CULTURE

20 September 2023

Elemen Budaya Peranakan Mempercantik Karakter Hunian Klasik-Modern Milik Noi Aswari Hamka


PHOTOGRAPHY BY Liandro N. I. Siringoringo

Elemen Budaya Peranakan Mempercantik Karakter Hunian Klasik-Modern Milik Noi Aswari Hamka

Balkon lantai tiga  rumah keluarga Noi Aswari yang berlokasi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, ibarat sebuah oasis. Berbagai tumbuhan hijau hidup secara asri di tiap sudut. Suasananya begitu menyegarkan. Dari atas sini, hamparan lanskap pohon-pohonan nan rimbun Taman Situ Lembang menyuguhkan pemandangan yang kian memanjakan mata sejauh memandang ke depan. “Pemandangannya segar banget, ya. Saya biasa bermeditasi dan melakukan yoga di sini,” cerita Noi ketika kami beranjak masuk ke dalam sebuah ruangan yang tampak dialokasi sebagai studio olahraga, kemudian turun ke lantai satu.

Keberadaan tumbuhan turut hidup di bagian dalam rumah. Serangkaian tanaman bunga yang dikeringkan (dried flower) tampak menghiasi sudut-sudut di beberapa ruangan. Bukan hanya karena hari ini bertepatan perayaan ulang tahun pernikahannya yang ketiga, dan sang suami, Feisal Hamka, tengah bersikap romantis memenuhi rumah mereka dengan lusinan karangan bunga. Tapi esksistensi dried flower merupakan salah satu aksesori penoreh warna bagi paras huniannya yang dicat serba putih. “Oh, I love dried flower! Mereka bertahan lebih lama, dan secara estetika somehow terlihat lebih artistik,” kata Noi tentang preferensi karakter tanaman bunganya yang tak biasa.


Penoreh karakteristik lainnya di kediaman co-founder klinik Tawa Studio, di mana ia turut menjalankan praktik profesinya sebagai Dokter Gigi itu tersurat nyata lewat berbagai bentuk elemen chinoiserie. Guci-guci beragam ukuran dengan ukiran, corak dan warna tampil menata hunian sejak dari area foyer. Mengisi relung-relung di dinding, di tempatkan di atas lemari kabinet, hingga berdampingan dengan drawer kayu bergaya vintage dan bermotif ilustrasi pemandangan alam.

Piring-piring porselen bercorak oriental warna biru mengaksentuasi dinding di atas piano yang menyemarakkan living room. Di ruang makan, meja lazy susan kombinasi material kayu dan marbel senada lantai ruangannya hadir sebagai primadona ruangan yang menjamu bersantap. Suatu arahan desain yang—sekilas terbesit dalam pikiran saya—tampaknya sedikit konvensional untuk seorang Noi Aswari, yang dikenal sebagai teladan mode dan gaya hidup masa kini bagi lebih dari 89 ribu pengikut akun pribadinya di media sosial. “Rumah ini merefleksikan identitas budaya keluarga kami. Elemen chinoiserie mewakili latar budaya keluarga Feisal yang berdarah Tionghoa. Saya sendiri berasal dari Sumatera Selatan. Di rumah ini, saya dan suami berusaha mengharmoniskan akar budaya kami untuk tumbuh berdampingan lewat sejumlah elemen-elemen dekoratif,” ungkap Noi.


Desainer interior Hidajat Wardhana ialah ahli yang dipercaya dalam membantu mewujudkan visi tersebut. Furnitur berpalet warna natural seperti cokelat dan krem dipilih untuk mengimbangi nuansa ruangan menjadi lebih hangat dengan latar dinding warna putih dan lantai marmer yang berkarakter dingin. “Sementara untuk porselen chinoiserie, kami sengaja memilih dominan warna biru,” ujar Noi. Warna biru di pandangan perempuan yang juga berkecimpung di bidang usaha kuliner (ia terlibat di balik layar restoran Lean Mean dan Kama) ini menyuntikkan kesan terang tanpa meledak-ledak dan modern secara subtil; sebagaimana ia menggambarkan desain rumahnya dalam konsep, “oriental modern classic.”


Berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 1000 meter persegi, cetak biru rumah rancangan Jeffrey Budiman tersebut dibangun tiga tingkat, ditambah lantai dasar sebagai garasi. Antara zona publik dan zona privat ditempatkan berbeda lantai demi menjaga ruang privasi bagi penghuni. Alih-alih menerapkan konsep open space yang meleburkan dinamika ruang hunian sebagai kesatuan, setiap ruangan diatur untuk berdiri mandiri. Meski begitu, interaksi antar ruangan tetap terjalin berkesinambungan. Pintu geser berukiran dilapis kaca transparan ditempatkan sebagai sekat pembatas yang cerdas. “Kita tinggal membuka dan menutup pintu saat membutuhkan privasi lebih. Misalnya, ketika saya dan Feisal harus menjamu tamu di saat bersamaan,” katanya. Jendela kaca menjulang tinggi memastikan pencahayaan natural mampu mengalir masuk secara maksimal ke setiap ruangan dan rumah terasa terang.


“Rumah adalah tempat kami pulang di penghujung hari yang sibuk. Ini adalah tempat keluarga kami tumbuh, dan sebagai tempat bertumbuh, rumah harus bisa memberikan ruang bernapas yang nyaman dan menenangkan,” tutup Noi mengakhiri kisah tentang huniannya sembari kami menikmati suasana damai selagi duduk bersantai di dipan kayu dengan kipas angin detail anyaman menggantung di langit-langit serambi samping rumah.