16 Juli 2025
Dari Bali ke Dunia: Perjalanan Sababay Winery Mengangkat Martabat Anggur Tropis Indonesia
PHOTOGRAPHY BY Sababay Winery

Di tanah yang lebih dikenal sebagai surga tropis dan destinasi spiritual, tumbuh anggur yang tak hanya manis rasanya, tetapi juga penuh harapan. Di Teluk Saba yang tenang di Gianyar, Bali, berdirilah Sababay Winery. Sebuah kilang anggur yang menjadi saksi bahwa mimpi dan dedikasi bisa memetik buah di tempat paling tak terduga.
Didirikan oleh pasangan ibu-anak, Mulyati dan Evy Gozali, Sababay tidak hanya menjual wine. Ia menjual gagasan bahwa Indonesia pun layak diperhitungkan dalam dunia anggur internasional. Dan tahun ini, dunia mendengar. Pada ajang bergengsi Decanter World Wine Awards 2025, dua produk andalan Sababay kembali membawa pulang pengakuan global: Ascaro Brut dianugerahi Medali Perak dengan skor mencengangkan 94 poin, sementara Fiorosa Rosé Brut menyabet Medali Perunggu.
Memenangkan hati para juri internasional bukan perkara mudah, apalagi jika anggur tersebut diproduksi di iklim khatulistiwa yang lembap dan penuh tantangan. Tapi justru di situlah keistimewaan Sababay. Di bawah bimbingan Guillaume Quéron, ahli anggur asal Prancis, Sababay memadukan terroir tropis Bali dengan teknik pembuatan wine kelas dunia. Hasilnya? Sparkling wine yang seimbang, segar, dan menggoda selera, mampu bersanding dengan Champagne di meja-meja jamuan dari Bali hingga London.
Ascaro Brut, yang kerap disebut sebagai “jawaban Indonesia untuk Champagne,” diluncurkan kembali pada akhir 2024 setelah bertahun-tahun disempurnakan. Elegan dalam tekstur, lembut dalam gelembung, dan kaya aroma tropis, Ascaro membuktikan bahwa wine dari daerah tropis bukan hanya mungkin—tetapi bisa luar biasa. Sementara Fiorosa Rosé Brut lahir dari riset selama delapan tahun demi menemukan titik optimum kematangan untuk varietas Shiraz dan Cabernet Sauvignon dari Bali. Keduanya adalah perayaan akan kesabaran dan ilmu.
Namun yang membuat Sababay benar-benar berbeda bukan hanya rasa, tapi hati di balik setiap botolnya.
Ketika Wine Menjadi Medium Pemberdayaan
Sebelum menjadi CEO Sababay Winery, Evy Gozali tak pernah membayangkan dirinya akan menjejak dunia agrikultur—apalagi wine. Lulusan Cornell University dengan gelar Bachelor of Arts and Sciences in Economics dan Master of Engineering ini sempat bekerja di berbagai perusahaan finansial besar seperti Credit Suisse dan Deloitte. Tapi arah hidupnya berubah saat ia dan ibunya mengelilingi Bali dan melihat langsung realitas para petani anggur di Buleleng.
Kebun-kebun anggur di utara Bali menyimpan potensi besar, namun tersekap dalam sistem yang timpang. Harga anggur dihargai hanya Rp500 per kilogram—bahkan lebih rendah dari harga nasi bungkus. Banyak petani hidup dari hutang kepada tengkulak, terperangkap dalam kemiskinan antargenerasi. Evy melihat ketimpangan itu sebagai peluang untuk mengubah nasib, bukan hanya bisnis.
Sababay didirikan bukan dengan membeli lahan, melainkan dengan membeli hasil panen langsung dari petani. Sebuah model bisnis inklusif yang jarang ditemukan dalam industri wine global. Kini, lebih dari 180 petani lokal terlibat, menggarap 80 hektar kebun anggur yang menghasilkan varietas seperti Muscat Saint Vallier dan Alphonso Lavalle. Dari hanya 100.000 liter pada awalnya, kini produksi Sababay mencapai setengah juta liter per tahun.
Dan yang paling membanggakan: wine dari tanah Bali kini mengisi rak-rak hotel dan restoran prestisius di dalam maupun luar negeri. Sababay mencatat lebih dari 67 penghargaan internasional, termasuk Double Gold untuk Saba Grappa di San Francisco World Spirits Competition dan Silver Medal untuk White Velvet di ajang Decanter 2020.
Melawan Iklim dan Stigma
Wine biasanya lahir dari lanskap bergelombang di Eropa atau lembah sunyi di California. Di Indonesia, anggur harus bertahan dalam panas, hujan, dan kelembapan tinggi—tantangan yang membuat banyak orang ragu. Namun justru dari ketidakmungkinan itulah muncul inovasi.
Sababay adalah pelopor New Latitude Wine Movement, gerakan yang menantang batas-batas geografis produksi wine. Di saat negara-negara khatulistiwa lain mulai melirik produksi wine sebagai sektor potensial, Indonesia telah lebih dahulu mengukir prestasi.
Seperti yang diungkapkan Guillaume Quéron, “Tujuan kami sederhana: menunjukkan bahwa iklim tropis pun bisa menghasilkan wine dengan kepribadian dan kehalusan.” Decanter World Wine Awards 2025 mengukuhkan misi ini—bahwa kualitas tidak mengenal lintang.
Menyatu dalam Rasa dan Cerita
The House of Sababay, destinasi wisata anggur yang dibangun di Gianyar, kini menjadi tempat di mana wisatawan bisa merasakan pengalaman wine secara langsung—dari mencicipi, belajar tentang proses fermentasi, hingga berdialog dengan mereka yang menanam dan merawat anggur dengan tangan sendiri.
Sababay bukan hanya merek. Ia adalah cerita tentang keberanian seorang perempuan membalik peta industri yang selama ini didominasi laki-laki. Ia adalah bab baru dalam sejarah wine Indonesia—yang ditulis bukan dengan tinta, tapi dengan tetesan anggur beraroma bunga tropis dan cita rasa perubahan.
Dari Buleleng ke Bordeaux, dari tangan petani ke lidah sommelier, Sababay telah membuktikan bahwa Indonesia bukan hanya bisa menghasilkan wine—tetapi bisa membuat dunia bersulang karenanya.