BEAUTY

15 Oktober 2021

Mitos Vs. Fakta Tentang Kanker Payudara


Mitos Vs. Fakta Tentang Kanker Payudara

Berawal dari ketakutan terhadap getirnya kenyataan yang buruk, A. JOHARMAN menyuarakan pentingnya deteksi dini terhadap kanker payudara. Ketahui sejarah, fenomena, hingga mitos dan faktanya.

Pergumulan di dalam hati itu kembali terjadi saat saya hendak menulis artikel ini. Rasa takut akan beragam kenyataan mengenai kanker payudara menjadi salah satu pemicu utamanya. Namun akhirnya, saya memutuskan untuk menggali lebih dalam soal kanker payudara. Saya sempat membaca laporan dari World Health Organization (WHO) tahun 2020 dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2020 yang menyatakan bahwa kanker payudara adalah kanker yang paling umum diderita oleh perempuan dengan prevalensi yang sangat tinggi di seluruh negara di dunia. Dan sesungguhnya saya tak ingin kita, para perempuan, telat menyadarinya.

Awal Penemuan BRCA 1 & 2

Pahami Lebih Dalam Teknik Sadari dan Pemeriksaan Klinis Untuk Kesehatan Payudara
photo GETTY IMAGES

Menilik dalam sejarahnya, kanker payudara bukanlah sebuah penyakit yang baru ditemukan 10-20 tahun terakhir. Penyakit ini bahkan
kerap kali tercatat dalam banyak catatan histori peradaban manusia. Menurut penelitian dr. Ananya Mandal, MD, Associate Professor di Government Medical College di Bengal Barat, kanker payudara kali pertama ditemukan lebih dari 3.500 tahun silam, yakni pada zaman Mesir Kuno dan dinyatakan sebagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan.

Pada 460 SM, Hippocrates yakni seorang “Bapak Kedokteran” dari Yunani Kuno, memiliki catatan tentang penyakit kanker payudara. Ia menamakannya karkinos, yang dalam bahasa Yunani memiliki arti kepiting. Hippocrates melakukan penelitian terhadap tumor dan menemukan bentuknya memiliki tentakel yang menyerupai kaki kepiting.

Masih di zaman Yunani Kuno, penelitian dilanjutkan oleh seorang dokter bernama Galen. Pada saat itu, Galen menyarankan terapi penyakit kanker payudara bisa dilakukan dengan menggunakan opiumcastor oillicorice, hingga sulfur. Galen juga menemukan fakta bahwa kanker payudara adalah suatu penyakit yang memengaruhi seluruh bagian tubuh manusia. Oleh karena itu, ia tidak menyarankan para penderitanya untuk melakukan operasi. Teori ini dipercaya di dunia kedokteran hingga abad ke-17.

Seiring perkembangan dan kemajuan dunia kedokteran, muncul berbagai teori mengenai kanker payudara dari banyak ahli. Mulai dari teori Bernardino Ramazzini pada tahun 1713 yang menyatakan bahwa kanker payudara bisa terjadi karena kurangnya aktivitas seksual, hingga Claude Nicolas Le Cat yang menyalahkan depressive mental disorder sebagai penyebabnya. Akhirnya di tahun 1757, banyak ahli bedah seperti Jean Louis Petit, Henri Le Dran, Claude-Nicolas Le Cat dan Benjamin Bell mulai melakukan breast cancer surgery dengan cara mengangkat tumor, kelenjar getah bening, dan jaringan otot. Prosedur inilah yang kemudian menghadirkan radical mastectomy, atau pengangkatan kedua payudara untuk menghindari penyebaran sel kanker. Tentu tak sedikit kaum perempuan yang akhirnya mengurungkan niat untuk melakukan perawatan ini karena tidak ingin bagian tubuhnya yang berharga harus ikut diangkat. Kendati demikian, radical mastectomy tetap menjadi standar emas dalam hal upaya mengatasi kanker payudara.

Serangkaian penelitian pun terus dilakukan. Pada 1976 hadir suatu penemuan yang dianggap lebih baik yaitu melakukan pembedahan yang lebih minim yang kemudian dilanjutkan dengan proses kemoterapi. Dengan kecanggihan teknologi dan inovasi penelitian tanpa henti, di abad ke-20 para ilmuwan menemukan hubungan erat antara kanker payudara dan DNA. Diketahui bahwa perihal genetik membawa pengaruh besar terhadap pertumbuhan serta fungsi dari setiap sel di tubuh kita. Inilah yang akhirnya memunculkan temuan BRCA1 dan BRCA2, atau BReast CAncer gene yang paling populer ditemukan.

Mitos dan Fakta Tentang Kanker Payudara

photography raja siregar - styling ismelya muntu - elle indonesia februari 2020 - reformasi denim
Dasha (RAD Model) for ELLE Indonesia Februari 2020 photography Raja Siregar styling Ismelya Muntu

Saat kita bicara soal kanker payudara, maka banyak pertanyaan muncul di benak. Tak sedikit juga berseliweran mitos-mitos mengenai kanker payudara yang akhirnya membuat perempuan ketakutan sendiri, bahkan sampai membuat kita menolak melakukan pengecekan dini. Untuk membuat hati lebih lega, berikut beberapa yang perlu diluruskan tentang kanker yang satu ini.

Mitos: Kanker payudara hanya menyerang perempuan

Fakta: Tidak benar. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, terdapat 42,1% dari 100.000 perempuan yang menderita kanker payudara, sementara kurang dari 1% laki-laki terdeteksi kanker yang sama. Sama seperti perempuan, laki-laki juga memiliki sel-sel dan jaringan payudara meski ukurannya berbeda dan tidak memproduksi air susu.

Mitos: Kanker payudara Menular

Fakta: Kanker payudara tidak dapat menular lewat sentuhan, berbagi makan dan minum, ataupun berhubungan seksual. Hingga saat ini penyebab kanker payudara masih belum diketahui secara jelas. Namun ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker ini. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, merokok atau terpapar asap rokok, pola makan yang buruk, haid pertama pada usia kurang dari 12 tahun, menopause setelah usia 50 tahun, melahirkan anak pertama setelah 35 tahun, tidak pernah menyusui anak, pernah mengalami operasi pada payudara yang disebabkan oleh kelainan tumor jinak atau ganas, serta adanya salah satu anggota keluarga yang juga menderita kanker payudara.

mitos dan fakta kanker payudara
ELLE Indonesi Februari 2019 photography Hendra Kusuma styling Ismelya Muntu

Mitos: Kanker payudara merupakan penyakit turunan keluarga

Fakta: Kendati kita tahu ada yang namanya BRCA1 dan 2, namun nyatanya kanker payudara tidak selalu bersifat turun-temurun. Seseorang yang memiliki mutasi gen BRCA1 memiliki 55%-65% kemungkinan perkembangan kanker payudara di usia 70 tahun. Sementara pembawa BRCA2 akan memiliki 45% kemungkinan kanker payudara berkembang di usia yang sama. Tidak hanya BRCA1/2, namun ada juga beragam gen lainnya yang jadi perhatian, yaitu p53, areola, ATM, dan PALB2.

Seorang perempuan yang memiliki kerabat perempuan tingkat pertama dengan kanker payudara, risikonya akan terkena kanker payudara jadi meningkat menjadi dua kali lipat. Menurut Love Pink, hanya ada sekitar 13% perempuan yang didiagnosis kanker payudara dengan kerabat perempuan tingkat pertama dengan kondisi yang sama. Namun data dari Indonesia Cancer Care Community menunjukkan, terdapat lebih dari 90% kasus kanker payudara tidak ada kaitannya langsung dengan riwayat keluarga. Jadi, apabila Anda memiliki riwayat keluarga yang kuat, ada baiknya untuk melakukan pemeriksaan payudara secara klinis setiap 6-12 bulan sekali, serta mammogram dan MRI payudara setiap tahunnya.

Mitos: Kanker payudara dipicu penggunaan deodoran dan bra

Fakta: Dari serangkaian faktor yang bisa memicu kanker payudara, satu hal yang pasti, kanker payudara tidak disebabkan akibat penggunaan deodoran ataupun bra sebab belum ada penelitian yang menunjukkan kebenarannya.

Mitos: Setiap benjolan di payudara adalah kanker

Fakta: Menurut Love Pink Indonesia, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada kegiatan sosialisasi deteksi dini, tanda-tanda kanker payudara ternyata tidak sama pada setiap perempuan. Namun ada tanda paling umum yaitu terjadi perubahan pada tampilan atau
rasa payudara atau puting saat diraba (umumnya berupa benjolan atau cekungan), dan keluarnya cairan dari puting susu tanpa ada tindakan memijat. Namun, benjolan yang muncul pada payudara juga tidak serta merta merupakan tanda Anda memiliki kanker payudara. Sebab alaminya jaringan payudara memang memiliki tekstur yang tidak rata. Tanda-tanda lainnya adalah terjadi pengelupasan pada puting, ada ruam terus-menerus
pada wilayah areola, terdapat kelainan pada bentuk puting, hingga kemerahan dan perubahan pada kulit payudara. Apabila menemukan benjolan terasa lebih keras dari bagian lainnya pada payudara dan alarming signs lainnya, maka ada baiknya melalukan pemeriksaan lebih lanjut.

Mitos: Vonis kanker payudara = Akhir kehidupan

Fakta: Saat Anda divonis terkena kanker payudara, tidak selalu artinya hidup Anda berakhir. Dengan banyaknya jumlah penelitian dan kemajuan pengobatan, seperti operasi, kemoterapi, terapi radiasi, terapi hormonal, targeted therapyneoadjuvant therapy, dan pemberian obat yang tepat, maka kanker payudara bisa disembuhkan apabila terdeteksi sejak dini. Data yang didapatkan dari Raffles Hospital Singapore pun menyatakan bahwa, tingkat kesembuhan pasien kanker payudara mencapai 95% dan semuanya tanpa harus melakukan pengangkatan payudara secara menyeluruh.

The Angelina Jolie effect

Jo Kruk (Selective Management) for ELLE Indonesia October 2021 photography Marta Surovy styling Agnieszka Nowicka

Siapa pun bisa divonis terkena kanker payudara dan menjadi penyintas, termasuk para selebritas dunia. Beberapa di antaranya adalah Cheryl Crow, Christina Applegate, Kylie Minogue, Shannen Doherty, ayah dari Beyoncé, Mathew Knowles, Julia Louis Dreyfus, Giuliana Rancic, Cynthia Nixon, dan Olivia Newton-John, hingga aktris senior Indonesia, Rima Melati.

Namun yang menarik perhatian saya adalah, munculnya The Angelina Jolie effect, di mana pada tahun 2013 Angelina Jolie melakukan preventive double mastectomy karena ia memiliki BRCA1 mutation setelah mengetahui ada sejarah kanker payudara di dalam keluarganya. Dia memang belum divonis memiliki kanker, namun hal ini menurunkan risikonya untuk terkena kanker payudara hingga 82%. Jolie juga memaparkan secara detail di majalah Time, sehingga akhirnya meningkatkan awareness tentang BRCA1/2 testing dan pencegahan terhadap kanker. Keberanian Jolie melakukan mastektomi ini juga telah membantu mengurangi ketidaknyamanan banyak perempuan saat harus “kehilangan” identitas seksualnya usai operasi. Hal ini juga menjadi sebuah gerakan luar biasa yang membuat kanker payudara tidak lagi menjadi tabu untuk dibicarakan, dan sebaliknya justru harus disosialisasikan dengan baik.