CULTURE

24 September 2024

Menjelajahi Arsitektur Gaya Haussmann Pada Apartemen Bergaris Rancang Puitis di Paris


PHOTOGRAPHY BY François Coquerel

Menjelajahi Arsitektur Gaya Haussmann Pada Apartemen Bergaris Rancang Puitis di Paris

text by Riri Warokka

Atmosfer elegan nan mewah dengan pendekatan desain kontemporer sukses dihadirkan pada sebuah apartemen yang berlokasi di segitiga emas kota Paris, Triangle d’Or, dekat area tersohor Avenue des Champs-Elysées. Keindahan arsitektur bergaya Haussmann—sudah dinyatakan sebagai arsitektur ikonis juga bangunan bersejarah— dimanfaatkan lewat gubahan gaya klasik khas Paris yang dijadikan kanvas putih untuk menciptakan nuansa serupa galeri seni. Konsep tersebut diusung sejalan dengan keinginan sang pemilik hunian yang memiliki kegemaran mengoleksi karya seni. Hauvette & Madani, duo desainer asal Paris, merupakan otak kreatif di balik renovasi desainnya. Mereka dipercaya berkat rentetan portofolio karya yang sukses mengawinkan berbagai gaya serta era hingga melahirkan harmoni baru. Dengan karakter desain yang dipegang teguh, keduanya merasa dapat menjawab tantangan yang diberikan dalam menghembuskan napas elegan pada hunian.



Perjalanan mengunjungi ‘galeri seni’ ini dimulai dari ruangan berbentuk bulat berlapis jerami marquetry, yang secara terencana dirancang menghubungkan jejak interior ruang berikutnya. Di living room, material marquetry kembali menarik perhatian lewat tampilan tatanan interior berupa sofa, coffee table, meja konsol, hingga pintu geser—seluruhnya buatan artisan custom-made oleh Richard Peduzzi. Nuansanya tampak natural berselimutkan rona cokelat dari lantai kayu, perabotan, dan dinding putih. Melihat banyaknya karya seni koleksi pribadi sang pemilik tersebar ditampilkan pada ruang ini, paduan palet warna natural yang dihadirkan kian menyelaraskan suasana nyaman. Tatanan dirancang indah namun seimbang antara koleksi seni dan perabotan bergaya retro nan kontemporer. Seperti pada satu sisi dinding di mana terlihat pigura berisi gambar kartun konseptual karya Simon Fujiwara yang disematkan tepat di atas meja konsol bermaterial jerami marquetry (masih buatan Richard Peduzzi); dan di atasnya terlihat format simetris dari karya pahatan emas bergaya art deco oleh Karl Hagenauer. Bila diperhatikan, ketiga nama tersebut berasal dari era kehidupan yang berbeda. Namun, padu-padan desainnya mampu menyatu harmonis menjadi tatanan yang saling melengkapi secara sempurna dan seimbang bagi paras hunian pribadi. Tidak saling bertabrakan hingga menutupi nilai seni masing-masing.

Pesona living room tak luput dari tatanan duduk yang didesain menjadi dua area, sehingga ruangan ini mengekspresikan karakteristik ganda. Tatanan pertama berpusat pada coffee table bermaterial jerami marquetry bergaris rancang retro. Di sebelahnya, tatanan coffee table tembaga luncuran Chahan Minassian bergaya rustic pun menjerat perhatian. Jika kedua hal ini disandingkan, persepsinya akan sangat berbeda dari apa yang terpampang secara keseluruhan membungkus eksistensi living room—yang masih memiliki detail era Haussmann pada langit-langit. Sangat andal, sang desainer interior, mampu menyatukan berbagai karakteristik dan berbagai era secara seimbang tanpa ada setitik rasa janggal. Saat melihat interior hunian, responnya meliputi rasa kagum ibarat sedang memasuki galeri seni, disusul ledakan kenyamanan sebuah rumah tinggal layak huni. Herannya, walaupun kesan galeri seni—sering diikuti oleh nuansa dingin dan kaku—sangat melekat; hanya garis-garis memori nan hangat yang muncul sebagai citra utama.



Lahan seluas 230 meter persegi dirancang agar setiap ruangan bermakna sendiri, meski fungsi sejumlah spasialnya melebur. Transisi atmosfer dibuat sehalus mungkin, sehingga pemilik dan tamu tetap merasakan dan menikmati tiap karakter dari tiap tatanan interior. Dari nuansa serba natural pada living room, mata dikejutkan oleh susunan keramik warna biru turquoise. Aplikasinya bukan pada lantai, namun pada satu sisi dinding menghiasi perapian. Keramik karya Sarah Crowner ini merupakan salah satu elemen yang dipertahankan dari interior sebelumnya. Aksentuasi keramik tersebut menemani motif retro susunan keramik karya Fornace Brioni, serta kompor oven freestanding koleksi La Cornue yang berlokasi di ruangan berbeda. Bingkai interior open plan melandasi area perapian hingga ke area meja makan bundar berkapasitas 8 kursi. Karya lukis dan patung kembali menata parasa desain bak galeri seni sebagaimana di living room. Penempatan koleksi pribadi berupa kursi vintage serupa telur dari era ‘60-an dan ‘70-an menambah impresi playful. Beranjak ke ruangan berikutnya, bukaan berbingkai jendela khas arsitektur Haussmann tampil dalam rancangan yang lebih kontemporer. Di ruangan ini, permainan warna dan motif hadir sebagai primadona. Salah satu manifestasinya tampak lewat open kitchen berona hijau dan merah muda bergaya mid-century.

Pribadi sang pemilik yang ‘berwarna’ ditransfer dengan baik pada setiap interior. Namun, pada ruang yang bersifat sangat personal, yakni master bedroom dan master bathroom, suasananya diredupkan dengan warna-warna gelap dan material lekat nuansa mewah, seperti marmer dan kayu. Keseluruhan hunian ini berhasil menyeimbangi karakter arsitektur klasik ikonis kota Paris dengan rasa mewah kontemporer yang padat akan kekuatan seni berirama puitis.