CULTURE

14 September 2024

Ekspresi Jukstaposisi Berpadu Harmonis Mendandani Garis Desain Minimalis Kediaman Omar Daniel


PHOTOGRAPHY BY Liandro N. I. Siringoringo

Ekspresi Jukstaposisi Berpadu Harmonis Mendandani Garis Desain Minimalis Kediaman Omar Daniel

styling Alia Husin; grooming Claudya

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

photography by Liandro N. I. Siringoringo

"Sewaktu kecil dulu, ayah sering kali membawa saya jalan-jalan menelusuri banyak kawasan komplek perumahan,” cerita Omar Daniel, “Beliau bukan arsitek; tidak ada yang menyandang latar belakang arsitek di keluarga kami. Kami hanya menikmatinya sebagai aktivitas sore hari.” Sebuah kenangan yang mengantarkan perbincangan kami selagi bersantai di teras halaman belakang rumahnya. Kegiatan semasa kanak-kanak bersama sang ayah itu diakui Omar memiliki andil besar dalam menumbuhkan ketertarikannya terhadap seni arsitektur di hari ini. “Tentu saja pemahaman saya saat itu terbatas, saya tidak benar-benar memahami desain arsitektur. Namun saya belajar tentang nilai keindahan sebuah rumah, hingga mulai membayangkan seperti apa rumah saya kelak,” ujarnya.

Omar kecil memimpikan tinggal di hunian serba putih. Sebuah kolam renang berukuran besar, lengkap dengan perosotan raksasa serta rupa-rupa permainan air, menyemarakkan halaman belakangnya. Di atas kolam renang itu, ia mendambakan jembatan yang membentuk interkoneksi ke area bagian dalam rumah. “Selayaknya angan-angan imajinasi seorang anak kecil yang banyak terpengaruh film Richie Rich. Hahaha,” kisah laki-laki kelahiran Surakarta tahun 1995 itu memecahkan gelak tawa kami. Fantasi tersebut jauh dari menifestasi visual tempat kami duduk berbincang saat ini. Alih-alih taman bermain spektakuler, halaman belakang rumah Omar merupakan ruang terbuka hijau yang bersahaja dengan calathea luthea hidup berbaris di atas tanah berumput. Cahaya matahari meruah. Suatu pemandangan yang menyajikan kesegaran bagi tatapan mata.


Gagasan Omar akan estetika rancang hunian tumbuh dewasa seiring berjalan usia, serta bertambahnya wawasan terkait seni arsitektur. Ia tidak lagi mendambakan denah megah mansion bermuatan taman hiburan. Visinya berkembang dalam konsep lebih minimalis. “Saya sangat menggagumi modernitas arsitektur desain minimalis, seperti karya-karya Andra Matin,” tuturnya. Ia bukan sekadar menyasar perkara estetika, tapi juga secara fungsional. Ia tidak ingin pulang ke rumah yang “bising”. Ia menginginkan sebuah kediaman yang nyaman, sebagaimana penuturannya, “Tempat saya beristirahat dari segala hiruk-pikuk dunia.” Hidup dekat dengan alam, buat Omar, ialah salah satu elemen yang mampu menghadirkan unsur tersebut.

Berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 500 meter persegi, bangunannya yang menjulang tiga lantai berukuran ±550 m2 (plus arena rooftop yang pemanfaatannya masih berkutat dalam benak, “antara perpanjangan utility room, atau dibuat taman atap sekaligus area bersantai yang memaparkan pemandangan langit malam,” pikir Omar. Ia belum memutuskannya) tampil asri dikelilingi ragam rupa sudut hijau. Manifestasinya tersebar dari penempatan tanaman dalam pot-pot hingga lahan taman di halaman depan, belakang, serta balkon di lantai dua dan tiga. Sebuah kolam air—bukan kolam renang—berbentuk persegi panjang mencuri perhatian sepanjang alur jalan menuju pintu masuk utama. Di permukaannya mencuat tiga batu bidang datar persegi yang berjajar membentuk jembatan kecil mengarah halaman depan, di mana terdapat gazebo beratap reng kayu dilapis kaca. “Saya memang tidak membangun kolam renang yang dilalui jembatan, sebagaimana mimpi semasa kecil. Saya hanya memanifestasikan ide tersebut dengan pengimplementasian yang lebih realistis,” ujar Omar, “Jembatan di atas kolam air hadir sesuai manfaat. Kolam air pun dibuat lebih bersifat fungsional untuk membantu menjaga temperatur suhu agar suasana lebih sejuk, dan agar tidak terlalu dingin saat malam hari.”


Sebagai warga kota metropolitan di daerah beriklim tropis, Omar sadar betul akan pentingnya desain bangunan yang mampu merespons lingkungan secara baik. Cetak birunya ia percayakan kepada biro desain Dhanie & Sal. Di bawah arahan duet artistik Dhanie Syawalia dan Salman Rimaldhi, konsep desain minimalis huniannya digubah dalam gaya modern tropical. Spasial dirancang lapang dengan efisiensi penggunaan sekat, serta jarak ceiling yang tinggi. Tiap ruangan juga kaya bukaan lebar melalui penerapan jendela besar, beberapa di antaranya multifungsi sebagai pintu geser. Idenya adalah memastikan sirkulasi udara sekaligus pencahayaan alami agar dapat diterima secara maksimal oleh hampir setiap area di dalam rumah. “Dengan begitu, kita bisa menghindari pemakaian lampu maupun pendingin ruangan di siang hari,” kata Omar. 

Etika keberlanjutan tak luput menjadi aspek substansial yang disertakan Omar sebagai rancangan rumahnya. Selain berhemat energi, sebagian fasad rumah—yang dipasang sebagai kerai jendela kaca transparan di lantai dua—didesain memanfaatkan material rotan sintetis yang terbuat dari plastik ramah lingkungan. “Sifat bahan sintetis plastik sendiri lebih tahan lama; aman dari rayap. Kalau sewaktu-waktu renovasi rumah, karena kebutuhan atau keinginan ganti desain, tidak serta-merta menjadi limbah. Sebab bahannya bisa didaur ulang setiap jangka waktu sepuluh tahun,” kata Omar. Material hasil daur ulang juga tampak melekat pada sederet pilihan furnitur, di antaranya kabinet sepatu dekat powder room; kotak tisu; serta tatakan gelas.


Dalam menata interiornya, aktor pemeran Diaz di film Architecture of Love itu kerap memadupadankan perabot beragam aliran garis desain. Misalnya sofa bernuansa klasik ala Amerika dan sepasang armchair gaya Nordic untuk mendandani area living room. Padu-padan yang paradoksal dari tampilan arsitektur ruang minimalis, pikir saya. Pun tak dipungkiri oleh Omar, namun komposisi tersebut bukan tanpa alasan. Bentuk ekspresi keindahan jukstaposisi salah satunya. “Plus sofa ini sangat nyaman. Saya bisa mendengarkan musik, membaca buku, dan menonton tv sambil berbaring menyelonjorkan kaki. Santai sepenuhnya,” tuturnya, “Saya menyukai benda-benda saya penuh rasa kenyamanan.” Kendati demikian, konstruksinya masih terlihat beradu secara sepadan. Tipnya ialah mengurasi setiap furnitur dengan mempertahankan palet rona natural. Abu-abu, putih beige, hitam, dan cokelat dipilih sebagai kombinasi harmonis yang membuat hunian tampil terang serta lapang dalam nuansa keteduhan. Di beberapa sudut ruang, warna-warni cerah disuntikkan lewat sejumlah ornamen dekoratif seperti lampu meja, baki, juga rupa-rupa karya seni kontemporer. “Dua tahun pembangunan hingga akhirnya bisa menempati rumah ini beberapa bulan silam, dan saya masih berkutat menata tiap ruangan. Hahaha,” ujarnya tergelak. Anda pasti tahu betapa kadang butuh waktu lama untuk menata rumah. Apalagi, bagi Omar, “Rumah ini adalah tempat di mana saya berencana bertumbuh hingga hari tua; tempat saya hidup bersama keluarga saya sendiri nantinya,” tutupnya