CULTURE

20 Juli 2023

Menelusuri Peristiwa di Balik Karya-Karya Lukis Fenomenal


PHOTOGRAPHY BY GETTY IMAGES

Menelusuri Peristiwa di Balik Karya-Karya Lukis Fenomenal

Sulit untuk menahan rasa kagum saat memandang karya seni. Kekaguman ini memang berspektrum luas, mulai dari sekadar takjub karena faktor keindahan yang sukar dideskripsikan (atau lebih tepatnya susah diinterpretasikan), hingga terperangah karena mampu mengapresiasi nilai estetika yang tersaji sekaligus memahami makna yang ingin disampaikan sang seniman melalui kreasinya.
    Lukisan bisa menjadi jauh lebih rumit dari apa yang tertangkap oleh mata; torehan kuas, komposisi bentuk, racikan warna. Seperti yang sering kita dengar, gambar dianggap mampu lebih berbicara daripada seribu kata. Lukisan bertutur secara kompleks melalui bahasa simbol, yang merefleksikan kesadaran kolektif atau mengejawantahkan pengalaman pribadi kreatornya. Seniman Amerika abad ke-20, Edward Hopper, mengatakan, “Kalau saya bisa mengungkapkannya dengan kata-kata, maka saya tidak memiliki alasan untuk melukis.”
    Cerita di balik lukisan bisa sama menariknya dengan lukisan itu sendiri. Dengan menyelami fakta-fakta di balik kanvas, kita bisa menemukan peran sejarah dan budaya yang turut membidani proses terciptanya karya lukis. Setiap goresan kuas memiliki pemikiran di baliknya. Setiap ekspresi digelayuti oleh perasaan tertentu. Setiap pemandangan atau visual menyimpan cerita tersendiri.
    Berikut adalah karya-karya lukis terbesar sepanjang masa dan cerita-cerita menarik yang menyertainya. Menjadikannya kian berkilau dan semakin bermakna bagi para penikmat seni.

Mona Lisa – Leonardo Da Vinci (1503)
Boleh jadi ini memang lukisan yang paling terkenal dalam peradaban manusia. Figur dalam karya maestro zaman Renaissance, Leonardo Da Vinci, ini adalah Lisa Del Giocondo, seorang perempuan terhormat yang merupakan istri dari pedagang sutra Francesco Del Giocondo dan dari keluarga Gherardini yang bermukim di Florence, Italia. Terdapat dugaan bahwa Mona Lisa adalah permintaan pihak keluarga kepada Leonardo Da Vinci sebagai bentuk perayaan kelahiran putra kedua Francesco dan Lisa, yang bernama Andrea.
Berbagai hipotesis berupaya memberikan penjelasan mengenai senyum Lisa yang misterius dan penuh teka-teki. Langkah multi-spectral imaging secara ekstensif yang dilakukan oleh Lumiere Technology pada 2006 menemukan varnish pada lukisan yang mengungkap bahwa senyum Lisa ternyata sebenarnya lebih lebar dibandingkan yang kita lihat pada saat ini. Fakta menarik lainnya, para ahli berpendapat bahwa saat melihat mata Lisa dengan menggunakan mikroskop, maka huruf dan angka berukuran kecil akan terlihat. Di mata kanan, ada huruf LV, sementara di mata kiri terdapat beragam simbol yang belum bisa dijelaskan.

Girl with a Pearl Earring – Johannes Vermeer (1665)
Sebuah mahakarya dari periode Dutch Golden Age, Girl with a Pearl Earring telah memukau para pencinta seni dengan tatapan sayu dan melankolis sejak lukisan ini muncul kembali di akhir abad 19. Meski demikian, hingga kini tidak diketahui secara jelas mengenai figur perempuan di lukisan ini.
    Ada dugaan bahwa perempuan tersebut adalah putri atau kekasih sang pelukis. Terlepas dari itu, lukisan ini tidak dimaksudkan untuk merepresentasikan seseorang. Penutup kepala yang dikenakan oleh figur perempuan di lukisan mengindikasikan sebuah “tronie”, yakni penggambaran sosok ideal dalam busana eksotis.

Ophelia – Sir John Everett Millais (1851-1852)

Sir John Everett Millais melukis secara langsung dari kehidupan kapan saja saat memungkinkan. Dedaunan yang terpampang di lukisan Ophelia dapat ditemukan di karya drama legendaris Shakespeare, Hamlet. Walau begitu, Sir John Everett Millais tidak melukis modelnya yang berusia 19 tahun, Elizabeth Siddall, dalam kondisi seperti yang terlihat pada lukisan. Dalam proses pembuatan karya ini, Elizabeth sebenarnya berpose dengan berendam di sebuah bathtub yang berisi penuh dengan air di studio milik sang pelukis.

Whistler’s Mother – James Abbott McNeill Whistler (1871)
Whistler’s Mother merupakan salah satu karya seni termahsyur dari pelukis kelahiran Amerika, James Abbott McNeill Whistler. Ada banyak versi cerita tentang bagaimana lukisan ini tercipta, salah satunya yang paling banyak dibicarakan adalah bahwa karya ini menampilkan Anna McNeill Whistler, yang tidak lain adalah ibu dari James sendiri.
    Diyakini bahwa Anna Whistler berpose untuk menggantikan seorang model yang berhalangan hadir. Awalnya, James membayangkan melukis modelnya dalam keadaan berdiri. Namun, karena sang ibu merasa tidak nyaman untuk terus berdiri dalam jangka waktu yang lama, maka James menangkap esensi dengan melukis ibunya dalam posisi duduk yang santai. Whistler’s Mother kerap dijuluki sebagai sebuah Ikon Amerika dan Mona Lisa versi era Victoria.

The Starry Night – Vincent Van Gogh (1889)
Salah satu karya terbaik Vincent Van Gogh dan juga salah satu karya seni paling dikenal dalam sejarah budaya modern. Lukisan ini dibuat pada siang hari di lantai dasar studio Vincent Van Gogh, berdasarkan ingatan yang terekam di kepala sang pelukis. Namun, teori ini diperdebatkan dengan mempertimbangkan fakta bahwa apa yang dilukis merupakan pemandangan sebelum matahari terbit dari jendela di kamar rumah sakit jiwa yang ditempati oleh Van Gogh. Ia menuangkan apa yang dilihatnya ke dalam 21 versi, salah satunya adalah The Starry Night.
    Meski The Starry Night tergolong lukisan yang populer, Van Gogh sendiri merasa tidak terlalu puas dengan apa yang dihasilkannya. Dalam sebuah surat yang ditujukan ke Theo (saudara laki-laki Van Gogh), pelukis asal Belanda ini mengungkapkan bahwa The Starry Night bukanlah salah satu karya terbaiknya.



The Scream – Edvard Munch (1893)
Dikenal dengan judul The Scream, mahakarya Ekspresionisme kreasi seniman Norwegia Edvard Munch ini kerap diinterpretasikan sebagai respons fundamental terhadap tekanan-tekanan yang eksesif dalam kehidupan modern. Melalui karya yang awalnya diberi judul The Shriek of Nature ini, Edvard ingin menceritakan apa yang dialami dan dirasakannya dalam sebuah momen.
    “Di suatu malam, saya berjalan di sebuah jalur. Kota ada di satu sisi, dan teluk ada di bawah saya. Saya merasa lelah dan sakit. Saya berhenti dan memandang ke arah teluk – matahari tengah terbenam dan awan berwarna merah darah. Saya merasakan adanya sebuah jeritan melintas di tengah alam; saya merasa mendengar jeritan tersebut. Saya melukis pemandangan ini, melukis awan-awan itu seperti halnya darah. Warnanya terlihat menjerit,” ungkap Edvard mengenai peristiwa yang melatarbelakangi terciptanya lukisan ikonik ini.

Guernica – Pablo Picasso (1937)
Pablo Picasso, salah seorang seniman terbesar dan paling berpengaruh di abad 20, membuat karya ini untuk merefleksikan dampak yang dialami kota Guernica setelah terjadinya pertempuran pesawat antara Jerman dan Italia pada 26 April 1937. Kini, Guernica dipandang sebagai sebuah simbol yang kuat untuk memperingatkan manusia tentang penderitaan dan kehancuran yang ditimbulkan oleh perang. Lukisan ini dibawa ke berbagai penjuru dunia dalam sebuah tur singkat untuk mengetuk perhatian dunia terhadap perang saudara Spanyol yang brutal.



The Two Fridas – Frida Kahlo (1939)
Karya seniman Meksiko Frida Kahlo ini menyematkan ikonografi personal yang mendalam dan mereferensikan sebuah kehidupan yang penuh akan penderitaan fisik maupun emosional. The Two Fridas menampilkan Frida dalam kondisi sebelum dan sesudah perpisahannya dengan suaminya, Rivera; di sebelah kiri sebagai seorang mempelai perempuan dengan perasaan yang hancur berkeping-keping, dan di sebelah kanan sebagai seorang perempuan dalam balutan baju tradisional Meksiko di masa-masa bahagia bersama Rivera.



The Son of Man – René Magritte (1946)
Karya-karya yang dibuat oleh pelukis Belgia, René Magritte, memang bukanlah sesuatu yang mudah dipahami dan diinterpretasi. The Son of Man, sebuah potret sang seniman dengan wajah yang ditutupi oleh sebuah apel besar, bukanlah pengecualian. Apel sendiri merupakan elemen favorit René, tetapi maknanya tergolong ambigu. Judul yang dipilih oleh René bisa jadi adalah sebuah petunjuk yang merujuk pada Yesus Kristus. Sejumlah kritikus seni menyebut karya ini sebagai interpretasi surealis terhadap transfigurasi Yesus.

Christina’s World – Andrew Wyeth (1948)
Lukisan Christina’s World masih terus memikat selama lebih dari 70 tahun setelah dibuat. Sosok perempuan yang terbaring di rerumputan adalah Anna Christina Olson, tetangga sekaligus muse seniman Pennsylvania, Andrew Wyeth.
    Kendati lukisan ini kental akan nuansa kehidupan pedesaan, pose Anna bukanlah sesuatu yang bersifat dramatis. Ia menderita penyakit pengecilan otot dan sering terlihat menyeret dirinya di sekitar rumah dan pekarangannya.