24 November 2023
Keramahtamahan Negeri Tropis dalam Desain Kediaman Mira Lesmana
PHOTOGRAPHY BY Liandro N. I. Siringoringo
styling Sidky Muhamadsyah; makeup Syaluna; hair Meri Kla
Mira Lesmana sangat suka berenang. Dua sampai tiga kali dalam seminggu, ia rutin mengunjungi klub kolam renang di kompleks perumahannya. Kegemaran Mira terhadap olahraga air itu sekaligus merupakan suatu kebutuhan—yang menyenangkan, sebagaimana dirasa Mira—manakala dokter menyarankan renang sebagai terapi untuk mengobati cedera pinggang yang sempat dialaminya pada 2016 silam. Menyenangkan, “sebab air adalah elemen saya,” katanya. Ia telah bersahabat dengan air hampir seumur hidupnya. Pergi ke pantai dan berenang di laut kerap menjadi caranya melepas penat atas hiruk-pikuk kehidupan sejak ia berusia remaja. Snorkeling hingga diving menyelami ekosistem bawah laut pun kini tak luput dari agenda kegiatannya setiap kali pelesiran. Seketika, rutinitas bugar Mira yang menyenangkan itu terusik lantaran pandemi pecah. Seiring dunia mengisolasi diri dari para penduduknya, begitu pula klub kolam renang tempat ia biasa berolahraga. Berupaya mencari klub kolam renang baru pun bukan opsi bijak mengingat situasi dunia pada masa itu. Tetapi ia tidak bisa tidak berenang. “Saya harus punya kolam renang pribadi,” pikirnya kala itu, yang kemudian mendorong hasratnya untuk merenovasi rumah hingga ke titik puncak.
Ketika Mira memutuskan merenovasi rumah yang telah menjadi kediaman keluarganya sedari tahun 1996 itu; “Saya memiliki visi akan sebuah hunian berarsitektur tropical,” sang produser eminen di balik sederet film populer Indonesia (Kuldesak, Petualangan Sherina, Ada Apa dengan Cinta?, Bebas, dan banyak lagi lainnya) bercerita tatkala menyusun skema desain bersama arsitek kepercayaannya. Suatu garis rancangan yang mampu merespons lingkungan sekitarnya di antara belantara beton kota metropolitan secara baik. Ia juga menekankan sejumlah hal sebagai fokus perhatian. Pertama, prinsip minimalis; “Saya tidak memerlukan banyak ruangan, cukup yang menunjang fungsi kebutuhan esensial keluarga.” Kedua, kelegaan; “Saya memiliki kecenderungan klaustrofobia. Karenanya, saya menyukai ruangan yang sifatnya terbuka, lapang dan terang.” Ketiga, sentuhan hijau; “Saya adalah pencinta tanaman, berada di tengah-tengah area hijau memberikan kesegaran.” Berangkat dari gagasannya akan rumah idaman—yang telah mendapat kepercayaan penuh dari suami juga kedua anak laki-laki—Mira kemudian menyetujui konsep desain modern minimalis berbalut sentuhan gaya bohemian yang diajukan sang arsitek sebagai cetak birunya.
Proyek renovasi yang merekonstruksi ulang keseluruhan rangka bangunan itu akhirnya rampung beberapa bulan silam. Banyak orang bilang salah satu tantangan besar dalam membangun rumah ialah menemukan kontraktor yang mampu mengakomodir kebutuhan dengan baik. Tantangan tersebut dirasakan Mira manakala ia harus beberapa kali berganti vendor tukang hingga membuat proses renovasi berjalan hampir tiga tahun. “Beruntung persoalan segi fungsional dapat terakomodir, meski terdapat sejumlah bentuk yang kurang simetri. Tetapi pemanfaatan material kayu yang dominan membuat penampilan rumah ini begitu hangat, sehingga membuat saya cukup legawa dan merangkul ketaksempurnaan itu sebagai sentuhan industrial yang memperkaya karakter desainnya. Imperfection is perfection, isn’t it?” ujarnya tersenyum.
Jalan masuk menuju pintu hunian dua lantai di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, ini begitu luwes. Alih-alih jeruji memagari sepanjang bangunan, beragam rupa tumbuhan hijau dan tanaman bunga membentang merangkai tapal batas alami yang memisahkan bangunan rumah dari jalanan kompleks. Sepasang kursi rotan ditemani meja kecil tampak manis menduduki teras depannya.
Susana bagian dalam rumah lebih menyuguhkan keleluasaan. Terkecuali ruang-ruang privat, seperti kamar tidur, kamar mandi, dan toilet, hampir tidak ada sekat yang menengahi zona publik. Living room dan dining room berada dalam satu area terintegrasi, terhubung hingga ke bilik perpustakaan mini tempat Mira menyimpan koleksi literatur favoritnya. Keseluruhan area dibanjiri pencahayaan alami yang mengalir masuk melalui pintu kaca menjulang tak bertirai. “Saya menginginkan ruang terbuka yang terang. Saya menyukai sinar matahari. Jadi saya sengaja tidak memasang gorden, atau mengaplikasikan blinds,” ungkap Mira. Di balik pintu kaca, area kolam renang menggandeng spot duduk-duduk dan dapur semi-terbuka. “Selain menyukai ide bersantai di luar ruangan, entah itu sekadar menikmati kopi di pagi hari, ngemil sehabis berenang, atau berkumpul dengan teman dan kerabat yang berkunjung; dapur sengaja dibangun semi-outdoor juga agar menjaga kualitas sirkulasi udara di dalam ruangan selalu baik,” kata Mira.
Perombakan total terhadap desain ruang bukan satu- satunya pendekatan Mira dalam mewujudkan kenyamanan tempat tinggal secara maksimal. Ia turut mendekonstruksi paras interiornya dengan palet furnitur dominan material kayu dan rotan yang ia dapatkan dari berbagai produksi lokal di Bali, Jepara, hingga Yogyakarta. “Kami sekeluarga telah lama mendambakan kediaman ini, dan saya tidak tega untuk ‘mengacaukan’ rancangannya yang telah dibuat sepenuh hati dengan menempatkan furnitur rumah lama yang tidak selaras konsep baru desainnya,” ujar Mira. Keputusan Mira memperbarui tatanan interior tersebut juga terkait prinsip hidup minimalisme yang selama beberapa tahun terakhir diadopsinya. “Saya telah belajar untuk decluttering, melepaskan benda-benda yang tidak lagi sesuai kebutuhan dan memberikan yang masih layak pakai kepada pihak-pihak lain yang lebih membutuhkannya,” tutupnya.