15 April 2024
Menyusun Makna Emansipasi Perempuan Melalui Perspektif Laura Basuki & Putri Marino
PHOTOGRAPHY BY Zaky Akbar
styling Sidky Muhamadsyah; fashion Chanel Spring/Summer 2024; makeup Morin Iwashita & Edith; hair Aileen Kusumawardani
Lewat kontribusi buah pikiran akan emansipasi perempuan di Indonesia, Kartini dapat dikatakan sebagai pejuang yang sosok serta kisahnya pantas dikenang dan diketahui oleh perempuan-perempuan Indonesia. Kenangan atas sosok Kartini ditandai oleh satu hari di bulan April yang sejatinya diperuntukkan sebagai bentuk penghormatan kepada Raden Ajeng Kartini. Hari Kartini boleh jadi dimaknai setiap orang dengan cara berbeda. Namun momen tersebut menjadi sebuah peringatan bagi kaum perempuan agar dapat terus bersinar, percaya diri, dan pantang menyerah dalam mewujudkan mimpi dan ambisi. Kecerdasan dan keberanian Kartini menjadikannya sebagai sosok perempuan yang disegani dan dihormati bahkan hingga ratusan tahun kemudian dan bahkan meninggalkan makna yang kuat bagi perempuan-perempuan Indonesia di masa kini.
Perayaan Hari Kartini sesungguhnya tidak bisa dinilai hanya dari perspektif penggunaan kebaya dan hal-hal yang bersifat kasatmata daripada substansi yang dikehendaki Kartini itu sendiri, yakni kemerdekaan pikiran perempuan. Dalam upaya memetakan relevansi Hari Kartini sekaligus membicarakan makna dan arti menjadi perempuan di era modern, ELLE berbincang dengan dua sosok perempuan pelaku sinema yang namanya besar di jagat perfilman Indonesia. Laura Basuki dan Putri Marino sama-sama menjadi inspirasi dan idola bagi banyak orang atas karya-karya dan penampilan mereka dalam dunia seni peran dan perfilman Tanah Air. Lebih dari itu, kedua aktor ini berani dalam mengarungi beragam karakter perempun. Baik itu lewat peran sebagai korban kekerasan rumah tangga, sosiopat, biarawati, polwan yang penuh aksi, perempuan kedua, istri yang dikhianati, dan masih banyak lagi. Laura Basuki dan Putri Marino menunjukkan kompleksitas seorang perempuan.
Anda memiliki reputasi dalam mengambil peran yang beragam dan tidak konvensional. Apa yang mendorong proses pengambilan keputusan Anda saat memilih peran?
Laura Basuki: “Saya harus terlebih dulu membaca naskahnya secara utuh untuk melihat apakah saya dapat terhubung dengan karakternya dan apakah saya punya dorongan dan excitement untuk memerankannya. Soal peran yang beragam, kalau mengambil karakter yang mirip-mirip, saya khawatir kegembiraan itu hilang bahkan sebelum syuting dimulai. Maka keputusan sangat bergantung pada adanya ‘drive’ yang besar untuk saya membedah emosi dan mengulik karakternya.”
Putri Marino: “Membaca naskah menjadi penting untuk menentukan keputusan. Dan sehabis menikah, saya juga jadi lebih selektif memilih peran. Mempunyai suami dan anak kini jadi salah satu pedoman untuk menentukan karakter yang akan saya mainkan.”
Anda berdua dipuji karena keberanian dalam melakoni beragam peran, namun pernahkah Anda mengalami ‘typecast’ atau dibatasi ekspektasi industri?
Laura Basuki: “Saya mengalaminya saat di awal karier. Dulu saya selalu mendapat peran perempuan yang tipikal baik-baik, dramatis, dan lemah lembut. Namun semakin lama, penceritaan di dunia sinema Indonesia semakin beragam. Penonton semakin gencar menuntut adanya variasi gender dan karakter, sehingga saya pun senang akhirnya tawaran-tawaran skenario dan peran yang hadir juga semakin variatif.”
Putri Marino: “Ada masanya saya merasa seperti dikotak-kotakkan dimana peran-peran yang datang ke saya sering kali super dramatis. Di satu sisi, saya bangga karena berarti kemampuan saya beradegan drama dianggap mumpuni. Tapi di sisi lain, saya tidak akan bisa berkembang kalau hanya bermain di genre drama. Beruntung akhirnya punya kesempatan bermain di The Big 4 yang penuh adegan laga. Dan ke depannya akan segera dirilis film-film bergenre horor dan action yang melibatkan saya sebagai pemain.”
Adakah karakter dari yang pernah Anda perankan yang memengaruhi perpektif Anda mengenai konsep perempuan berdaya?
Putri Marino: “Ini baru pertama kali saya menerima pertanyaan seperti ini dan agak sulit dijawab karena dari setiap peran, saya selalu berusaha agar karakter itu punya efek yang memberdayakan buat saya pribadi. Seperti misalnya menjadi Lala di film Posesif. Seorang anak SMA yang masih sangat naif tentang cinta. Dari peran tersebut, saya belajar banyak tentang proses pendewasaan diri pada perempuan. Sedangkan peran sebagai Arum di serial Gadis Kretek telah mengubah perspektif saya perihal konsep cinta terhadap diri sendiri. Boleh dibilang saya beruntung karena karakter-karakter yang saya mainkan selalu punya sisi keberdayaan. Perempuan-perempuan yang sangat mencintai kehidupan, mengasihi keluarga dan orang sekitar, tapi sekaligus juga sangat sayang dengan dirinya sendiri.”
Apa dampak yang Anda harapkan dari peran-peran yang Anda mainkan?
Laura Basuki: “Skenario film Sehidup Semati dibuat 13 tahun lalu, tapi persoalan kekerasan dalam rumah tangga dan budaya patriarki nyatanya masih relevan dan menguasai kehidupan perempuan sampai hari ini. Saya selalu berharap bahwa apa yang saya bawakan melalui seni peran bisa membuka diskursus publik dan memengaruhi wawasan kita tentang memahami pentingnya perempuan membuat keputusan hidup dan membela dirinya sendiri karena memang nilai-nilai itulah yang dibutuhkan perempuan di zaman sekarang.”
Diskusi mengenai penggambaran perempuan dalam sinema Indonesia masih terus berlangsung. Menurut Anda, apa yang perlu diubah untuk memastikan bahwa karakter perempuan digambarkan dengan lebih autentik dan penuh rasa hormat?
Putri Marino: “Keberadaan saya di industri film sebenarnya belum lama, namun saya sering mendengar dari senior-senior saya bahwa dulu tidak banyak perempuan yang terjun ke dunia film, baik sebagai pemain maupun kru, karena bidang perfilman dinilai sebagai pekerjaan ‘berat’ dan maskulin sehingga dulu dianggap hanya laki-laki yang bisa melakukannya. Tapi seiring berjalannya waktu, para pelaku seni mulai membuka ruang yang aman dan nyaman untuk menciptakan ekosistem yang sehat dan kondusif untuk kami perempuan bisa bekerja dengan baik sehingga kini banyak bermunculan perempuan-perempuan berbakat mengisi posisi pekerjaan yang dulu didominasi laki-laki; produser, sutradara, dan kru film. Saya meyakini bahwa keberpihakan kita pada prinsip keadilan dan penghormatan terhadap perempuan dimulai sejak dalam pikiran kita masing-masing yang akan memengaruhi setiap keputusan dan perbuatan kita.”
Laura Basuki: “Kita berharap akan semakin banyak perempuan yang berani untuk menunjukkan bakat, baik di bidang fillm maupun industri lainnya. Dengan begitu orang lain akan menaruh respek pada perempuan karena kemampuannya dalam melakukan sesuatu, bukan hal-hal yang sifatnya sebatas fisik. Perjuangan kita mungkin masih panjang tapi sudah mulai terlihat di mana kini dimana pemeran utama itu tidak selalu laki-laki. Sekarang mulai marak karya-karya sinema yang menempatkan perempuan sebagai penggerak cerita dan memperlihatkan kekuatan perempuan yang sesungguhnya.”
Apakah menjadi istri dan ibu akhirnya ikut memengaruhi perspektif Anda dalam meniti karier di dunia seni peran?
Putri Marino: “Di antara saya dulu sebagai aktor yang masih lajang dengan saya kini sebagai Putri Marino yang berstatus istri dan ibu, keduanya cukup berbeda dalam hal mengolah rasa dan memainkan karakter. Rasanya sekarang saya punya tumpukan beragam energi dan emosi yang bisa saya pakai ketika bermain seni peran. Ada banyak pengalaman hidup yang saya alami bersama suami dan anak yang akhirnya semua itu membuat saya jadi lebih matang, baik dalam hal keaktoran maupun sebagai perempuan seutuhnya.”
Laura Basuki: “Sebenarnya saya berusaha memisahkan keduanya, tapi pada akhirnya menjadi istri dan ibu sedikit banyak pasti mengubah dan memengaruhi cara pandang dan langkah saya sebagai aktor. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak telah membuat saya memandang cinta dengan lebih luas. Saya pun berharap semakin bertambahnya umur dan pengalaman dalam menjadi istri dan ibu, maka semakin luas pula perspektif saya ketika membedah sebuah karakter.”
Sebagai figur publik, tindakan dan pernyataan Anda dapat memengaruhi persepsi masyarakat. Bagaimana mengatasi ekspektasi orang lain sambil tetap jujur pada diri sendiri?
Putri Marino: “Ada masanya dulu saya berpikir pokoknya apa maunya orang lain terhadap Putri Marino harus bisa saya penuhi. Tapi ternyata tidak sehat buat saya karena seperti menggerogoti diri sendiri. Saya paham sekali bahwa tingkah laku kita harus selalu dijaga baik di depan banyak orang, terlebih dengan segala sorot mata yang memerhatikan gerak-gerik. Namun utamanya kini adalah saya harus bisa menjadi diri sendiri. Kalau saya berupaya jujur dengan diri sendiri dan bersikap baik pada siapa pun, maka mudah-mudahan orang lain akan menghargai apa adanya diri kita.”
Laura Basuki: “Sejujurnya hal itu yang masih saya pelajari sampai detik ini. Saya berusaha tidak memusingkan pendapat apalagi ekspektasi orang lain dan lebih memilih untuk memenuhi kebahagiaan diri saya sendiri sebagai seorang pekerja film. Mungkin dengan cara begitu maka saya bisa selalu jujur dengan diri sendiri sehingga saya bisa maksimal dalam bekerja dan mudah-mudahan apa yang saya kerjakan untuk dunia sinema Indonesia bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.”
Menjadi perempuan yang berkarier di industri sinema, kelak warisan apa yang ingin Anda tinggalkan dari apa yang telah Anda kerjakan?
Putri Marino: “Saya tumbuh dan besar sebagai perempuan yang selalu bekerja. Jadi saat saya menikah dan melahirkan lalu sempat berhenti bekerja, saat itu saya merasa seperti ada yang hilang, yang biasanya selalu bekerja lalu tiba-tiba harus di rumah mengurus suami dan anak. Sebagai perempuan saat itu saya merasa seperti tidak berdaya. Tapi lama-kelamaan saya berusaha memilah dan mencari apa yang sesungguhnya baik buat saya. Saya sangat mencintai profesi aktor dan berharap sekali ketika Suri, anak saya, telah besar maka dia juga bisa menjadi perempuan yang berdaya juang dan mau berusaha mengejar mimpinya. Dan dengan apa yang saya kerjakan di industri ini, kelak ketika anak saya sudah besar lalu mungkin seseorang bertanya pendapat dia tentang ibunya, saya berharap Suri menjawab, ‘Ibu saya orang baik’. Saya tahu bahwa zaman sekarang menjadi orang baik itu susah. Baik terhadap diri sendiri, keluarga, pekerjaan, maupun lingkungan. Maka bukan cita-cita saya untuk dikenang sebagai aktor maha hebat yang sangat terkenal, tapi menjadi sebuah impian bahwa kelak anak saya dan masyarakat akan mengingat saya sebagai perempuan yang baik.”