LIFE

7 Oktober 2024

Juara Mission Blue Hope Spot Rili Djohani Dedikasikan Puluhan Tahun Melindungi Keanekaragaman Hayati Laut di Bali dengan dukungan dari Rolex Perpetual Planet Initiative


PHOTOGRAPHY BY Rolex

Juara Mission Blue Hope Spot Rili Djohani Dedikasikan Puluhan Tahun Melindungi Keanekaragaman Hayati Laut di Bali dengan dukungan dari Rolex Perpetual Planet Initiative

Anggota tim Coral Triangle Center, Tabitha Rudang, Wira Sanjaya, dan Rili Djohani, sedang menyiapkan peralatan untuk melakukan survei kesehatan terumbu karang di Daerah Perlindungan Laut Nusa Penida

Hamparan laut antara Australia dan daratan Asia penuh dengan kehidupan. Laut dengan luas sekitar enam juta kilometer persegi yang dikenal sebagai Coral Triangle Center dipenuhi dengan pulau-pulau yang dikelilingi oleh terumbu karang dan memiliki keanekaragaman spesies karang dan ikan tertinggi di Bumi. Namun, meski lebih dari 120 juta orang bergantung pada terumbu karang sebagai mata pencaharian mereka, ekosistem yang rentan ini berada dalam ancaman akibat pemanasan air, pengasaman laut, dan metode penangkapan ikan yang merusak.

 

Di jantung Coral Triangle Center, di pulau Nusa Penida, Bali, Mission Blue Hope Spot Champion Rili Djohani dan Wira Sanjaya bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk melindungi dan memulihkan kesehatan habitat laut di sekitar pulau tempat mereka tinggal. Keduanya telah membantu membentuk Marine Protected Area (MPA) atau Kawasan Konservasi Laut seluas 20.000 hektar di sekitar pulau, yang ditambahkan ke jaringan global situs kelautan dengan keanekaragaman hayati dan ekologi penting Mission Blue yang disebut Hope Spots pada tahun 2020.

 

Djohani sendiri telah menghabiskan waktu bertahun-tahun bekerja sebagai ahli ekologi kelautan, mengantongi gelar Master of Science di Belanda dan menghabiskan banyak waktu menyelam di Laut Utara, Mediterania, dan Karibia. Namun, tumbuh besar di Belanda dan pindah ke Indonesia, di tengah Coral Triangle Center (CTC), ia tidak menyadari apa pun dibandingkan dengan dunia bawah laut yang ia temukan di sana.

 


Daerah Perlindungan Laut Nusa Penida dihuni oleh 296 spesies terumbu karang dan 576 spesies ikan terumbu. Ini juga merupakan salah satu populasi manta ray terbesar di dunia © Rolex


“Saya sudah menyelam di seluruh Indonesia, dan saya selalu kagum dengan keindahan bawah air, keanekaragaman karang, warna, ikan karang, spesies ikonis, sungguh menakjubkan. Saya menyadari di sinilah tempat saya berada,” ujarnya. Setelah menyaksikan betapa warna-warni cerah dan kehidupan terumbu karang di Indonesia mulai memudar, Djohani memutuskan untuk mengambil tindakan, dan pada tahun 2010 dengan mendirikan Coral Triangle Center (CTC).

 

Hanya setahun sejak ia mendirikan yayasan nirlaba tersebut, tim Djohani berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia dan masyarakat lokal untuk menetapkan MPA di sekitar pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan, di lepas pantai selatan Bali. MPA merupakan rumah bagi sekitar 570 spesies ikan karang, termasuk pari manta dan mola-mola laut yang menakjubkan, serta hampir 300 spesies karang, mewakili lebih dari 76 persen dari seluruh spesies karang yang diketahui.



Sekumpulan ikan dan terumbu karang yang melimpah di area lepas pantai Nusa Lembongan. Para penyelam dapat menyaksikan kekayaan biodiversitas bawah laut Daerah Perlindungan Laut Nusa Penida di Indonesia © Rolex

 

Namun, upaya Djohani menjangkau jauh melampaui wilayah kepulauannya sendiri. Ia menyebut terumbu karang sebagai “paru-paru laut”, karena secara global, terumbu karang menyediakan lebih dari 50 persen oksigen di lautan. Pada saat terumbu karang mengalami kepunahan secara global, harapan mungkin akan digantungkan pada terumbu karang di Nusa Penida. Karang lokal tampaknya sangat tahan terhadap pemanasan laut, yang mungkin disebabkan oleh naiknya air dingin yang kaya nutrisi dari kedalaman Samudera Hindia. Apapun alasannya, melindungi dan mempelajari terumbu karang dapat menghasilkan jawaban yang tidak terpisahkan dari upaya konservasi karang global.

 

Kolaborasi yang erat dengan penduduk lokal menjadi kunci pekerjaan Djohani sejak ia mendirikan CTC, karena ia menyadari pentingnya keterlibatan mereka dalam strategi konservasi jangka panjang. “Kami mendapat dukungan yang sangat besar sejak awal dari masyarakat lokal, yang mana sangat penting bagi Marine Protected Area ini,” jelasnya. Sebagian besar dari 48.000 orang yang tinggal di Nusa Penida bergantung pada laut untuk makanan dan pendapatan, dan CTC melatih kelompok masyarakat lokal untuk melindungi cara hidup mereka dengan mengelola MPA, melakukan survei satwa liar, dan mengadakan tur berpemandu.



Bagian timur laut dari pulau Nusa Lembongan, salah satu dari tiga pulau di Daerah Perlindungan Laut Nusa Penida, Indonesia, ditutupi oleh hutan mangrove luas yang memegang peranan penting dalam melindungi pesisir pantai © Rolex


CTC juga menyediakan sumber pendapatan alternatif dan berkelanjutan bagi masyarakat lokal yang memungkinkan mereka hidup di tepi laut dengan menghidupkan kembali praktik tradisional budidaya rumput laut dan menciptakan zona khusus di dalam MPA untuk wisata bahari berkelanjutan. “Masyarakat lokal adalah pihak yang paling terkena dampak dari hilangnya ekosistem ini dan mereka juga yang akan mendapatkan manfaat paling besar dari pengelolaan kawasan konservasi laut yang efektif,” jelas Sanjaya.

 

Tak hanya melindungi ekosistem Nusa Penida, CTC turut memulihkannya. Dengan pamasangan rangka baja berlapis pasir di dasar laut, yang kemudian ditempelkan pecahan karang hidup, Djohani dan timnya menumbuhkan kembali terumbu yang hilang.



Indonesia adalah salah satu produsen rumput laut terbesar di dunia. Budidaya rumput laut memberikan tambahan pendapatan bagi komunitas lokal di Daerah Perlindungan Laut Nusa Penida, tanpa merusak lingkungan © Rolex


Baru-baru ini, CTC bekerja sama dengan kelompok masyarakat lokal Satya Posana Nusa menanam 10.000 pohon bakau di seluruh MPA untuk membantu memulihkan hutan bakau tersebut. Perlindungan relatif dari hutan bakau menyediakan tempat berkembang biak bagi ikan karang dan ikan laut, sehingga menjadikannya bagian penting dari ekosistem laut yang lebih luas. Pepohonan juga memerangkap sedimen, yang melindungi pulau-pulau tersebut dari badai, dan menangkap karbon dari atmosfer, menjadikannya penting dalam upaya lokal dan global melawan perubahan iklim.

 

Djohani dan Sanjaya berharap, dengan dukungan Mission Blue dan Perpetual Planet Initiative, Nusa Penida Hope Spot dapat menjadi contoh bagi para pegiat konservasi di seluruh dunia, menunjukkan bagaimana melindungi ekosistem laut sekaligus menjaga penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat lokal. “Seiring dengan semakin banyaknya orang yang terinspirasi untuk terlibat, saya menjadi semakin optimis bahwa kita dapat mendorong laut menjadi lebih sehat,” tutup Sanjaya.