LIFE

26 September 2022

Iqbaal Ramadhan Menempuh Lintasan Tak Lazim Seiring Tekad Mengukir Prestasi


PHOTOGRAPHY BY Vicky Tanzil

Iqbaal Ramadhan Menempuh Lintasan Tak Lazim Seiring Tekad Mengukir Prestasi

styling Sidky Muhamadsyah; fashion Dior (kemeja, celana, scarf); grooming Ranggi Pratiwi; hair Aileen Kusumawardhani; location The Dharmawangsa Jakarta

Iqbaal Ramadhan menumpukan satu kaki di kancah kreatif industri hiburan dan, pada saat bersamaan, mengupayakan agar satu kaki lain bisa berkelana di balik gemerlap popularitas.


Narasi-narasi remaja nyaris selalu meninggalkan kesan yang tak lekang oleh waktu. Perhatikan bagaimana awal kemunculan aktor legendaris Slamet Rahardjo yang identik dengan gaya menyampirkan blazer di bahu dengan satu tangan. Sulit juga untuk melupakan para remaja di era Catatan Si Boy dengan tasbih tergantung di kaca spion mobil. Kemudian pada masa kini, budaya populer kaum muda tak lepas dari sejumlah quotes yang menjamur di media sosial, padat oleh kutipankutipan pendek yang mencoba inspiratif dan indah. Film-film remaja di era sekarang pun tak lepas dari hal serupa. Simak kutipan populer dari film Dilan 1990 (2018), “Jangan rindu, berat, kamu enggak akan kuat. Biar aku saja”. Kutipan dari film karya sutradara Fajar Bustomi dan Pidi Baiq itu begitu kondang yang kemudian membuat Dilan 1990 meraup lebih dari enam juta penonton, Dilan 1991 mencapai lebih dari lima juta, sedangkan trailer Milea: Suara dari Dilan di hari pertamanya di YouTube ditonton lebih dari 10 juta kali.

Industri perfilman tak akan bisa dilepaskan dari film-film remaja, mengingat remaja adalah pangsa pasar terbesar. Dikutip dari Hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah generasi Z (lahir tahun 1997-2012) mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 29,94% dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia. Kultur keluar rumah, nongkrong, dan segala aspek hidup budaya populer kerap terekam dalam film-film remaja. Dan boleh jadi, film remaja menjadi salah satu potensi untuk memecah krisis dan mendorong kebangkitan pasar perfilman. Selain tak pernah mati walau dalam kecenderungan sosial politik apa pun, film remaja turut menjadi ruang tumbuhnya bakat-bakat baru di ranah sinema. Iqbaal Ramadhan adalah satu talenta baru di gelanggang perfilman Indonesia. Aktor muda yang namanya pecah di popularitas sejak kemunculannya sebagai Dilan di film Dilan 1990 dan memerankan Minke atau Tirto Adhi Soerko dalam Bumi Manusia.

Kami bertemu di tengah rutinitas perkuliahan Iqbaal. Siang itu ia sedang bersiap ‘masuk’ kelas. Kendati sedang berada di Jakarta, Iqbaal tidak pernah absen mengikuti perkuliahan. Ia menyalakan aplikasi Zoom di laptop kemudian meminta izin untuk menyapa dosen serta temanteman kampusnya sebelum mulai menceritakan kisah hidupnya.

styling Sidky Muhamadsyah; fashion Burberry (jaket, t-shirt, celana); grooming Ranggi Pratiwi; hair Aileen Kusumawardhani; location The Dharmawangsa Jakarta

Iqbaal Ramadhan boleh saja dikenal masyarakat luas sebagai seorang pemain film, namun nyatanya, dalam percakapan kami, ia sempat berujar lugas, “Saya adalah mahasiswa yang punya hobi akting, bukan seorang aktor yang sedang menjalani kuliah.” Mengutamakan penempatan diri sebagai anak kuliahan, alih-alih aktor ternama, mulai terbaca ketika saya menyimak betapa Iqbaal sangat antusias membicarakan soal kuliahnya. Pertama-tama, ia menjelaskan bahwa memilih kuliah jurusan Media Communication bukan tanpa sebab, melainkan karena ia merasa bidang studi tersebut terasa tidak jauh dengan profesi keaktoran yang selama ini digeluti Iqbaal. Ia senang, melalui pendidikan akademis, kini bisa mengetahui ilmu dan teori yang dapat menopang perjalanan dan pengalamannya sebagai pelaku di industri hiburan. Iqbaal juga bersemangat ketika menceritakan apa saja yang dipelajarinya di bangku kuliah. “Kalau sekarang ini saya sedang ikut mata kuliah Marketing Communication. Tapi saya juga suka kelas Campaign Management, kami belajar membuat proposal, press release, atau proyek iklan. Saya juga diajarkan mengenai crisis communication dan dikenalkan dengan banyak teori dan perspektif tentang kehumasan, termasuk soal teknik mewawancarai orang yang ternyata tidak mudah dan belum tentu bisa dilakukan semua orang. Sekarang saya punya dua sudut pandang, sebagai pemain film dan sebagai seseorang yang sedang belajar seluk-beluk di balik layar. Jadi bukan hanya mengolah kemampuan akting, tapi juga mempelajari strategi apa yang bisa dipakai agar sebuah karya kreativitas bisa tersampaikan dan diterima dengan baik oleh konsumen. Saya memang ingin mengambil studi yang bisa dinikmati saat saya menjalaninya dan tentunya tidak jauh-jauh dari apa yang selama ini saya kerjakan di bidang musik dan film. Kekayaan sudut pandang itu sendiri mungkin akan berbeda cerita apabila saya tidak kuliah di jurusan ini,” ujar salah satu mahasiswa jurusan Media Communication di Monash University, Australia, ini.

Jejak popularitas dan sumbangsih Iqbaal dalam sinema ada pada karier keaktorannya. Sejak kecil ia sebenarnya gemar menyanyi dan tergila-gila pada musik. Barulah kemudian ia mengenal seni peran lewat pengalaman yang tidak disengaja. Tahun 2006, ketika usia 7 tahun, Iqbaal mendaftarkan diri di salah satu ajang pencarian bakat anak-anak terbesar di Indonesia. Namun tiga tahun berturut-turut ikut audisi, ia selalu ditolak. “Di tahun ketiga mereka menolak, suatu hari saya yang sedang ikut les vokal di Chic’s Musik Rawamangun melihat informasi pendaftaran audisi pemain drama musikal Laskar Pelangi yang akan diadakan di Taman Ismail Marzuki. Tentu saja, setelah ditolak berkali-kali, saya sudah siap mengubur mimpi untuk jadi penyanyi. Tapi orangtua meminta saya mencoba kesempatan itu karena ibu saya adalah penggemar karya-karya Andrea Hirata. Singkat cerita, saya lolos audisi dan pengalaman terlibat di drama musikal menjadi momen pertama saya mengenal seni peran. Saya berterima kasih sekali kepada mbak Mira Lesmana dan mas Riri Riza, produser dan sutradara pertunjukan Laskar Pelangi, karena telah menaruh kepercayaan yang sangat besar dengan apa yang saya miliki,” cerita Iqbaal.

Usai drama musikal, Iqbaal kemudian menjadi salah satu pemain dalam film 5 Elang (2011) karya sutradara Rudi Soedjarwo dan sempat berperan di sinetron Hanya Kamu (2012) yang akhirnya harus ia lepas karena kesibukan syuting sinetron lama-kelamaan membuat Iqbaal kehilangan momen khas masa remaja. Iqbaal berkisah, “Sampai hari ini, saya tidak pernah bolos sekolah demi bisa syuting. Jadi dulu saya harus sekolah sampai pukul 4 sore, kemudian lanjut syuting sampai 12 malam, dan harus sudah berangkat sekolah lagi pukul 6 pagi. Begitu terus setiap hari sampai-sampai enggak ada waktu untuk main-main, nongkrong, apalagi pacaran. Setelah menyelesaikan 100 episode, akhirnya saya memilih mundur. Memang sangat melelahkan, tapi bermain sinetron juga bukan pekerjaan yang buruk karena pemainnya kerap kali harus terbiasa menciptakan emosi dalam kecepatan tertentu dan skill itu menjadi sebuah ilmu tersendiri. Jadi tidak ada sesuatu yang benar-benar jelek karena selalu saja ada hal baik yang bisa diambil dari setiap kejadian.”

styling Sidky Muhamadsyah; fashion Lanvin (jaket, t-shirt, celana); grooming Ranggi Pratiwi; hair Aileen Kusumawardhani; location The Dharmawangsa Jakarta

Masuk dunia musik, Iqbaal Ramadhan memulai perjalanannya dengan menjadi salah satu anggota grup vokal Coboy Junior yang dibentuk pada 2011. Kegemarannya pada musik turut disalurkan dengan membentuk kelompok musik bersama teman-teman sekolahnya, The Second Breaktime, di mana Iqbaal menjadi vokalis sekaligus gitaris. Ia juga sempat menjajal pengalaman bermusik sebagai pemain gitar bas di Svmmerdose. Lulus sekolah menengah pertama, Iqbaal memutuskan mundur dari aktivitas bermusik untuk kemudian fokus menyelesaikan pendidikan SMA di Armand Hammer United World College of the American West, Amerika Serikat.

Laki-laki kelahiran 1999 ini menyadari tugas utamanya adalah menyelesaikan pendidikan. Karena itu, sejak terlibat dalam film Dilan 1990, anak bungsu dari dua bersaudara ini hanya mau melakukan syuting film jika sedang libur sekolah atau kuliah. Alasannya terdengar tidak muluk-muluk. “Selain supaya bisa berkonsentrasi penuh dengan apa yang sedang dikerjakan, saya juga menyadari rasanya saya tidak sanggup menjalani kuliah sambil syuting film. Saya juga tidak mau kuliah dikorbankan hanya karena saya ingin bermain di sebanyak-banyaknya judul film. Karena sesungguhnya, saya menganggap diri saya sebagai mahasiswa yang gemar bermain film, bukan seorang aktor yang sedang kuliah,” ucapnya.

Di samping prioritasnya pada pendidikan, Iqbaal tetap menginginkan keleluasaan dalam berkarya yang dibuktikannya dengan terus berkontribusi pada dunia perfilman. Usai berkiprah di trilogi Dilan dan Bumi Manusia, kita dapat menyimak aktingnya dalam film Ali & Ratu Ratu Queens dan Mencuri Raden Saleh. “Untuk memainkan karakter Piko di Mencuri Raden Saleh, saya bukan hanya harus belajar melukis, tapi juga mesti meresapi pengalaman hidup seorang seniman. Mengobservasi apa yang terjadi ketika seniman sedang melukis, perasaan-perasaan apa yang sekiranya terjadi ketika mereka sedang berhadapan dengan karya mereka. Keterlibatan di film ini juga membuat saya jadi belajar lagi tentang sosok Raden Saleh, dan mudah-mudahan bisa membuat nama Raden Saleh jadi semakin familier di kalangan generasi muda,” ujarnya.

styling Sidky Muhamadsyah; fashion Givenchy (blazer, sweter, celana); grooming Ranggi Pratiwi; hair Aileen Kusumawardhani; location The Dharmawangsa Jakarta

Sebagai kaum muda, Iqbaal Ramadhan diberkahi oleh berbagai peluang dan potensi yang memungkinkan Iqbaal mengeksplorasi beragam kemampuan untuk kemudian menjadikan ruangruang itu sebagai tempatnya bertumbuh. Ketika bermain film, Iqbaal harus belajar menjadi orang lain. Menyelami berbagai dinamika karakter lewat beragam kehidupan manusia. Sedangkan dengan bermusik, Iqbaal menjadi dirinya sendiri. Dalam beberapa kalimat sederhana, ia menyimpulkan bagaimana musik, film, dan edukasi masing-masing punya peran dan karakteristik yang ia butuhkan untuk menata jalan hidup dan masa depan.

“Sebagai aktor, saya punya kebebasan untuk masuk ke dalam dunia yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya dan melupakan semua problem yang dirasakan oleh Iqbaal Ramadhan. Sedangkan musik selalu berhasil mengingatkan saya agar selalu menapak tanah dan merendahkan hati. Bermain musik rasanya seperti pulang ke rumah, tidak ada ekspektasi orang lain dan saya bisa menjadi diri sendiri ketika sedang bermusik. Soal pendidikan, saya sangat sadar bahwa pendidikan di negeri ini adalah sebuah privilese dan saya bersyukur bisa punya akses untuk menjalaninya. Menempuh pendidikan membuat saya punya bekal untuk menjalani masa depan karena apa yang saya miliki hari ini tidak akan bertahan selamanya. Kelak saat saya tidak lagi punya ketenaran dan kesuksesan, maka apa yang tersisa dan berarti buat saya adalah pertemanan, pendidikan, dan pengetahuan. Saya juga tidak ingin menggantungkan kebutuhan finansial pada karya film atau musik. Bermain film jadi tidak menyenangkan ketika saya merasa terpaksa harus syuting hanya karena saya butuh uangnya. Maka itu, saya bersikeras ingin kuliah karena pendidikan bisa jadi salah satu jalan untuk saya menciptakan cara-cara lain dalam berkontribusi. Selain itu, punya kehidupan lain di luar dunia film dan musik membuat saya akhirnya punya kerinduan untuk bermain film dan bermusik dengan sebaik-baiknya. Usai bermain film, saya begitu antusias untuk melanjutkan aktivitas saya lainnya di luar industri hiburan. Dan ketika saya sedang tidak sibuk kuliah atau mengerjakan proyek lain, saya akan menumpahkan rasa rindu dengan berkarya dan belajar mati-matian agar bisa menjadi aktor dan musisi yang mumpuni,” tutur Iqbaal Ramadhan.