CULTURE

18 Oktober 2023

Museum Macan Menyatukan 24 Seniman Asal Asia-Pasifik dalam Pameran Kolektif 'Voice Against Reason'


Museum Macan Menyatukan 24 Seniman Asal Asia-Pasifik dalam Pameran Kolektif 'Voice Against Reason'

photo DOC. Museum Macan; text Safa Kalla

Voice Against Reason, sebagaimana tajuknya, pameran kolektif teranyar yang dibesut Museum Macan tersebut mempertanyakan makna sebenarnya dari bersuara di dunia seni. Berangkat dari gagasan itu, Museum Macan menguratori beragam karya 24 perupa berbakat dari wilayah Asia-Pasifik dalam sebuah dialog tentang sejarah seni dari periode modern Indonesia.

“Di masa ini, di mana teknologi terkadang dapat menimbulkan konformitas atau penulisan sejarah yang menyamarkan pengalaman individu secara berbeda; berbicara atau mengungkapkan pendapat adalah hal yang penting agar kita dapat melihat lingkungan sekitar dengan cara yang lebih kritis,” ujar Aaron Seeto, Direktur, Museum Macan. Ia berharap pameran ini mampu mendorong publik dalam bersuara dan membentuk isu serta ide yang terkadang bergolak di bawah permukaan atau melawan arus.

Voice Against Reason siap digelar pada 18 November 2023. Pameran ini tak hanya digagas sekadar sebagai pameran karya, melainkan agar dapat menjadi wadah yang dinamis antara perupa, karya, dan pengunjung. Ragam aktivitas meliputi diskusi seni, kuliah umum, dan lokakarya turut diusung selama periode pameran berlangsung. Voice Against Reason diharapkan mampu merajut realitas yang sementara dan rapuh, yang terhubung dengan narasi-narasi pribadi, konteks sejarah, tema politik, serta geografi, semua melalui sudut para perupa kontemporer terkemuka. Sejumlah karya yang menjadi sorotan meliputi:

Keris Panangko (2022) karya Ika Arista.

Keris Panangko (2022)

Keris Panangko (2022) karya Ika Arista diangkat sebagai karya komisi oleh Museum Macan dengan dukungan dari British Council. Menampilkan sebuah keris yang diolah melalui riset akan warisan senjata tradisional. Ia tak hanya memahami seni keris sebagai medium ekspresi, tetapi juga sebagai perwakilan dari kekayaan warisan budaya yang harus dilestarikan dan dipromosikan secara global.

Kisah di Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang (2023)

Kisah di Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang (2023)

Diciptakan oleh Jumaadi dan Shadow Factory, pertunjukan wayang kulit eksperimental berskala besar ini memadukan puisi, musik, dan seni untuk mengeksplorasi keberlangsungan hidup. Lewat narasinya, penonton akan diperkenalkan kepada sebuah cerita perjalanan 823 aktivis nasionalis Indonesia yang diasingkan ke Boven Digoel, Papua, di tahun 1926, lalu diterbangkan ke Australia pada 1942 oleh pemerintah Hindia Belanda. Bagaimana mereka mengembangkan keputusasaan serta kesulitan hidup sebagai ide mencipta karya seni dan musik sebagai cara bertahan hidup; menyulap tiga kilogram paku yang diberikan oleh pemerintah Belanda untuk membangun rumah menjadi gamelan.

Threat (2008-2009)

Threat (2008-2009)

Dalam sebuah karya seni partisipatoris yang luar biasa, Shilpa Gupta, seorang perupa berbasis di India, menghadirkan sebuah monolitik dinding batu bata. Yang membuatnya begitu unik adalah materialnya, yakni sabun. Diukir dengan satu kata yang menggelitik: 'THREAT' (arti: ancaman). Gupta mengundang seluruh publik untuk membawa pulang potongan sabun tersebut, seolah-olah mengajak kita merenungkan signifikansi dari membersihkan tubuh dengan benda yang menyiratkan konsep ancaman.