LIFE

5 September 2018

Nasihat Sukses Dari Para Pemikir Kreatif


Nasihat Sukses Dari Para Pemikir Kreatif

Bangun pagi, mandi, berdandan, sarapan, pergi ke kantor, bekerja, istirahat makan siang, kembali bekerja, pulang kantor, makan malam, tidur. Tambahkan dengan detail “itinerary” seperti kebingungan memilih pakaian yang ingin dikenakan, terjebak macet di jalan, deratan jadwal meeting, presentasi yang tidak terlalu sukses, bergosip saat makan siang, sibuk mencari camilan di sore hari, hingga rasa penat yang berujung pada jumlah Like di Instagram yang lebih banyak ketimbang email yang dibalas. Bagi pekerja kantoran, itu adalah sebuah sekuens yang familier dan pada akhirnya menjadi sesuatu yang taken for granted. Lumrah saja apabila pada satu titik, rasa ingin melarikan diri itu muncul. Liburan bisa menjadi obat penawar, walaupun harus diterima dengan lapang dada bahwa tak ada liburan yang tidak berakhir. Rutinitas kembali menyeret dan Anda tidak punya pilihan selain bertekuk lutut padanya. Anda hanya bisa menjejalkan pikiran dengan “what if” dalam berbagai versi. Bisa jadi salah satu versi yang Anda khayalkan adalah memiliki pekerjaan yang tidak terikat waktu maupun rutinitas, namun mampu melahirkan karya-karya yang hebat. Dan tentu saja, tetap hidup layak. Seorang seniman? Kreator? Inventor? Apapun itu. Asalkan tidak mengandung unsur rutinitas di dalamnya. Karena rutinitas adalah silent killer. OK, cukup, sampai di sini mulai terasa dramatis. Saatnya memasuki sesi “Did you know?”. Kalau Anda selalu membayangkan betapa nikmatnya hidup sebagai seorang jenius yang bekerja dengan jadwal dan cara kerja serampangan, berarti ada hal-hal yang belum Anda ketahui. Ini bisa jadi fun facts atau mungkin buzzkill. Bahwa ternyata, orang-orang hebat yang sering Anda dengar kisahnya atau simak karyanya itu adalah orang-orang yang menjalani rutinitas keseharian dengan disiplin dan konsisten. Tentunya dengan cara mereka masing-masing.
Paul Thomas Mann, penulis Jerman yang meraih Nobel Sastra pada 1929, bersabda senada, “Keteraturan dan simplifikasi adalah langkah pertama menuju keahlian dalam suatu bidang.”
Great minds don’t think alike. Begitu pula kebiasaan dan ritual yang mereka jalani sehari-hari. Seperti apa kombinasi antara tidur, bekerja, makan dan minum, serta aktivitas di antaranya yang dapat menghasilkan terobosan kreatif? Berikut sejumlah ‘pelajaran’ yang diekstrak dari apa yang dilakukan sehari-hari oleh para pencetus gagasan dan penghasil karya brilian dalam sejarah.

Menjadi Morning Person

Boleh jadi akan selalu ada rivalitas antara morning person vs night owl. Namun, mereka yang bangkit dari tempat tidur pada pagi hari telah terbukti menuai manfaat besarnya. Sebut saja figur-figur seperti Mozart, Georgia O’Keeffe, dan Frank Lloyd Wright. Bagi sebagian orang kreatif, bangun pada jam 5 atau 6 pagi adalah satu-satunya cara untuk mulai menulis atau melukis, sebelum disibukkan oleh urusan domestik seperti mengurus keluarga. Bagi Ernest Hemingway, bangun pagi adalah cara untuk menghindari interupsi. “Itulah saat di mana tiada seorang pun mengganggu Anda. Hawa masih terasa sejuk. Anda mulai bekerja dan suasana menjadi hangat ketika menulis.”

Banyak Berjalan

naik tangga sebagai ganti olahraga Berjalan kaki, terlebih di alam terbuka, diasosiasikan dengan peningkatan produktivitas dan kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas kreatif. Komposer-komposer besar seperti Beethoven, Mahler, Erik Satie, dan Tchaikovsky menjadikan berjalan sebagai bagian dari rutinitas keseharian. Melakukan hal lain selain hanya duduk dapat menjadi cara terbaik untuk menggali inspirasi. Ketika berjalan, Anda terlepas dari berbagai sumber distraksi yang mengganggu proses berpikir secara mendalam seperti televisi, komputer, dan telepon genggam.

Pertahankan Pekerjaan Utama

Kalau Anda berpikir untuk menulis surat pengunduran diri sesegera mungkin dan menjadi seniman sejati, cepatlah padamkan keinginan impulsif ini. Penulis kenamaan Franz Kafka yang bekerja di sebuah perusahaan asuransi adalah salah satu seniman yang berhasil menyusupkan aktivitas kreatif ke dalam kesibukan pekerjaan kantor sehari-hari. Ia menulis antara pukul 22.30 dan beberapa jam di pagi hari. William Faulkner menulis As I Lay Dying di sore hari sebelum melakukan shift malam di sebuah pembangkit listrik. Pekerjaan TS Eliot di Lloyds bank memberikannya keamanan finansial. William Carlos Williams, seorang dokter anak, menulis puisi di bagian belakang buku resep obat. Keterbatasan waktu membuat pikiran semakin fokus, dan kedisiplinan dalam menjalani pekerjaan sehari-hari akan berimbas positif dalam menghasilkan karya.

Konsisten Jalani Jadwal

Putuskan yang Anda inginkan atau harus lakukan setiap hari, dan selalu lakukan di saat yang sama setiap harinya. Mungkin terdengar kaku dan seperti robot, namun William James, seorang tokoh psikologi modern, mengemukakan bahwa melakukan rutinititas secara ketat dapat membantu membebaskan imajinasi. Menurutnya, dengan menjalani aspek-aspek kehidupan sehari-hari secara otomatis, kita dapat membebaskan pikiran dan menggerakkan tindakan-tindakan berarti. Tanpa terganggu oleh pengambilan keputusan yang tidak perlu, seperti “Mau makan apa?”. Inilah yang dilakukan oleh penulis-novelis Patricia Highsmith yang selalu memakan makanan yang sama setiap harinya, yaitu bacon dan telur goreng.

Bekerja Fleksibel

how to think like genius Salah satu keyakinan yang dijunjung tinggi oleh orang-orang yang suka menunda adalah mereka harus menemukan suasana dan lingkungan yang tepat sebelum mulai bekerja. Dan itu tidak lain hanyalah sebuah pembenaran. Selama tahun-tahun produktifnya, Jane Austen lebih banyak menulis di ruang keluarga, seringkali bersama ibunya yang sedang menjahit. Agatha Christie bahkan tidak memiliki meja kerja untuk menulis. Salah satu studi menyimpulkan bahwa bebunyian, seperti suara yang sering terdengar di sebuah kedai kopi, justru dapat berkontribusi bagi kreativitas ketimbang kesunyian. Selain itu, meja kerja yang berantakan bisa jadi merupakan sebuah definisi tempat kerja yang menyenangkan, seperti halnya area kerja yang rapi bagi sebagian orang lainnya.

Konsumsi Kafein

Kreativitas seolah tidak terlepas dari keberadaan substansi yang menyertainya. Mulai dari wine, vodka, whiskey, dan lainnya. Namun, hanya ada satu yang diakui keunggulannya secara universal selama berabad-abad: kopi. Beethoven hanya meminum kopi yang diseduh dengan menggunakan 60 biji kopi. Kierkegaard menuangkan kopi hitam ke cangkir berisi gula, kemudian langsung meneguknya. Balzac bahkan mengonsumsi 50 cangkir per hari. Kafein telah dinyatakan memiliki efek positif bagi otak, dengan meningkatkan konsentrasi dan fokus. Namun ingat, mengonsumsi sesuatu secara berlebihan justru tidak mendatangkan manfaat.   (Foto: iStockFreepik.com) (Teks oleh Hermawan Kurnianto. Artikel ini telah dipublikasi dalam majalah ELLE Indonesia edisi Agustus 2018)