya percaya bahwa setiap kisah bersifat personal dan unik. Ada banyak alasan yang membuat seseorang memutuskan untuk berhenti serta memulai kembali berkarier. Alasan tersebut pun sangatlah pribadi dan hanya Anda sendiri yang berhak untuk memutuskan, karena ini adalah perjalanan personal Anda.Know What to Do
Satu yang pasti, perjalanan ini memang akan membuat emosi naik turun. Namun yang amat saya sarankan adalah untuk selalu bercerita kepada orang yang Anda percaya mengenai proses yang Anda jalani sekarang. Ini adalah salah satu momen terapuh Anda, tetapi percayalah pada akhirnya momen ini yang akan membuat Anda jadi lebih tegar saat berhasil melaluinya. Saat pikiran tenang, baca berbagai tip dan trik yang sangat mudah ditemui di majalah ataupun situs web yang fokus pada karier. Ikuti insting Anda. Relaks dan berusahalah untuk tidak panik. Sembari mengirimkan lamaran pekerjaan, Anda bisa mempertajam keahlian atau mempelajari keahlian baru yang relevan dengan industri yang dimasuki. Ajak teman-teman yang masih aktif bekerja untuk membantu memberikan masukan ataupun tip yang sesuai dengan karier yang ingin digeluti. Cari tahu apa yang sedang dibutuhkan di industri tersebut. Ajak mereka membantu memberi saran untuk mendapatkan strategi yang lebih efektif. Terkadang saat kesempatan tak kunjung datang, maka Anda harus membuat sendiri kesempatan tersebut. Namun ada satu lagi yang harus diingat, jangan pernah sekali-kali Anda menyerah. (Photo: GETTY IMAGES)L’Oréal-UNESCO For Women in Science National Fellowship 2024: Merayakan Kontribusi Perempuan Peneliti Indonesia untuk Solusi Berkelanjutan