LIFE

6 Januari 2021

Ardhito Pramono Menyoal Transisi Karya


Ardhito Pramono Menyoal Transisi Karya

Ardhito Pramono memperkenalkan diri lewat musik. Ketika sang musisi ‘bersuara’ di atas panggung sinema, ia berkisah metamorfosisnya.

Krisis hidup seperempat abad bukan penyebab Ardhito Pramono yang biasa menggema lewat lagu sendu bermelodi swing jazz, kini bermain peran. Ia meyakinkan dirinya tidak sedang bergumul kemelut kehidupan. Fase sulit tersebut telah menghampiri beberapa tahun silam, kala ia dilematik memutuskan musik sebagai jalan hidup pilihan. Walau begitu, penyanyi dan penulis lagu kelahiran 1995 itu tetap tersentak ketika saya menyatakan praduga menyoal transisi karya yang tengah ia lakukan. “Hmm… pertama kalinya saya mendapat pertanyaan seperti ini,” katanya tertawa.

“Sepertinya krisis identitas saya sudah lewat ketika memutuskan keluar dari dunia perkantoran dan memilih menjadi seorang musisi.” Gelaknya memelan seiring sambungan telepon yang menjadi sunyi. Ardhito Pramono termangu (saya dapat merasakannya lewat helaan napas panjang yang terdengar). Tapi pendiriannya stabil. “Saya pikir, seni peran yang saya lakukan sekarang adalah buah dari ilmu perfilman yang saya tekuni di bangku kuliah,” ujar alumni JMC Academy di Sydney, Australia, itu menegaskan jawaban.

Kuliah perfilman sejatinya lebih banyak memaparkan Ardhito—sapaan akrabnya—pada balik layar sinema, alih-alih mendidiknya menjadi seorang aktor. “Ada kebahagiaan tersendiri,” akunya dalam mengamati proses produksi sebuah film; bagaimana serangkaian adegan disusun menjadi kesatuan hingga mempertontonkan suatu kisah yang membangkitkan imaji penonton. “Semasa belajar film, saya banyak menggali tentang penulisan skrip. Saya berkeinginan untuk bisa menulis naskah cerita yang dapat diangkat menjadi karya visual,” tutur Ardhito.

elle indonesia januari 2021 young talent - ardhito pramono - photography ryan tandya - styling sidki muhamadsyah - editor ayu novalia
Ardhito Pramono for ELLE Indonesia January 2021, photography RYAN TANDYA styling SIDKY MUHAMADSYAH

Namun peluangnya berkontribusi dalam film terbuka lewat cara yang tidak ia duga. Ia justru dirayu untuk bergerak di depan kamera. Undangan pertama datang kepadanya dalam judul Eggnoid (2019), yang kala itu ia relakan lantaran merasa belum memiliki kapabilitas untuk memenuhi kebutuhan lakonnya. Bagaimana dengan petuah yang mengatakan bahwa kita tidak akan pernah tahu sebelum mencoba? Karenanya, saat penawaran kembali di tangan, Ardhito berpikiran terbuka dan merangkul kesempatan. Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini yang dirilis awal tahun 2020 silam menjadi garis start perjalanan Ardhito Pramono di ranah sinema. Dalam film drama yang mengumbar topik kesehatan mental besutan Angga Dwimas Sasongko itu, ia dipercaya memerankan tokoh Kale, seorang manager band yang menyabotase hubungan romansanya sebab trauma patah hati. Film tersebut pecah di pasaran—menjadi nomor dua terlaris sepanjang tahun 2020—dan Ardhito berhasil mendapatkan peran hit pertamanya.

Sukses menghidupkan sosok Kale di mata penonton, memupuk rasa percaya diri Ardhito untuk mengambil alih lampu sorot di film kedua: Story of Kale: When Someone’s In Love (rilis Oktober 2020). Untuk spin-off dari film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini tersebut, Ardhito ditantang kembali menjelmakan peran yang melambungkan reputasi aktingnya dengan permainan emosi secara lebih mendalam. Berperan diakui oleh Ardhito memberikannya kenikmatan emosional. “Dapat berekspresi lewat karakter orang lain selama beberapa minggu adalah sebuah pengalaman yang luar biasa,” ungkapnya. Ia tidak berencana menyudahi perasaan tersebut. Setidaknya, di tahun 2021, Anda dapat menyaksikannya Ardhito Pramono berada di antara Amanda Rawles dan Jefri Nichol dalam jilid ketiga film Dear Nathan: Thank You Salma.

elle indonesia januari 2021 young talent - ardhito pramono - photography ryan tandya - styling sidki muhamadsyah - editor ayu novalia
Ardhito Pramono for ELLE Indonesia January 2021, photography RYAN TANDYA styling SIDKY MUHAMADSYAH

Melihat Ardhito asyik meninggalkan jejak di ranah sinema, bagaimana dengan kiprahnya di panggung musik? “Saya akan merilis lagu tema Natal di bulan Desember 2020, dan sedang mengerjakan proyek minialbum untuk lagu-lagu anak,” ungkapnya ketika saya temui di lokasi pemotretan bersama ELLE beberapa hari sebelumnya.

Peraih Artis Jazz Kontemporer Terbaik yang dinobatkan Anugerah Musik Indonesia tahun 2020 itu tidak akan melepas hasratnya bermusik. Terlebih setelah segala perjuangan yang perlu ia lewati untuk dapat berdiri tegak di jagat musik Tanah Air. “Dulu, ada masa di mana saya mencoba merumuskan formula R&B, berusaha mengikuti zaman karena pada waktu itu disko ala Breakbot sedang populer. Tapi pada akhirnya menyerah,” kisahnya setengah tergelak mengenang masa lampau. Proses menemukan karakter musik jaz yang sesuai nurani, membuat Ardhito berjalan lambat selama empat tahun—dari 2013 kala mengunggah karya pertama melalui YouTube—sebelum akhirnya merilis minialbum eponim perdana secara indie di tahun 2017.

Pergulatannya mendefinisikan identitas tidak berhenti di titik tersebut. Saat talentanya mulai ditarik label rekaman yang lebih besar, Ardhito Pramono menemukan dirinya secara tidak sadar berkompromi dengan karya dan kehidupan. “Saya kembali mencipta lagu yang sama sekali tidak mencerminkan kepribadian saya, hanya karena mencoba fit in di lingkungan baru. Saya berubah menjadi Yes Man, menyanggupi segala permintaan hingga kelelahan secara jiwa dan raga, agar dipandang fleksibel. Padahal, tidak ada yang benar-benar menuntut saya untuk melakukannya. Tapi saya pikir dengan begitu akan mempermudah proses adaptasi,” kisah Ardhito. “Sekarang saya berusaha memilih hal-hal mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih,” katanya setelah mempelajari seni untuk berkata tidak.