19 September 2023
Nicky Clara Menegakkan Inklusivitas dengan Memberdayakan Kehidupan Kelompok Marginal
PHOTOGRAPHY BY doc. SETARA BERDAYA

Seorang perempuan muda penyandang disabilitas daksa yang aktif di berbagai kegiatan dengan misi sosial. Nicky Clara lahir dengan keterbatasan fisik, ia telah menggunakan prosthetic leg (kaki palsu) sejak usianya satu tahun. Sebuah kondisi yang nyatanya tidak membatasi ruang geraknya. Nicky mematahkan stigma dengan tetap melakukan kegiatan seperti non-disabilitas dan menempuh pendidikan dasar di sekolah umum. Sebelum menekuni dunia social enterprise, Nicky telah menjajal berbagai pekerjaan mulai dari guru les Bahasa Inggris hingga pernah berkarier di perusahaan multinasional. Perempuan kelahiran 1990 ini meraih gelar sarjana jurusan Psikologi di Universitas Tarumanagara kemudian pada 2016 menyelesaikan studi pascasarjana dan memperoleh gelar Master of Business Administration di Institut Teknologi Bandung.
Nicky Clara mulai terjun ke dunia social enterprise sejak 2017. Ia mendirikan brand Tenoon yang menciptakan produk kreasi dari kain tenun dimana ia melibatkan para penyandang disabilitas sebagai penjahit dan pekerjanya. Ia juga kerap memberi pengetahuan dan pelatihan kepada penyandang disabilitas secara gratis dengan dukungan berbagai sponsor. Pada 2018 Nicky berkesempatan mengikuti YSEALI (Young South East Asia Leaders Initiative) for Economic Empowerment di Amerika Serikat. Sebuah program yang menjadi pintu masuk Nicky menuju dunia bisnis dan pemberdayaan. Ia lantas tergerak untuk menjadi entrepreneur yang dapat memberdayakan sesama penyandang disabilitas sekaligus menciptakan masyarakat inklusif di Indonesia. Selain menggagas Tenoon, pada 2020 Nicky menciptakan wadah kolektif bernama #BerdayaBareng yang bertujuan meningkatkan kemampuan para penyandang disabilitas. Kini Nicky tengah mempersiapkan lahirnya Setara Entertainment, sebuah talent management bagi kelompok marginal agar dapat berkarya dan berdaya secara ekonomi melalui pelatihan dan pendampingan yang terbuka aksesnya bagi para perempuan, kaum muda, dan penyandang disabilitas.
Apa yang bisa diceritakan dari BerdayaBareng?
“BerdayaBareng merupakan sebuah platform pemberdayaan perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas, yang menyediakan akses terhadap program untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas agar kelompok marginal, khususnya di Indonesia timur, bisa menjadi individu unggul. Kami berupaya mempersiapkan para perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas agar mampu menunjukkan kapasitas dan kapabilitas hingga terwujud pemberdayaan bersama dalam lingkungan yang inklusif. Dampaknya mulai terlihat dari beragam kegiatan pemberdayaan yang telah kami upayakan. Lebih dari 450 UMKM dan lebih dari 3.000 pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas terberdayakan. Kami juga telah melaksanakan lebih dari 200 kelas pelatihan dan mentoring, yang menjangkau lebih dari 28 kota dan daerah di Indonesia.”
Kegiatan apa yang dilakukan untuk menciptakan pemberdayaan dan lingkungan yang inklusif?
“Pemberdayaan dilakukan melalui pelatihan untuk meningkatkan hard skill dan soft skill. Dari segi pekerjaan, kami membantu membuka akses kesempatan kerja bagi para pemuda dan kaum perempuan serta penyandang disabilitas. Dalam aspek informasi, kami menciptakan komunitas yang sama-sama berkeinginan untuk #BerdayaBareng, khususnya masyarakat Indonesia bagian timur.”
Bagaimana Anda melihat kepercayaan masyarakat saat ini terhadap kelompok penyandang disabilitas?
“Secara perlahan namun pasti, masyarakat dan perusahaan mulai membuka kesempatan kerja bagi para penyandang disabilitas. Beberapa perusahaan retail dan kedai kopi bahkan sudah mulai mempekerjakan teman-teman Tuli sebagai karyawannya. Tentu masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai. Berbagai asumsi dan stigma juga masih jamak kita temukan. Kalau kita ingat dulu para aktivis memperjuangkan kesetaraan gender dan mengupayakan agar perempuan bisa menempati berbagai wilayah profesi, sekarang kita mulai melihat perempuan-perempuan dengan pendidikan tinggi dan kapasitas yang sama seperti laki-laki. Kita juga sudah mulai jamak melihat adanya direktur perempuan, menteri perempuan, dan posisi-posisi strategis yang biasanya didominasi laki-laki. Artinya, perjuangan dan optimisme itu harus terus dijaga. Di sisi lain, kepercayaan publik juga harus diiringi dengan kemampuan para penyandang disabilitas. Kita para penyandang disabilitas harus membuka diri dan mempersiapkan kapasitas dan kapabilitas agar dapat ikut berkarya dan berkontribusi di tengah kehidupan masyarakat.”
Kesalahpahaman apa yang kerap terjadi dalam memahami penyandang disabilitas?
“Sebenarnya kami bukan ingin dianggap istimewa, tapi lebih tentang persoalan perlunya aksesibilitas yang memang berbeda karena kami punya keterbatasan. Misalnya akses gedung parkir yang ramah disabilitas dan antisipasi kebakaran yang seharusnya tidak hanya berbentuk alarm tapi juga berupa lampu peringatan yang berguna bagi teman Tuli. Ketika akses terpenuhi, maka kami penyandang disabilitas bisa menjalani kehidupan seperti biasa. Saat tidak memakai kaki prostesis, maka saya tidak bisa berfungsi maksimal. Namun dengan bantuan prosthetic leg, maka bisa dibilang saya bukan penyandang disabilitas karena berkat kaki palsu ini saya bisa hidup seperti manusia pada umumnya. Jadi bukan ingin dianggap luar biasa, tapi ada kebutuhan agar dikasih aksesibilitas sebab kami punya keterbatasan.
Selain itu sejak lama para penyandang disabilitas dilihat sebagai objek, menjadi seseorang yang patut dikasihani yang akhirnya berbagai program dibuat dengan tujuan untuk mengasihani penyandang disabilitas. Saya bisa memahami bahwa benar ketika urusan sandang dan pangan belum terpenuhi, maka sulit untuk berpikir secara akselerasi. Namun penting bagi teman-teman disabilitas agar memiliki ‘growth mindset’, sesuatu yang kami upayakan melalui berbagai program pelatihan.”
Seperti apa bentuk pelatihan dan pemberdayaannya?
“Komitmen pemberdayaan ekonomi diwujudkan melalui program yang mendukung pengembangan usaha pelaku UMKM. Dukungan diberikan dalam bentuk pinjaman tanpa bunga untuk modal usaha, pelatihan lanjutan, serta mentoring dan pendampingan usaha. Organisasi BerdayaBareng sempat berkolaborasi dengan salah satu perusahaan BUMN untuk memberdayakan perempuan terutama dalam perihal kemampuan esensial di era digital seperti penguasaan teknologi digital, kemampuan berpikir analitik dan inovatif, serta kemampuan toleransi dan ketahanan terhadap tekanan. Selain itu terdapat pula pelatihan makeup artists bagi penyandang difabel Daksa dan difabel Tuli, serta pengenalan dunia kerja kepada teman-teman disabilitas termasuk menyangkut pengetahuan karier, penghasilan, hingga kehidupan sosial di wilayah profesional. Kemudian ada pelatihan radio broadcasting bagi teman-teman Netra dan Daksa, pelatihan resepsionis dan housekeeping bagi difabel Tuli dan Daksa, serta pelatihan social media admin yang mengajak teman-teman difabel melakukan simulasi pekerjaan berdasarkan disabilitas mereka. Misalnya teman Tuli dan Daksa menjadi admin media sosial serta teman Netra dan Daksa menjadi call centre, sampai akhirnya keterbatasan tidak lagi jadi hambatan dalam memaksimalkan bakat-bakat diri kita,”
Apa tantangannya?
“Dulu kita bertanya-tanya, seberapa besar kemungkinannya perempuan bisa punya karier dan memiliki penghasilan sama seperti laki-laki? Dengan perjuangan dan optimisme, akhirnya misi feminisme mulai terwujud satu per satu. Sama seperti sekarang kita bermimpi untuk melihat kehidupan masyarakat yang inklusif yang merangkul kelompok marginal agar bisa berdaya bersama-sama. Maka tantangannya adalah memelihara rasa optimis. Kalau ada teman-teman di komunitas yang menyerah dan merasa tidak tahu lagi mesti mengejar apa, hal itu sesuatu yang menyedihkan buat saya pribadi. Saya juga berharap semakin banyak orang peduli pada kaum marginal. Di kota-kota besar mungkin ada banyak perempuan yang berdaya yang punya beragam pilihan, tapi bagaimana dengan kaum perempuan di pelosok daerah? Belum lagi kalau bicara soal penyandang disabilitas dengan segala barriers dan stigma masyarakat yang ikut membatasi. Sungguh bukan pekerjaan yang mudah, maka sangat penting menjaga awareness, terus merawat harapan, dan selalu persisten agar tidak putus asa di tengah jalan,”