CULTURE

21 Mei 2024

Cheng Tsung Feng Mengeksplorasi Material, Bentuk, dan Budaya Menjadi Kreasi Instalasi yang Mengharmonisasikan Multidisiplin Ilmu


Cheng Tsung Feng Mengeksplorasi Material, Bentuk, dan Budaya Menjadi Kreasi Instalasi yang Mengharmonisasikan Multidisiplin Ilmu

Berangkat dari kata proses, Cheng Tsung Feng mengatakan bahwa riset selalu jadi landasannya dalam berkarya. Sebagai lulusan fakultas desain jurusan Bamboo Design, Industrial Product Design, and Visual Communication Design dari The National Taiwan University of Science and Technology, tak heran kalau proses kreatifnya selalu beririsan dengan riset—dan tentu saja bambu turut hadir menjadi material dominan. Rasa ketertarikan akan material, bentuk, dan struktur kian mengakar sehingga membukakan perspektifnya saat melihat negara, atau tempat ia bertumbuh, beserta segenap kebudayaannya. Acap kali laki-laki asal Taiwan ini juga menemukan inspirasi dari museum yang memamerkan artefak berupa alat, maupun proses kerajinan tangan yang kaya akan nilai kebudayaan. Namun, tak menutup kemungkinan inspirasinya datang dari pilar dunia kreatif lainnya.

Ia mengaku dunia mode sedang menjadi bahan risetnya. Bahkan, minggu lalu ia dipercaya sebagai juri Fashion Design Department dari Shih Chien University, Taiwan. “Melihat variasi keunikan dari sebuah busana membuat saya bahagia,” tutur Feng—sapaan akrabnya. Bagi Feng, dunia mode tidak hanya sekadar memicu ide-ide kreatif baru. Tetapi sekaligus perpanjangan benang merah atas identitas seorang Cheng Tsung Feng.

Diamond Weave, rancangan kabinet untuk butik Hermès di Taiwan.

Empat tahun silam, tepatnya pada tahun 2020, Feng berkesempatan berkolaborasi dengan rumah mode raksasa Prancis, Hermès. Tak hanya satu, Feng membuahkan tiga buah tajuk karya, di antaranya Forest, yang menghiasi jendela etalase Hermès; Diamond Weave, sebuah rancangan kabinet etalase; dan Lunar Sea, karya instalasi yang mengaksentuasi butik Hermès di Taiwan. Karyanya menuai respons positif dari peminat mode, pemerhati seni, dan praktisi arsitektur, hingga menggaungkan nama Feng kian besar.

Pada kesempatan yang lain, rumah mode Loewe ikut menawarkan ruang bagi Feng berkreasi. Sebuah instalasi ikonis bertajuk Fish Trap dileburkan secara harmonis oleh Feng menjadi bagian etalase dalam butik Loewe. Terlepas dari ‘wajah’ label, ia sanggup menghadirkan karakter khas ala Cheng Tsung Feng yang menitikberatkan siluet struktural bambu. Oleh karena itu, banyak dari proyek yang ditawarkan kepadanya didominasi oleh instalasi yang berelasi erat akan spasial.

Burr Puzzle, mainan tradisional untuk kolaborasi koleksi Bottega Veneta.

Menariknya, pada Desember 2023 silam, kolaborasi Feng dengan dunia mode tidak hadir dalam bentuk karya instalasi pengisi ruang maupun koleksi busana. Ia bersama rumah mode Bottega Veneta meluncurkan mainan tradisional bermaterial kayu. “Proyek ini sangat menarik karena mereka hanya memberikan tema awal, yaitu Play and Have Fun sebagai pedoman,” tambahnya. Pada kesempatan tersebut, namanya menjadi seniman asal Taiwan pertama yang dipilih. “Saya membuat burr puzzle yang simpel bagi anak-anak. Warnanya pun dipilih karena kayu walnut mengingatkan saya akan kue cokelat yang lezat,” jelasnya. Sungguh ide yang sangat sederhana namun konseptual.

Karya instalasi Temple: Flame Tree (2024).

Interaksi antar manusia dan alam kerap dimunculkan Feng sebagai identitas. Lengkungan tiap rancang bentuk memaknai sifat kuat nan fleksibel. Dua hal tersebut secara apik ia tampilkan di tiap karya instalasi berskala masif. Salah satu karya ikonisnya, Fish Trap House, menjadi bukti nyata bagaimana Feng mengekspresikan kecintaannya pada tradisi dan budaya. Karya tersebut terinspirasi dari kunjungannya ke danau Sun Moon, Taiwan, di mana suku Thao memiliki alat tradisional berangka bambu warisan turun-temurun. Keindahan komposisi alat tersebut begitu menjerat perhatian Feng hingga mendorongnya belajar pada sang sesepuh suku. Kini, instalasi tersebut terus menerus dieksplorasi dan divisualisasikan sebagai karya berseri—terakhir, instalasi Fish Trap House VIII dalam pameran di Chu Ming Museum, Jinshan, Taipei. Sistem karya berseri ini konsisten diterapkan pada instalasi ikonis milik Feng lainnya; Sailing Castle dan Nesting Plan. Karya Sailing Castle bahkan menginspirasi sebuah TV seri Taiwan berjudul Twisted Strings. Sebuah siklus yang sempurna; dari terinspirasi, berkarya, lalu menginspirasi orang lain.

Instalasi karya Fish Trap House VIII di Chu Ming Museum di Jinshan, Taipei.

Deretan karya yang didominasi oleh instalasi berskala besar sering membuat publik kebingungan perihal titel profesi yang tepat disematkan kepada Cheng Tsung Feng. “Bagi saya, seni, desain atau arsitektur, dan kerajinan tangan tidak dapat dipisahkan,” respon laki-laki penikmat duo musik asal Indonesia, Banda Neira itu. Selama hampir

10 tahun mendirikan studio pribadinya, Studio Kao Gong Ji, sampai hari ini Feng tak berhenti belajar membangun ruang di mana semua label bisa melebur indah. Jika ditanya terkait ekspektasi, ia membebaskan cara publik merespons dan mengapresiasi karyanya. Feng menganggap dengan publik melihat, walau hanya sepintas atau hanya sebatas dijadikan properti estetika foto, itu sudah cukup memberikan arti tersendiri baginya. Ia tidak memaksakan setiap mata untuk memahami keseniannya secara mendalam. Sesederhana memaknai karyanya sebagai format keindahan yang dapat dinikmati sudah cukup baginya.