BEAUTY

9 September 2022

Feminisme Pada Dunia Kecantikan Modern


Feminisme Pada Dunia Kecantikan Modern

Ketika aliran feminisme melebur ke dalam dunia kecantikan modern, bagaimana cara terbaik untuk berbaur? Oleh Melur Pinilih. 


Setiap diminta menulis artikel, hampir bisa dipastikan bahwa tindakan yang pertama kali saya lakukan adalah mengetik topik pada situs pencari demi menemukan secercah definisi. Dengan bermodalkan waktu dua sampai tiga detik dan koneksi internet yang dapat diandalkan, saya pun disodorkan pengertian feminisme dari sebuah kamus daring mumpuni. Menurut Oxford Languages, feminisme adalah pembelaan hak-hak perempuan yang berbasis kesetaraan gender. Arti yang cukup singkat dan padat. Namun menariknya, pada laman yang sama terdapat sepenggal informasi bahwa kata ini rupanya tak begitu sering disebut-sebut sampai setelah pertengahan abad ke-20! Lantas, apa yang membuatnya baru hangat dibicarakan di masa sekarang? Sejarawan terkenal Yuval Noah Harari menerangkan, sebetulnya belum ada teori yang pasti soal apa pangkal semua itu. Namun berdasarkan penjelasan tokoh yang menyabet gelar doktornya dari Universitas Oxford tersebut, sebenarnya feminisme dapat dikatakan sebagai gerakan paling luar biasa sepanjang abad ini. 

Istilah feminisme memang sudah tak asing lagi bagi mayoritas komunitas masa kini, akan tetapi maknanya bisa berbeda-beda bagi setiap individu. Words don’t mean, people mean. Jangan terkejut jika beberapa golongan akan bersikeras bahwa feminisme identik dengan kebebasan untuk melakukan apa pun tanpa harus terpengaruh pola pikir orang lain, apalagi laki-laki. Sesederhana keputusan soal memakai deodoran atau tidak, misalnya, feminis sejati boleh jadi tidak akan mengusapkan produk apa pun pada ketiaknya hanya demi meraih impresi tertentu dari orang-orang sekitar—yang tentunya termasuk laki-laki! Ya, begitu pula halnya dengan membiarkan bulu ketiak tumbuh alami begitu saja tanpa harus rutin mencukurnya. Apa yang membentuk stigma soal ini? Selain andil dari konstruksi sosial, para feminis biasanya memang memiliki pendirian bahwa perempuan memiliki otonomi terhadap tubuhnya sendiri. Meskipun demikian, perspektif ini mengundang kontradiksi. 

Dikutip dari The Guardian, aktivis perempuan—yang juga seorang feminis—Betty Friedan justru meyakini bahwa pemikiran soal "menampilkan” bulu ketiak ini bisa berbalik menjadi senjata makan tuan bagi perempuan secara umum. Friedan menyatakan, gelagat seperti ini kurang menguntungkan bagi kaum Hawa dan malah mendistraksi dari tujuan asal yang lebih krusial, seperti salah satu contohnya masalah kesamaan hak dalam mendapatkan kesempatan kerja bagi perempuan. Dia pun berpikir bahwa isu-isu semacam itu malah merusak citra feminisme karena menampilkan perempuan-perempuan berbulu lebat, kurang enak dilihat, serta penuh kebencian terhadap laki-laki. 


Sebagai seorang perempuan, saya pun yakin bahwa kaum Hawa sudah semestinya memiliki wewenang sendiri terhadap apa pun kebutuhan jasmani yang mereka miliki. Namun, saya juga percaya bahwa mereka pun layak untuk merasa nyaman akan jiwa raga mereka sendiri. Bila Anda ingin mengenyahkan rambut-rambut halus pada ketiak karena merasa bahwa ritual itu lebih sesuai dengan nilai-nilai serta kepribadian diri, misalnya, menurut saya tak ada yang salah dengan hal tersebut. Bercukur bukan berarti Anda termasuk wanita yang terbelenggu dogma apalagi bersalah karena telah ikut memupuk sistem patriarkat. Asal, jangan melakukan semua itu karena seolah-olah tertekan oleh norma yang tak jelas asal-usulnya. 

Beberapa tempo lalu, saya sempat mewawancarai seorang travel blogger kenamaan yang senang berpelesir sendirian ke mancanegara. Terlepas dari kenyataan bahwa dirinya bukan berasal dari keluarga kaya, kecintaannya itu tentu menuntut biaya yang tidak sedikit. Ternyata, salah satu rahasianya ialah penghematan besar-besaran sebab rupa-rupanya dia sangat jarang atau bahkan hampir tidak pernah membeli produk-produk fashion maupun kosmetik! Ia pun tak begitu tertarik untuk melakukan perawatan ataupun mempercantik diri ke salon dan semacamnya. Makanya dalam hitungan setiap beberapa bulan saja, dia dengan mudahnya dapat berhemat jutaan rupiah sebagai modal tambahan untuk membeli tiket pesawat, hotel, serta uang saku untuk berjalan-jalan. Sebagai ganti, mungkin parasnya tak tampak glamor lantaran jarang terjamah makeup dan perawakannya pun jauh dari kesan molek. Namun, menurut saya ia tetap terlihat mengagumkan! Yang tak kalah penting, ia sendiri pun merasa damai dengan pilihannya itu. Bagi saya, perempuan independen seperti ini cerminan sejati feminisme. Nah, ini adalah paham yang konon berfokus menjadikan perempuan sebagai kaum berpemikiran serta berpandangan luas sesuai keinginannya masing-masing.

Sadar maupun tidak, feminisme juga kini kerap disandingkan dengan fenomena self-love yang baru-baru ini pun kian marak dibicarakan. Wajar saja, karena sikap mencintai diri sendiri ini bisa dibilang sebagai salah satu refleksi sisi feminis dalam diri tiap-tiap perempuan yang mau mengelevasi eksistensi diri. Self-love serta self-esteem merupakan gagasan yang sebetulnya dapat mendatangkan banyak manfaat. Sayangnya, motivasi ini kerap dijadikan kedok untuk memiliki gaya hidup yang seenaknya. Di media sosial, saya kadang menemukan “pembenaran” akan bentuk badan dengan indeks massa tubuh yang sebetulnya dapat digolongkan sebagai obesitas. Jangan salah, menerima fakta yang ada memang sah-sah saja. Masalahnya, angka timbangan yang melampaui batas aman itu bukan cuma berkenaan dengan tampilan fisik lagi. Alih-alih, kesehatan Anda yang jadi taruhannya. Jangan sampai akibat terlalu terlena akan femininity dan mengagung-agungkan mental health, Anda lalai akan kondisi fisik sehingga malas berolahraga serta mengabaikan aturan makan dengan gizi seimbang. Sayangi diri sepantasnya agar sehat lahir dan batin. Setuju? 

Entah bagaimana menurut Anda, tapi menurut saya menjadi feminis yang apik itu mestinya harus pintar-pintar membawa diri dalam segala waktu dan suasana sekaligus mampu berempati terhadap kepentingan orang banyak. Kalau perempuan memiliki peran yang esensial di muka bumi, begitu pula dengan setiap makhluk lain. Justru oleh sebab itulah, kaum perempuan harus cermat saat menempatkan kebutuhan dirinya dengan lingkungan sekitar agar tercipta sebuah keselarasan. Jika tidak, justru feminisme malah rentan dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan Anda tak mau itu terjadi bukan? Last but not least, kemandirian serta kepercayaan diri itu penting asalkan porsinya seimbang. Jadi, apakah Anda seorang yang feminis? Kalau jawabannya ya, coba tanya lagi kepada diri Anda sendiri. Sudahkah Anda menjadi feminis yang baik?