LIFE

4 Maret 2022

Enzy Storia Merayakan Hidup Secara Utuh dengan Tangan Terbuka


Enzy Storia Merayakan Hidup Secara Utuh dengan Tangan Terbuka

Enzy Storia sedang asyik dengan ponsel sembari mencari tempat makan siang di restoran di dalam arena Jakarta Golf Club. Tidak, keberadaannya di sana bukan untuk bermain golf. Perempuan yang dikenal lewat beragam julukannya itu; sebagai model, aktris, presenter, dan penyanyi—setelah beberapa waktu lalu ia unjuk suara membawakan kembali lagu Bila Aku Jatuh Cinta yang dipopulerkan oleh Nidji, serta dilanjutkan merilis single pribadi bertajuk Setengah Hati; tengah menjalani sesi pemotretan cover website majalah ELLE Indonesia. Enzy berjalan melewati meja di mana tim kreatif ELLE duduk, tatkala menyadari kehadiran saya—wajah baru yang tidak ia kenali sejak pagi hari tadi bertemu seluruh tim pemotretan. “Hai! Saya Enzy,” ia menyapa penuh kehangatan, dan dengan luwes ikut duduk bergabung di meja kami; bertepatan staf restoran mengantarkan menu pesanannya: satu ekor gurame bumbu dabu-dabu lengkap sepiring nasi. Enzy baru akan mengangkat sendok ketika menyadari ia bersantap seorang diri. Ia sontak menghentikan gerak tangannya, memastikan apakah seluruh orang sudah makan, sebelum akhirnya menikmati makananya.

Enzy, secara fisik dan sikap, tidak berbeda dari penampilannya di televisi maupun kanal saluran YouTube miliknya. Pembawaan dirinya sangat supel. Ia berbaur secara natural dengan semua orang; senantiasa terlibat dalam setiap pembicaraan yang tergelar di meja. Kami membahas mulai dari perkembangan pandemi Covid-19, isu pelecehan seksual yang tengah meramaikan pemberitaan media nasional, NFT, berita pop culture, fashion, rekomendasi film baru, bahkan sekelumit drama Kanye-Kim-Pete. Ia juga tak sungkan menuturkan agenda perjalanannya ke Amerika Serikat yang seharusnya dimulai awal bulan Februari silam, namun terpaksa mundur oleh karena ia harus menjalani isolasi mandiri setelah sempat terdiagnosis positif Covid-19. “Saya bakal meluangkan waktu cukup lama di U.S. (United States) karena akan berpindah-pindah negara bagian, dan di antaranya berencana menempuh jalur darat,” ungkapnya penuh antusias seraya meneruskan, “Tahun lalu sempat pergi ke U.S. tapi murni untuk urusan pekerjaan. Kali ini, saya hanya ingin bersantai sebelum situasinya menjadi sulit. Sebab kan, enggak ada yang tahu kondisi dunia di masa depan bakal jauh lebih baik atau, yah amit-amit, malah semakin buruk mengekang. Perjalanan ini untuk memperkaya memori saya akan kebahagiaan di dalam hidup.” Enzy melempar senyum mengakhiri obrolan makan siang kami. Ia telah kembali dipanggil untuk melanjutkan pemotretan seiring langit Jakarta yang mendadak perlahan berubah kelabu. “Sehabis lunch, saya hanya tinggal menyelesaikan satu look photoshoot, lalu kita bisa lebih leluasa ngobrol,” kata Enzy pada saya sebelum beranjak pergi.

Enzy Storia cover story ELLE Indonesia Website March 2022 - photography Zaky Akbar - styling Ismelya Muntu - interview Ayu Novalia
Enzy Storia for ELLE Indonesia March 2022 photography Zaky Akbar styling Ismelya Muntu fashion Kate Spade makeup Aditya Wardana hair Aileen Kusumawardani fashion assistant Hanna Azuraa digital imaging Satriya Wildan

Satu jam berlalu.

Gerimis mengakhiri sesi pemotretan. Enzy bangkit dari posisinya yang tengah berbaring di antara bebungaan, dan berlari kecil menembus rintik hujan yang mengguyur rumput hijau arena golf. Senyum tampak melukis wajah perempuan berdarah campuran Aceh-Polandia itu tatkala bergegas mencapai dataran teduh. Ia terlihat begitu riang alih-alih masam akibat kehujanan.

Ceria adalah karisma yang membuat Enzy diperhatikan oleh publik, plus impresi yang akan Anda tangkap tentang pribadinya. Tutur katanya kerap diselingi tawa, entah ia menertawakan lelucon yang dilontarkan orang lain atau ia sendiri yang membumbui pembicaraan dengan ungkapan jenaka. “Saya berusaha menjalani hidup dengan pikiran positif dan optimis. Saya memiliki pekerjaan yang, bagi saya pribadi, sangat mulia: menghibur dan menggembirakan hati orang-orang. Tentu saja saya harus ceria, saya bisa kehilangan pekerjaan kalau bersikap murung!” salah satu pembawa acara perempuan Tonight Show itu cekikikan (ini adalah salah satu bentuk humor Enzy) ketika kami kembali duduk bersama di restoran, selesai ia berganti pakaian. Ia menyambung, “Tapi serius deh, saya enggak melulu sebahagia seperti yang terlihat.” Wajah dan mata Enzy masih memancarkan keceriaan, meski begitu, saya bisa merasakan intonasi suaranya terdengar mendalam.

Enzy Storia cover story ELLE Indonesia Website March 2022 - photography Zaky Akbar - styling Ismelya Muntu - interview Ayu Novalia
Enzy Storia for ELLE Indonesia March 2022 photography Zaky Akbar styling Ismelya Muntu fashion Kate Spade makeup Aditya Wardana hair Aileen Kusumawardani fashion assistant Hanna Azuraa digital imaging Satriya Wildan

Awal tahun 2020 (tak lama setelah pandemi Covid-19 memorakporandakan dunia beserta kehidupan manusianya), Enzy mendapati dirinya terjerumus dalam suatu pergumulan batin yang kemudian mengantarkan ia menghantam titik kesadaran. “Pandemi memaksa saya menghadapi segala permasalahan yang selama ini tanpa sadar terbiasa saya pendam, atau kalau enggak, saya melarikan diri ke tempat jauh dan berharap masalah itu menguap dengan sendirinya. Lalu saat akhirnya tak ada pilihan ‘kabur’ karena harus berdiam diri di rumah, saya mulai merefleksi diri dan mempertanyakan, apa sih yang benar-benar pribadi saya butuhkan?” ujarnya, menghela napas sejenak sebelum kembali berujar, “Dan saya sampai pada keputusan bahwa saya membutuhkan bantuan profesional.” Dari nada bicaranya yang tenang saya menangkap suara berlega hati, plus karena ia mengatakannya sembari tersenyum (sungguh, Enzy sangat murah senyum). Walau begitu, tetap saja saya bertanya-tanya, apakah Enzy tengah berjuang menghadapi problematika kesehatan mental? Persoalan kompleks terkait aspek emosional manusia itu kini tengah menjadi topik hangat lantaran kian banyak orang yang—akhirnya—mulai lebih terbuka mengangkat subjeknya ke ruang publik. Tetapi pasal penting saat kita berbicara tentang kesehatan mental ialah tidak bijak bila menaruh opini berdasarkan asumsi. Maka dengan hati-hati saya bertanya, apa yang membawanya pada keputusan tersebut?

“Saya selalu berkeinginan menghibur orang, menyenangkan hati orang lain, tapi sering kali lupa membahagiakan diri sendiri. Mungkin, perilaku itu adalah hal biasa bagi sebagian orang di luar sana. Hanya saja, ketika terus menjalaninya selama bertahun-tahun; efeknya saya pun terus-menerus menganggap diri saya tidak cukup. Lama-kelamaan, perasaan itu memupuk serangkaian pemikiran dalam benak yang lantas mengecilkan kepercayaan diri saya, sampai menimbulkan kegelisahan. Pernah ada momen di mana saya merasa kalau diri saya, dan apa yang saya lakukan, tidak cukup baik dan pantas bagi orang lain. Saya selalu mempertanyakan diri apakah saya sudah bertindak dengan benar—setiap kali saya berbuat sesuatu,” jawab Enzy. Penggambarannya sangat sulit untuk dibayangkan bilamana melihat sosoknya yang tampak seolah tak pernah habis semangat. Dari mana asal perasaan rendah diri itu? “Untuk waktu yang sangat lama, saya terbiasa hidup mandiri. Bahkan, saya tumbuh besar dengan menjadi tempat bergantung bagi orang lain, dan karenanya, saya selalu berusaha keras menjadi figur yang kuat. Mungkin karena dorongan untuk selalu menjadi sosok yang bisa diandalkan itu, yang membuat saya kerap mengesampingkan, enggak jarang denial, terhadap perasaan pribadi. Dampaknya, saya jadi kurang mengenal diri sendiri,” ujarnya.

Enzy Storia cover story ELLE Indonesia Website March 2022 - photography Zaky Akbar - styling Ismelya Muntu - interview Ayu Novalia
Enzy Storia for ELLE Indonesia March 2022 photography Zaky Akbar styling Ismelya Muntu fashion Kate Spade makeup Aditya Wardana hair Aileen Kusumawardani fashion assistant Hanna Azuraa digital imaging Satriya Wildan

Berkonsultasi pada profesional—seorang ahli psikolog yang juga terapis holistis—membantu Enzy menyegarkan pemahamannya. Ia belajar memanajemeni diri menghadapi stres; memilah ketegangan emosional ke dalam tipe baik dan buruk. Cara pandang terhadap dirinya pun jauh tercerahkan. Ia tak lagi senantiasa mengecilkan kredibilitas sendiri, dan lebih menerima pribadinya secara utuh. “Awalnya, saya tidak yakin apakah meminta bantuan profesional adalah pilihan yang bijak. Pertimbangannya banyak sekali. Salah satunya, profesi saya yang dekat dengan sorotan publik; bagaimana jika nantinya persoalan kondisi saya diketahui orang-orang. Dan ditambah saya juga memiliki trust issue yang sangat besar; menaruh kepercayaan pada orang asing bukan hal mudah bagi saya,” ia bercerita sementara kedua tangannya bermain-main tisu. Kepercayaan—bagi Enzy, dan saya menyepakatinya—adalah sesuatu yang seharusnya diperoleh, bukan diberikan. Tetapi di satu sisi ia selalu memegang teguh firman Tuhan yang mensyariatkan umatnya untuk berikhtiar. “Pertolongan pertama yang akan menyelamatkan kita adalah diri kita sendiri. Dan saya rasa mencari bantuan profesional adalah langkah tepat untuk menolong diri saya. Saya pikir, barangkali berbincang dengan orang asing enggak jauh lebih sulit ketimbang bicara kepada orang yang saya kenal. Plus, orang-orang yang ahli dan bekerja di bidang ini telah berpengalaman menemui banyak manusia dengan beragam cerita serta permasalahan; saya rasa posisi mereka tidak diciptakan untuk menghakimi,” tuturnya.

September tahun 2020, Enzy tampil di salah satu acara bincang-bincang di saluran YouTube; berkisah tentang penyakit autoimun yang sempat melemahkan performa fisiknya semasa remaja hingga awal usia 20-an. Baik masyarakat menaruh simpati, berempati, atau menilainya sedang mencari sensasi, namun keterbukaan Enzy menuai atensi publik yang sangat besar. “Saya mulai berani terbuka memperlihatkan diri saya apa adanya, menghargai kemampuan, mengakui kekurangan saya, serta tidak malu untuk speak-up membahasnya di hadapan orang lain. Proses untuk sampai di titik berani itu pun melalui perjalanan sangat panjang, dan pelan-pelan, mulai dari keluarga lalu lingkaran pertemanan sekitar yang memang bertanya langsung pada saya. Ketika akhirnya cerita itu saya angkat ke publik, saya telah sampai di titik lelah bersembunyi. Saya hanya ingin dilihat apa adanya. Enzy tidak selalu bahagia. Enzy juga manusia yang memiliki masalah,” kata Enzy setelah berdamai dengan dirinya sendiri. Keberanian menampilkan kejujuran jati diri itu berlanjut pada tahun berikutnya, 2021, ia secara terbuka menuturkan kisahnya merangkai kebahagiaan keluarga dalam rekaman acara bincang-bincang saluran YouTube lainnya yang dengan cepat menjadi viral.

Enzy Storia cover story ELLE Indonesia Website March 2022 - photography Zaky Akbar - styling Ismelya Muntu - interview Ayu Novalia
Enzy Storia for ELLE Indonesia March 2022 photography Zaky Akbar styling Ismelya Muntu fashion Kate Spade makeup Aditya Wardana hair Aileen Kusumawardani fashion assistant Hanna Azuraa digital imaging Satriya Wildan

“Sejujurnya, saya sempat dilanda keraguan besar untuk mengangkat kehidupan pribadi ke ranah publik. Sebab, personal life itu, kan, adalah sesuatu yang sangat privat yang sebenarnya enggak perlu diketahui oleh—ibaratnya—seluruh dunia. Terlebih kehidupan saya bukan hanya tentang diri saya sendiri, tapi mencakup banyak orang yang terlibat di hidup saya, ibu dan adik saya. Walaupun keluarga sebenarnya tidak keberatan, mereka mengerti bahwasanya kami berkesempatan membantu orang lain lewat kisah kami,” aku Enzy. Di luar itu, ia turut memendam kecemasan yang jauh lebih besar: “Saya mendapat serangan panik yang cukup hebat pada hari video itu dirilis. Saya bahkan menjaga jarak dari media sosial selama satu bulan setelahnya karena tidak mau tahu reaksi publik. Bukan karena mengkhawatirkan sentimen negatif netizen, tapi justru sebaliknya. Dielu-elukan, dianggap hebat karena berhasil berjuang melewati rintangan kehidupan; ekspektasi orang sesungguhnya membuat saya takut.”

Menuju usia ke-30 pada Agustus mendatang, Enzy telah mengembangkan hubungan yang jauh lebih baik—lebih toleran, lebih berkeyakinan, lebih inheren—dengan pribadinya sendiri. Stabilitas, adalah kata yang ia gunakan untuk menggambarkan kondisi pikiran dan emosionalnya. “Dalam waktu yang begitu lama saya terbelit perasaan insecurity, kini pribadi saya jauh lebih secure,” ujarnya. Enzy bukan hanya berbicara secara emosional, tapi juga caranya menghargai tubuhnya. “Ketika awal memulai karier, saya menerima berbagai penolakan terkait bentuk fisik saya. Wajah saya dianggap tidak mencerminkan orang Indonesia, padahal seumur hidup saya menjadi warga negaranya,” cerita perempuan yang mengawali karier sebagai bintang iklan komersial itu. Standarisasi ukuran bentuk tubuh yang dianggap “ideal” oleh sebagian besar masyarakat, tidak terkecuali industri hiburan, pun memberi persoalan tersendiri bagi Enzy. “Tuntutan untuk terus-menerus bertubuh ideal sempat membuat saya mengonsumsi obat diet,” kisahnya mengenang, “Setiap kali berat badan saya bertambah, sedikit saja, saya langsung mendapat sederet komentar perihal tubuh saya, ‘Ih, gendutan deh lo,’ ‘kayaknya lo gemukan deh’. Akibat menerima bully secara konstan itu, saya lantas mengalami stress eating sampai berat badan naik drastis mencapai 67 kilogram. Barangkali angka tersebut enggak signifikan, tapi cukup berdampak bagi kondisi kesehatan saya.”

Enzy Storia cover story ELLE Indonesia Website March 2022 - photography Zaky Akbar - styling Ismelya Muntu - interview Ayu Novalia
Enzy Storia for ELLE Indonesia March 2022 photography Zaky Akbar styling Ismelya Muntu fashion Kate Spade makeup Aditya Wardana hair Aileen Kusumawardani fashion assistant Hanna Azuraa digital imaging Satriya Wildan

Enzy Storia menghabiskan hampir setengah kehidupannya—sampai hari ini—dengan menjadi penampil di televisi dan layar sinema. Penampilan perdananya yang singkat dalam sinetron Arti Sahabat (2010 – 2011) mengawali sederetan peluang berakting lain di berbagai judul film televisi (FTV), sinetron populer (seperti Putih Abu-abu dan Ganteng-ganteng Serigala). Wajahnya juga menghiasi layar lebar, di antaranya Pretty Boys (2019), dan Republik Twitter (2012) di mana ia menjajal talenta seni berperan bersama Abimana Aryasatya, Laura Basuki, serta Tio Pakusadewo. “Republik Twitter membuat saya jatuh hati pada seni peran dan ingin sekali mengasah pengetahuan di bidang film lebih dalam. Namun di masa itu, kebutuhan hidup membuat saya tidak bisa sepenuhnya bersikap idealis dalam menentukan pilihan. Setiap kesempatan ada di depan mata, maka itu yang harus saya jalani semaksimal mungkin,” tutur Enzy tentang bagaimana ia merintis jalur karier. Arah berkarya Enzy berkembang menjangkau ranah komedi tatkala dipercaya membawakan acara-acara program televisi bernuansa humor; mulai dari Comedy Night Live di tahun 2017, lalu dilanjutkan Tonight Show (2017) yang kian melejitkan reputasinya. “Saya mulai belajar hosting sejak 2014. Dari profesiini, saya menemukan sesuatu yang sifatnya real. Saya tampil apa adanya, dan bertemu dengan orang-orang berbagi kisahnya secara apa adanya. Saya bukan sedang membandingkan setiap pekerjaan, masing-masing punya makna tersendiri bagi saya, tapi hosting adalah pekerjaan yang paling dekat di hati,” katanya.

Konon usia 30-an merupakan titik monumental bagi seorang manusia. Beberapa orang mengatakan fase usia tersebut mengakhiri kejayaan masa muda, sementara sebagian besar orang lain memaknai waktu ini untuk memelihara gairah hidup mereka. Bagaimana dengan Enzy? “Saya sangat excited! Sekarang ini saya sedang menikmati setiap momen dalam hidup dan tidak memaksakan segala sesuatu untuk terjadi di target waktu tertentu. Saya hanya akan fokus pada segala sesuatu yang bisa saya kendalikan, tidak terlalu memikirkan hal-hal di luar kendali saya,” katanya. Ia percaya bahwa setiap hal memiliki waktunya sendiri. “Saya hanya berpikir, dalam hidup perlu memiliki goals; tidak cuma satu sebab kita tidak bisa hanya berhenti di satu tempat. Menyelesaikan satu goals, lalu menyusun pencapaian yang baru dan menyelesaikannya, begitulah makna kesuksesan hidup,” ujar perempuan yang sedang menempuh pendidikan Strata 1 bidang bisnis di Universitas Bina Nusantara Jakarta itu.

Hari telah menuju petang ketika saya bertanya untuk terakhir kali; di titik hidup ini, apakah Enzy masih percaya bahwa semua hal akan akan berakhir baik? “Pasti! Ada orang yang berpikir bahwa hidup tidak selalu memiliki happy ending seperti fairytale. Dan walaupun, saat ini sedang marak kampanye seputar toxic positivity yang kerap disalahartikan oleh mereka yang barangkali tidak begitu memahami makna yang sesungguhnya; tapi saya pribadi selalu memberikan afirmasi positif kepada diri sendiri. Buat saya pribadi, dengan berpikir optimis mampu memotivasi diri untuk berusaha. Pun kalau akhirnya gagal tidak masalah. Pada akhirnya, semua akan baik-baik saja,” pungkasnya.