LIFE

8 Juli 2022

Jerome Kurnia Berani Menyentuh Titik Dasar dan Menemukan Kebahagiaan


Jerome Kurnia Berani Menyentuh Titik Dasar dan Menemukan Kebahagiaan

Manusia pada hakikatnya tidak bisa berdiri sendiri. Untuk berani mengakui keterbatasan dan meminta pertolongan, bagi Jerome Kurnia, tidak lantas meniadakan harkat.

Beranjak dari lingkup bidang hukum untuk kemudian menjajaki seni peran barangkali keputusan terbaik yang pernah diambil oleh Jerome Kurnia. Di antara banyak bintang muda yang terbit menyinari jagat sinema Indonesia, segelintir mengorbit dengan cemerlang sepanjang dekade ini. Jerome termasuk salah satu yang peredarannya berkilauan di radar para penonton film nasional. Kemunculannya tertangkap mata untuk kali pertama pada 2019. Figur Jerome tampil dalam empat judul karya; SinSeniorDilan 1991, dilanjutkan Bumi Manusia yang meletupkan personanya sebagai nomine Pemeran Pendatang Baru Terbaik di ajang Piala Maya dan juga Indonesian Movie Actor Awards, hingga masuk dalam jajaran nominator Pemeran Pendukung Pria Terbaik Festival Film Indonesia.

Kiprahnya terus bergulir di industri hiburan Tanah Air. Ia melanjutkan perannya dalam film trilogi romansa Dilan, Milea: Suara dari Dilan (2020), bermain thriller A World Without (2021), hingga film pendek Dear to Me (2021). Akhir tahun lalu, Jerome kembali membuktikan bahwa ia bukan sekadar introduksi yang dilebih-lebihkan. Lakonnya menghidupkan tokoh Tariq yang bergelut dengan persoalan kesehatan mental di film Penyalin Cahaya menuai tepuk tangan keras dari sesama sineas, kritikus, hingga masyarakat Indonesia. Para juri Festival Film Indonesia pun menyetujuinya; bahwa Jerome Kurnia merupakan salah satu generasi muda yang patut diperhitungkan; dan menyerahkan Piala Citra Pemeran Pendukung Pria Terbaik 2021 sebagai pengukuhan kredibilitasnya.

Jerome Kurnia for ELLE Young Talent 2022 photography Ryan Tandya styling Ismelya Muntu fashion Valentino grooming Morin Iwashita hair Aileen Kusumawardani styling assistant Annika Fathma

“Saya pikir setiap orang membutuhkan teman bicara profesional yang bisa menjadi ruang terbuka saat melalui permasalahan kehidupan,” tutur Jerome ketika kami bertemu pada pekan terakhir bulan Februari silam, di tengah kesibukannya merencanakan trip ke Paris, Prancis, untuk keperluan syuting serial web Daniel & Nicolette (mulai tayang 15 Mei 2022). Saya bersiap membahas pengalamannya memerankan karakter berkepribadian traumatis, tetapi sang aktor rupanya tidak sedang merujuk pada lakon monumental yang meneguhkan reputasinya itu. Ucapannya lebih kepada ungkapan prihatin terhadap persoalan kesehatan mental yang kerap mengancam jiwa manusia. Ia menyambung, “Saya pikir, kebutuhan untuk mengolah jiwa sama pentingnya seperti mengolah raga. Seseorang perlu secara rutin mengenal dirinya sendiri; mencurahkan pemikiran-pemikiran yang memenuhi kepala, merasakan emosi di dalam diri, dan mencari tahu bila ada hal yang mengganjal di hati. Berbicara dengan seseorang bisa jadi cara yang membantu berkontemplasi. Dan buat saya ruang bicara itu saya dapatkan di psikolog,” ujar Jerome.

Beberapa kesempatan bertatap muka dengan Jerome, saya senantiasa menangkap pembawaan dirinya tenang, plus ceria seolah-olah pundaknya ringan. Siapa sangka ternyata ia berselimut kegelisahan. Ia tersenyum, “Seperti manusia lainnya, tentu saya juga menghadapi rupa-rupa persoalan. Tapi jika Anda tanya apakah saya memiliki diagnosis gangguan mental, tidak sampai begitu. Saya—ini bicara atas pribadi—tidak perlu pemicu berat untuk membuka ruang bicara dengan profesional. Buat saya, bicara dengan profesional seperti berolahraga; tapi alih-alih raga, yang disegarkan adalah jiwa. Bersyukur kini memiliki kemampuan dan kesempatan untuk melakukannya,” katanya mengungkap agenda rutinnya selama tiga tahun terakhir.

Jerome baru berulang tahun yang ke-28 di awal bulan perjumpaan kami. Saya bertanya-tanya sekiranya ia sedang melalui masa transisi krisis hidup seperempat abad. “Saya tidak ingin bilang kalau sudah lewat, sebab bagaimana jika krisis itu terjadi lagi, atau barangkali malah belum terjadi. Karena permasalahan datang tanpa memandang usia,” celotehnya. Ia mengalihkan pandang ke langit-langit sebelum kembali menatap saya dengan sedikit keyakinan dan menjawab, “Tapi, saya rasa, sudah.” Ia kemudian menceritakan krisis eksistensi yang sempat mengaburkan gairah hidupnya di antara periode usia 23 sampai 24 tahun. Pada rentang itu, ia sedang menelaah masa depannya di ranah hukum. “Saya sempat kebingungan berat mencari tahu apa yang harus saya lakukan untuk menjalani hidup ini,” katanya. Bagaikan kompas yang kehilangan petunjuk arah utara, Jerome berputar-putar menyerah pada arusnya. “Waktu itu, saya sampai di titik tidak lagi peduli mencari tahu keinginan, lakukan apa saja yang penting bisa mencukupi kebutuhan. Tapi menjalankannya membuat saya merasa hampa,” alumni Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan itu berkisah.

Jerome Kurnia for ELLE Young Talent 2022 photography Ryan Tandya styling Ismelya Muntu fashion Valentino grooming Morin Iwashita hair Aileen Kusumawardani styling assistant Annika Fathma

Memiliki teman bicara profesional diakui Jerome cukup membantu mengurai segenap kekalutan rasa dalam diri; memahami akarnya untuk kemudian membuka sudut pandang. “Berbicara dengan psikolog membantu saya melihat apa yang luput dari pandangan. Waktu memutuskan menemui psikolog, tujuan saya adalah untuk menghargai diri sendiri. Toh manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Meminta pertolongan bukan sesuatu yang memalukan,” ujarnya. Saat akhirnya memberanikan diri memutar haluan dari zona gelap, ia telah melalui transformasi dan menyapa kehidupan baru dengan tangan terbuka merangkul segala kesempatan yang datang.

“Saya rasa, saya telah menemukan jalan yang menuntun saya pada kebahagiaan. Bukan cuma meliputi pekerjaan, ya, tapi berbagai keinginan serta kebutuhan yang bikin hidup lebih berarti. Saya sadar akan ada lebih banyak jalan di hadapan saya. Saya tidak akan berhenti mencari tahunya, sembari menjalani alur yang telah saya temukan. Saya percaya jika segala sesuatu dalam hidup ini berjalan sesuai momen,” kata laki-laki yang sempat mengecap ingar bingar dunia radio itu, sebelum akhirnya melabuhkan asa pada panggung peran. Saya lalu bertanya bilamana ia telah berbahagia sekarang. “Yes, I am. Kehidupan dunia perfilman membuat saya merasakan kenyamanan seperti berada di rumah,” pungkasnya.