3 Februari 2020
Raihaanun Berani Menolak Peran

Raihaanun menyingkap isi pikirannya yang ingin merayakan ketakterdugaan dalam hidup yang penuh kejutan namun sarat makna.
Salah satu film Indonesia yang menorehkan kesan mendalam adalah 27 Steps of May. Setidaknya demikian bagi saya. Selain teknis yang rapi dan akting yang menawan, tema yang ditawarkan juga penting dan jarang diangkat ke layar lebar. Dalam film tersebut, Raihaanun memerankan May, seorang perempuan berusia 14 tahun. Ia berjalan pulang menuju rumah dengan raut muka gembira usai menikmati wahana bermain di pasar malam. Namun tiba-tiba, May disergap sekelompok laki-laki yang hendak memerkosanya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk meloloskan diri, tetapi gagal.
Delapan tahun berlalu, May tidak pernah mengucap sepatah kata. Ia bahkan tak lagi keluar kamar, apalagi rumah, meski rumah tetangganya sedang kebakaran. Film ini tayang pada April 2019 silam dan disutradarai oleh Ravi Bharwani yang meramu skenario film bersama Rayya Makarim. Charlie Munger, pebisnis dan filantrop asal Amerika, pernah bilang, bahwa setiap orang harus menemukan talenta dan memanfaatkan kelebihan yang dimiliki. Pernyataan Munger tersebut diperkuat oleh Tom Watson, pendiri IBM, yang pernah berkata, “Saya tidak genius. Saya hanya pintar di beberapa titik, tetapi setia pada titik-titik itu.” Kredo kedua pebisnis tersebut rasanya tepat saya arahkan pada Raihaanun. Lulusan Desain Interior dari Universitas Pelita Harapan tersebut sebetulnya bercita-cita menjadi desainer interior.
“Tidak pernah ada rencana untuk berkarier di perfilman. Namun ternyata kini saya sangat menikmati apa yang saya kerjakan dan merasa inilah hidup yang ingin saya jalani,” katanya. Raihaanun memulai perjalanannya dengan menjadi salah satu finalis Gadis Sampul 2003. Sejak itu, tawaran syuting iklan dan sinetron mulai ramai berdatangan. Keterlibatan Raihaanun di layar lebar dimulai ketika ia ditemukan oleh Nanda Giri, Casting Director dari Miles Films, di sebuah mal di Jakarta tahun 2006. Setelah mengikuti beberapa kali casting di Miles Films, ia justru ditawarkan berperan di film Badai Pasti Berlalu (2007) dan beradu akting dengan Vino G. Bastian. Atas perannya tersebut, Raihaanun masuk ke dalam tiga nominasi: Aktris Pendatang Baru Terbaik di Indonesian Movie Awards 2007, Pendatang Baru Terfavorit di Indonesian Movie Awards 2007, dan Breakthrough Actress di MTV Indonesia Movie Awards 2007. Sejak itu namanya kian melejit di dunia perfilman Tanah Air.

“Ketertarikan dan kecintaan pada seni peran dimulai ketika saya terlibat dalam film layar lebar. Saya mulai memahami pendalaman karakter lewat proses reading dan workshop. Menyenangkan sekali saat kami dituntut untuk menggali suatu karakter, mengerahkan segala emosi demi mendalami suatu peran, dan membuatnya menjadi bisa dipercaya oleh mata penonton. Yang menarik adalah profesi ini membuat saya semakin mengenali siapa diri saya sebenarnya. Bukan hanya soal menemukan talenta, tapi ada sesuatu dalam diri saya yang ikut terkuak dalam proses penggalian karakter,” ujarnya.
Sebagai karya seni, bagus atau tidaknya suatu film memang sangat relatif. Menonton film merupakan perjalanan spiritual yang pengalamannya bisa terasa berbeda bagi masing-masing orang. Pun dengan profesi aktor. Kekaguman kita bisa disebabkan oleh banyak hal. Reza Rahadian, misalnya, selalu menganggap bahwa Raihaanun adalah salah satu aktris terbaik di generasinya. Menurutnya, Raihaanun punya etos kerja dan kecerdasan dalam seni peran. Saya setuju dengannya. Saat menonton 27 Steps of May, saya menyaksikan karakteristik trauma pemerkosaan berbentuk kepedihan depresif yang tercermin dalam rutinitas keseharian May yang berjalan dengan tempo lambat. Beberapa kali saya bergumam memuji akting Raihaanun dan Lukman Sardi, pemeran ayah May. Mereka menyuguhkan salah satu performa terbaik sepanjang kariernya.
Raihaanun terlihat begitu menakjubkan lebih-lebih dipasangkan dengan aktor yang kenyang mendalami seni peran di dunia layar lebar. Penampilan Raihaanun di 27 Steps of May bukan cuma memukau saya. Perannya di film tersebut membuat ia meraih penghargaan Best Actress di acara ELLE Style Awards tahun lalu dan memenangkan Piala Citra 2019 untuk kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik di ajang Festival Film Indonesia. Minimnya dialog mungkin jadi kendala dalam memaknai cerita, tapi juga kerap membuka ruang interpretasi seluas-luasnya. 27 Steps of May menampilkan banyak elemen yang bersifat simbolis sehingga memperkaya makna film itu sendiri.

“Empat jam saya dan Ravi duduk bersama membahas skenarionya. Saya dituntut untuk tidak sekadar membaca naskah, tapi juga merasakan esensinya, lalu membawakan pesannya kepada penonton. Selama delapan tahun, May menjalani hal-hal yang sama, setiap hari. Perubahan-perubahan hanya akan membuat ia jadi panik atau histeris. Saya senang apabila film ini bisa membuka diskursus lebih luas terhadap kasus kekerasan seksual di Indonesia,” kata Raihaanun.
Usai 27 Steps of May, ia kembali muncul di layar lebar lewat judul film Twivortiare. Film yang dirilis Agustus tahun lalu tersebut merupakan adaptasi novel karya Ika Natassa. Yang menarik adalah keterlibatan Raihaanun merupakan permintaan khusus dari Reza Rahadian yang juga terlibat sebagai pemeran utama. Mereka menjadi pasangan suami istri bernama Beno dan Alexandra. “Waktu itu sebetulnya ada beberapa calon aktris, tetapi pemilihan saya sebagai Alexandra didukung oleh Reza. Ia memaksa Manoj Punjabi, Produser Eksekutif MD Pictures, untuk mengikutsertakan saya. Saya sendiri senang bisa ikut terlibat. Saat menerima sinopsis dan deskripsi karakter Alexandra, saya langsung menyukainya. Sebelumnya berperan sebagai perempuan yang terpuruk atau istri yang akan dipoligami. Di Twivortiare, saya memerankan seorang perempuan yang cerdas dengan karier gemilang sebagai bankir tetapi punya masalah rumah tangga dengan suaminya. Rasa-rasanya ini menjadi pengalaman yang paling nikmat di sepanjang karier saya,” cerita Raihaanun saat ditemui di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, akhir tahun lalu.
Perempuan kelahiran 7 Juni 1988 ini mencuri perhatian lewat sejumlah penampilannya di layar lebar. Popularitas jadi begitu dekat dengannya. Namun ia sesungguhnya bukanlah aktris yang kerap mondar-mandir di layar kaca maupun layar lebar. Ia dikenal sangat cermat membaca naskah dan berhati-hati dalam memilih suatu peran. Saat saya temui, Indra (manajer Raihaanun) bahkan membocorkan bahwa ia baru saja menolak sepuluh naskah yang masuk karena Raihaanun tidak menginginkannya.

“Bagi saya yang penting adalah seberapa kuat skenario yang ditawarkan. Skenario itu ibarat kitab dalam sebuah film. Dari sinopsisnya, saya bisa tahu apakah saya merasa terhubung dengan peran yang ditawarkan. Kalau saya terlihat sering menolak tawaran, alasannya hanya satu, yakni kecocokan. Saya tidak pernah mau memaksakan diri apalagi terbuai dengan keadaan,” ungkap Raihaanun. Di tengah obrolan, tiba-tiba nada dering handphone berbunyi. Raihaanun meminta izin untuk menjawab panggilan telepon. “Maaf suami saya menelepon. Dia bertanya apakah saya sudah sampai di lokasi atau belum,” ujarnya sambil kembali memasukkan handphone ke dalam tas.
Raihaanun adalah istri dari sutradara Teddy Soeriaatmadja. Usianya 18 tahun dan baru mulai menapak karier di perfilman saat laki-laki tersebut meminang dirinya. “Kami bertemu saat syuting film Badai Pasti Berlalu kemudian saling jatuh cinta. Tidak butuh waktu lama untuk kami sama-sama yakin menuju pernikahan. Sebetulnya saya tidak pernah punya rencana untuk menikah di usia muda kendati saya memang ingin seperti ibu saya. Beliau menikah saat usianya juga 18 tahun. Saat saya dewasa, hubungan kami tidak hanya sebagai orangtua dan anak, melainkan juga sahabat yang asyik untuk bertukar pikiran.”
Raihaanun memiliki tiga orang anak laki-laki berusia 11 tahun, tujuh tahun, dan lima tahun. “Mereka kini sedang menjalani tahap perkembangan dan karenanya saya ingin selalu berada dekat dengan ketiganya. Semakin saya menua, apa yang terasa penting ialah waktu untuk bersama orang-orang terkasih. Saya harus pintar mengatur segala sesuatunya agar mampu menjalani peran sebagai istri, ibu, sekaligus pekerja seni dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

Menikah di usia muda lalu memiliki karier gemilang di perfilman, perjalanan Raihaanun bukan tanpa tantangan. “Saya menikmati masa-masa pernikahan, kehamilan, dan memiliki anak. Tanpa saya menyadari bahwa waktu terus berjalan dan masa muda telah berlalu. Butuh waktu nyaris sepuluh tahun untuk akhirnya menyadari bahwa sebagai perempuan saya harus terus berkarya. Tahun 2011, saya berhenti main film dan fokus menjalani peran ibu rumah tangga. Empat tahun kemudian, saya bilang ke suami bahwa saya ingin kembali berkarya. Kesempatan itu kemudian hadir lewat peran di film karya Kamila Andini berjudul Sendiri Diana Sendiri (2015). Saya sangat senang suami sepenuhnya mendukung keputusan saya untuk kembali berkarier.”
Bagi Raihaanun, ketika memutuskan hendak menikah, ia menyadari bahwa ia tidak bisa hanya berharap untuk bahagia. Ia harus ikut menciptakan kebahagiaan dengan menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri sebagai sahabat, kekasih, dan pasangan hidup Teddy Soeriaatmadja. Kendati demikian, ia tetap memilih untuk jalani hidup secara mengalir.
“Semua terjadi tanpa ada rencana. Saya hanya merasa cukup dengan selalu melakukan apa pun sebaik-baiknya dan senantiasa berprasangka baik terhadap kehidupan. Untungnya prasangka baik itu selalu menggiring kita pada hal-hal baik lainnya. Seperti yang kini terjadi. Hidup bersama suami dan anak-anak yang amat saya cintai sekaligus punya kesempatan untuk berkarya di bidang perfilman yang sangat saya senangi,” pungkas Raihaanun.
photography IFAN HARTANTO styling ISMELYA MUNTU makeup RYAN OGILVY hair CHIKIE VERS location OKUZONO JAKARTA