CULTURE

29 September 2021

Squid Game: Ujian Moralitas dan Kemanusiaan


Squid Game: Ujian Moralitas dan Kemanusiaan

Squid Game dibuka dengan kisah Seong Gi-hun (diperankan Lee Jung-jae) seorang laki-laki yang hidupnya berantakan. Ia diberhentikan dari tempat bekerja dan gagal berbisnis. Gi Hun hidup menumpang di rumah orangtuanya dan punya hobi berjudi. Alih-alih menang dan punya banyak uang, ia justru punya banyak utang dan kerap dikejar-kejar penagih utang. Laki-laki ini juga bercerai dengan istrinya dan berpisah dari anak perempuan satu-satunya.

Teman masa kecilnya, Sang-woo (diperankan Park Hae-soo) juga sedang berada di situasi yang sulit walaupun laki-laki ini sempat kuliah di universitas terkemuka dan bekerja di sebuah perusahaan investasi. Tak hanya Gi-hun dan Sang-woo, seorang perempuan pembelot dari Korea Utara bernama Sae-byeok (diperankan Jung Ho-yeon) juga tengah berjuang untuk menyelamatkan ibu dan adiknya yang berada di panti asuhan. Kemudian diperkenalkan seorang laki-laki gangster, Deok-su (diperankan Heo Sung-tae), yang hidupnya juga didesak utang.

Photography Courtesy Netflix

Keempat sosok ini dan ratusan orang lainnya menerima undangan untuk bertanding dalam permainan anak-anak. Mereka adalah orang-orang putus asa dengan satu tujuan yang sama: uang. Di permainan ini, para peserta diganjar hadiah fantastis yakni uang tunai sebesar 45,6 miliar Won. Dari mana muncul angka 45,6 miliar Won sebagai hadiah bagi satu orang yang bertahan hidup sampai permainan berakhir?

Setiap orang yang gagal dalam permainan pasti akan mati. Setiap kematian satu orang dinilai sebesar 100 juta Won. Ada 456 orang yang mengikuti permainan ini. Jumlah peserta tersebut dikalikan 100 juta Won, maka diperoleh angka 45,6 miliar Won. Jika dihitung berdasarkan kurs per hari ini, Kamis 28 September 2021, 1 Won Korea Selatan setara dengan Rp12,13. Jadi 45,6 miliar Won sama dengan Rp 552,926,582,976 miliar.

Photography Courtesy Netflix

Usai menerima undangan, mereka yang tertarik bermain diminta menghubungi nomor telepon yang tertulis di sebuah kartu nama. Setiap peserta kemudian dijemput oleh sosok bertopeng untuk menuju tempat bermain. Peserta sejumlah 456 orang ini semuanya terkunci di satu lokasi rahasia untuk menyelesaikan 6 permainan selama 6 hari demi memenangkan hadiah uang tunai 45,6 miliar Won yang dapat menarik mereka keluar dari kesengsaraan dan kemiskinan.

Permainan yang harus dilakoni amat sederhana yakni permainan tradisional anak-anak Korea. Tidak banyak aturan dan mekanismenya tidak bikin bingung. Bahkan semua permainan yang dimainkan peserta di serial Squid Game akan membuat Anda meremehkannya dan berpikir, “Saya pasti bisa memainkan dan memenangkannya”. Beberapa di antaranya, permainan Lampu Merah Lampu Hijau, Kelereng, Tarik Tambang, dan lainnya. Sesuatu yang sebetulnya simpel, tapi dilakukan di situasi yang rumit. Kendati terlihat menyenangkan, konsekuensi dari kekalahan adalah kematian. Satu-satunya cara untuk memenangkan hadiah uang miliaran adalah mengalahkan peserta lainnya dengan cara membunuhnya. Setiap orang yang kalah dalam permainan langsung ditembak mati oleh petugas berbaju merah. Otomatis peserta akan berkurang dan semakin sedikit jumlah saingan. Siapa yang akan menjadi pemenang, dan apa tujuan di balik permainan ini?

Photography Courtesy Netflix

Berawal dari Tahun 2008

Hwang Dong-hyuk pertama kali menulis naskah awal serial Squid Game pada 2008 silam, jauh sebelum ia membuat film-film lainnya, seperti Silenced dan The Fortress. Suatu serial baru tentang permainan ketahanan hidup dengan banyak memakai karakteristik Korea. “Serial ini terinspirasi dari komik dan permainan anak-anak di Korea. Saya banyak membaca buku komik dan menyelesaikan naskahnya pada tahun 2009. Namun saat itu saya sulit mencari para aktor dan aktris yang tepat. Beberapa orang beranggapan ceritanya terlalu rumit, tidak komersial, dan terlalu banyak adegan kekerasan. Hal ini membuat saya juga kesulitan mendapat investor. Saya memikirkannya selama satu tahun, tapi kemudian memutuskan untuk tidak melanjutkannya,” terang Hwang Dong-hyuk. Tak disangka, 10 tahun kemudian Netflix bersedia memproduksi Squid Game dan memberikan kebebasan kreatif untuk sang sutradara menggarap serial ini.

Mengapa berjudul Squid Game? Squid Game merupakan salah satu permainan favorit sang sutradara Hwang Dong-hyuk. “Waktu kecil, saya sering bermain Squid Game di halaman sekolah atau jalanan depan rumah. Serial ini berkisah tentang orang-orang yang dulu pernah melakukan permainan ini saat kecil, dan kini kembali bermain saat mereka telah dewasa. Squid Game adalah salah satu permainan tradisional yang menguras fisik. Bagi saya, Squid Game dapat menjadi permainan anak-anak yang paling simbolis untuk menggambarkan kondisi masyarakat saat ini,” ujarnya.

Karakter Berkesan & Visual Menawan

Sepanjang 9 episode, kita akan disuguhkan kisah para karakter yang diambil dari berbagai sudut pandang sambil disajikan adegan kejam yang sedang berlangsung di arena permainan. Setiap karakter yang ada di serial ini sangat kompleks dan multidimensi. Kendati demikian, masing-masing mendapatkan sorotan sehingga kita seolah diajak untuk peduli dengan nasib mereka. Hwang Dong-hyuk benar-benar memakai 456 orang sebagai pemain di Squid Game. Peserta sejumlah 456 orang ini datang dari latar belakang yang sangat beragam. Tua dan muda. Laki-laki dan perempuan. Masing-masing punya kepribadian, kisah hidup, dan rahasianya sendiri. Anda akan dibuat bingung ketika berusaha menebak siapa yang keluar sebagai pemenang.

Photography Courtesy Netflix

Tidak hanya memperlihatkan karakter dan perjuangan para peserta untuk memenangkan permainan, tapi kita juga bisa melihat kerumitan lainnya di balik topeng para pekerja di arena permainan. Alih-alih sebagai robot yang hanya bertugas sesuai perintah, para pekerja yang wajahnya selalu tertutup ini juga menyimpan konflik yang menarik. Anda akan melihat setiap topeng memiliki lambang di bagian kepala. Apa artinya? Gambar lingkaran artinya pekerja, lambang segitiga berarti ia tentara, dan simbol kotak dikenakan oleh para manajer.

Selain karakter dan keseruan permainan, set desain produksi Squid Game tak kalah menarik untuk disimak. Arenanya warna-warni menyiratkan keceriaan khas anak-anak, tapi ada kalanya berubah jadi gelap dan kelam. Suatu waktu para peserta bermain di bawah hangatnya sinar matahari pagi, namun di lain adegan akan bermain dalam suasana yang cenderung gelap. Set lokasi syuting sangat detail namun tidak menggunakan kepalsuan efek komputer. “Secara estetika, kami membuat tempat dan tampilan yang berusaha membuat penonton berpikir tentang niat tersembunyi dari Squid Game bersama kami. Lokasi syutingnya nyaris terasa seperti mimpi, rasanya seperti di dunia fantasi. Tapi di sisi lain, situasinya sendiri sangat emosional, dramatis, dan teatrikal,” ujar Chae Kyoung-sun, Art Director Squid Game.  

Photography Courtesy Netflix

Sang sutradara, Hwang Dong-hyuk, lebih memilih menggunakan set lokasi syuting yang nyata dan berukuran besar tanpa harus bergantung pada kecanggihan teknologi. Serial Squid Game juga menggunakan musik dari berbagai lagu anak-anak di tahun ’70-an dan ’80-an yang mampu mengundang nostalgia di tengah adegan mencekam dan berdarah-darah. Seluruh aspek ini dipadukan secara apik sehingga menghasilkan sebuah serial yang menawan. 

Berbeda dari Genre Survival Game Lainnya

Walau ada beberapa elemen yang mirip dengan tayangan-tayangan lainnya di genre survival game, Squid Game memiliki keunikan tersendiri. Permainan bertahan hidup kerap kali mengambil inti tentang bagaimana penonton bisa terpikat oleh cara-cara peserta berjuang untuk menjadi pemenang. Di Squid Game, kesederhanaan adalah kuncinya. Anda tak perlu menguras energi untuk memahami aturannya karena semuanya sangat sederhana. Alih-alih permainannya, Squid Game justru lebih fokus pada bagaimana setiap peserta bersikap dan bereaksi. “Dalam permainan bertahan hidup, kita cenderung lebih memperhatikan para pemenangnya. Namun di Squid Game, kita justru lebih melihat siapa yang kalah. Sebab tidak akan ada pemenang apabila tidak ada yang kalah,” ujar Hwang Dong-hyuk, sang sutradara, dalam press release yang dilansir Netflix.

Serial Squid Game merupakan sebuah perumpamaan mengenai masyarakat masa kini yang penuh persaingan. Perubahan manusia dengan segala tingkah lakunya tergambarkan lewat kesederhanaan permainan anak-anak yang seketika berubah menjadi ajang menantang maut. Squid Game bukan sekadar tentang main gim lalu yang kalah mati. Film ini menunjukkan baik buruknya manusia di tengah situasi dilematis. Di situasi terjepit yang penuh dilema, kerap kali sisi buruk seseorang akan keluar. Terlebih dihadapkan dengan uang puluhan miliar di depan mata, serial ini memperlihatkan bagaimana uang memiliki kekuatan untuk mengubah manusia menjadi monster egois. Squid Game menegaskan fakta bahwa uang dapat membuat seseorang jadi menggila dan melupakan nilai-nilai kemanusiaan.

Photography Courtesy Netflix

Alih-alih sekadar menjadi tontonan permainan, Squid Game menyorot isu-isu kemanusiaan di beberapa adegannya. Permasalahan utama yang membuat permainan ini terjadi adalah uang. Sang sutradara memakai uang sebagai pemicu permainan. Ratusan orang tergerak untuk secara suka rela mengikuti permainan mematikan demi memperoleh hadiah uang puluhan miliar. Uang sebagai persoalan hidup juga sudah digambarkan dengan sangat baik sejak episode pertama. Dikisahkan uang sebagai satu faktor yang membuat para peserta tak lagi mempunyai standar moral soal apa yang baik dan buruk. Satu-satunya misi adalah memenangkan uang dengan cara apa pun. Tanpa peduli bahwa akhirnya cara mendapatkan uang adalah dengan menghilangkan sisi kemanusiaan kita.

Squid Game turut menampilkan persoalan kelas sosial yang amat jelas di serial ini. Sebuah permainan yang sebetulnya diciptakan hanya untuk hiburan bagi orang-orang kaya yang menonton di balik layar. “Apa persamaan antara orang yang tidak memiliki uang dan orang yang memiliki terlalu banyak uang? Hidup tidak menyenangkan bagi mereka. Jika Anda memiliki banyak uang, apa pun yang Anda beli akan membosankan pada akhirnya,” kutipan kalimat dalam satu adegan yang jelas jadi premis utama di serial ini. Mereka yang punya terlalu banyak uang akan mencari cara untuk bersenang-senang dan menikmati hidup. Termasuk mulai menindas orang-orang yang lemah dan miskin untuk menjadi objek hiburan. Suatu isu yang rasanya tak asing di masa sekarang. Dan sekejap mengingatkan saya pada ritme film Parasite. Sama-sama lugas menyoroti persoalan kesenjangan kelas sosial dan menjadikannya sebagai landasan yang kokoh dalam jalan penceritaan.

Photography Courtesy Netflix

Squid Game juga menyajikan persoalan diskriminasi pada perempuan di beberapa adegannya. Salah satu adegan memperlihatkan perempuan selalu jadi pilihan terakhir dalam pemilihan anggota tim karena perempuan dianggap lemah dan mustahil membawa kemenangan. Di adegan yang lain, para peserta lebih memilih laki-laki sebagai teman bermain karena dianggap kuat dan sulit terkalahkan sedangkan perempuan dikucilkan dan tidak ikut bermain sebab dinilai perempuan tak cukup tangguh untuk bertahan hidup di permainan mematikan ini.

Meskipun banyak celah dan kurang di sana sini, saya tak ingin mengabaikan fakta bahwa serial ini ditampilkan dengan baik. Squid Game barangkali salah satu drama terbaik tahun ini. Dengan plot yang intens, kemunculan cameo yang mengejutkan, dan ansambel aktor yang sempurna. Sebuah pertunjukan berupa campuran dari semua film dan serial yang mungkin pernah Anda lihat sebelumnya, tetapi masih membawa sesuatu yang baru di atas meja.