5 November 2024
Yasmin Napper Tertantang Menjajal Berbagai Kesempatan Peran
PHOTOGRAPHY BY Ifan Hartanto
Ketika Yasmin Napper diperkenalkan sebagai pemeran utama perempuan dalam film horor Kiblat (sekarang berganti judul menjadi Thaghut) pada bulan Maret silam, respons masyarakat mencuat secara beragam. Tidak sedikit yang tercengang, tapi kebanyakan di antaranya antusias dan tak sabar ingin segera menonton aksinya menebar teror ketakutan. Pasalnya, Yasmin terbiasa menyuguhkan ketegangan lewat permainan drama yang emosional, bukan kengerian yang menggelisahkan. “Sebab itulah salah satu alasan mengapa saya tertarik terlibat dalam proyek Thaghut, terlepas dari jalan ceritanya yang juga menarik,” katanya, “Kebanyakan peran yang sudah saya mainkan, atau yang datang kepada saya, selama ini berkutat pada narasi drama. Peralihan genre ini adalah bentuk upaya saya dalam bereksplorasi, mencoba sesuatu yang baru untuk mempertajam kemampuan sebagai seorang aktor. Saya rasa penting buat saya memperkaya potensi diri sendiri; how far can I go? Dengan begitu, saya tidak lantas terjebak dalam sebuah ‘boks’. Saya juga tidak ingin penonton beranggapan atau memandang saya hanya nyaman bermain di satu genre saja. I want people to always see something fresh from me.”
Thaghut telah diputar di bioskop-bioskop Tanah Air pada saat artikel ini terbit. Di film ini, Yasmin berperan sebagai putri dari seorang guru besar padepokan yang mewariskan kepercayaan sesat pada sebuah desa. Lakonnya begitu intens dengan permainan ekspresi yang naik-turun menggetarkan rasa. Tidak sedikit penonton yang menutup mata atau menonton dari balik celah jari-jari tangan yang menyelubungi wajah mereka sepanjang durasi filmnya. “Ketika hasil karya saya mampu menghibur penonton dan mereka menyukainya, buat saya, that’s the biggest awards. Sebab kami—filmmaker— membuat film untuk penonton; therefore what matter is their response. When they love it, I think that’s enough,” ujar Yasmin tatkala kami berjumpa beberapa minggu sebelum jadwal pemutaran perdana filmnya di XXI Epicentrum pada 15 Agustus 2024.
fashion Longchamp koleksi fall/winter 2024
Yasmin Napper mengarungi dunia sinema berbekal keberanian menjajaki peluang baru. Berangkat dari bidang modeling, talenta keaktorannya yang hampir ‘mentah’ tumbuh dan terasah seiring ia berproses melalui satu karya sinema ke sinema lainnya. Kiprahnya dimulai dengan menghiasi segelintir judul Film Televisi, hingga berkesempatan tampil singkat dalam karya drama-komedi Generasi Micin besutan Fajar Nugros pada 2018. Tahun berikutnya, sosok Yasmin kian mendapat perhatian manakala ia memerankan karakter perempuan muda bertubuh kurus dan berkulit putih yang terbelenggu tuntutan kecantikan standardisasi masyarakat di layar lebar Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan. Sebuah peran yang memukau mata para penikmat film nasional, sampai sukses mengantarkannya ke barisan nominasi Aktris Pendatang Baru Terpilih di ajang Piala Maya tahun 2019 pada usia 16 tahun.
Reputasi sang aktris muda yang piawai mengolah permainan drama terus berlanjut dengan peran Maudy di sinetron Love Story the Series. Dalam judul tersebut, ia beradu akting bersama Giorgino Abraham. Duet keduanya sebagai sepasang kekasih yang berusaha meraih cinta sejati di tengah prahara keluarga dengan cepat memikat hati publik televisi nasional, bahkan sampai menjangkau warga platform OTT. Penonton dibuat kasmaran; tersenyum bahagia; kesal; marah; dan bersama-sama bersedih akan romansanya. “Sebagai pemeran yang berangkat dari film layar lebar, Yasmin—menurut saya—tahu betul bagaimana harus memosisikan diri berperan di sinetron. Dia mengerti bahwa kadar emosi karakter sinetron perlu ekstra meluap-luap ketimbang film, dan dia tidak sungkan memenuhi kebutuhan tersebut,” ungkap Giorgino menuturkan pendapat profesional tentang pasangan mainnya—kami berbincang ketika ia kebetulan sedang berkunjung ke lokasi pemotretan cover majalah ELLE Indonesia bersama Yasmin di awal bulan Agustus lalu.
fashion Longchamp koleksi fall-winter 2024
Love Story the Series tayang sebanyak 881 episodenya selama 22 bulan (episode terakhirnya dirilis 25 Oktober 2022). Anda tahu apa yang terjadi ketika seorang pemeran menjelmakan satu karakter secara berkelanjutan dalam rentang waktu sedemikian panjang? Antara pribadi dan karakternya saling bersimbiosis. “Barangkali tidak selalu terjadi pada semua aktor. Tapi hampir tidak mungkin untuk hal itu tidak terjadi,” sebagaimana penuturan sang aktris.
Ia berusaha untuk sebisa mungkin tidak melaluinya dengan ‘memutar balik’ situasi. Sebuah trik ‘improvisasi’ yang dilakukan Yasmin dalam menarik garis batas antara dunia nyata dan fiksi demi melindungi realitas pribadinya. “Lama kelamaan, Maudy becomes Yasmin. That’s an honest saying from me,” ungkapnya menjelaskan. Apa yang ia lakukan bukan serta merta melucuti latar belakang karakternya, namun lebih kepada cara ia menyesuaikan gestur lakon. Bagaimana pun ia tetap menghormati sang penulis naskah yang telah menggarap ceritanya, terlebih lagi ia menghargai hubungan Maudy dengan para penontonnya. “Menjalani kehidupan orang lain selama 16 jam setiap harinya adalah sebuah komitmen yang tidak gampang. Siapa pun yang melakukannya berisiko kehilangan jati diri—saya rasa saya bisa kehilangan jati diri. ‘Berimprovisasi’ hanya cara saya menjaga diri agar tidak hanyut tenggelam dalam karakter saat berperan di waktu lama,” katanya.
‘Improvisasi’ Yasmin tidak berdampak bagi para penonton. Di mata mereka, Maudy dan Yasmin telah bersimbiosis. Saya menyaksikannya sendiri, manakala kami bersama-sama menghadiri pembukaan sebuah restoran di Singapura setahun silam, sejumlah penggemar menyapa Yasmin dengan panggilan “Maudy” secara kasual, seakan-akan sang tokoh sama nyatanya. “Saya tidak keberatan, justru saya senang kalau ada yang menyapa dengan nama karakter peran yang tengah saya mainkan. Artinya, performa saya menghidupkan peran itu sukses sampai orang meyakini eksistensinya,” ujarnya. Peristiwa itu berlangsung di tahun 2023, satu tahun sudah berlalu dari penayangan episode terakhir sinetronnya. Yasmin pun telah menorehkan berbagai karya lain, mulai dari miniseri (Catatan Harianku, Imperfect the Series, dan Surga Belok Kanan); sampai kembali ke drama layar lebar (2045 Apa Ada Cinta dan 172 Days); bahkan bermain film laga Satria Dewa: Gatotkaca. Fakta bahwa masih ada orang-orang yang lekat mengagumi satu karakter Yasmin di masa lalu selayaknya pujian atas performanya yang monumental. Namun, tak dipungkiri, turut mencuatkan pertanyaan dalam benak saya apakah di sisi lain justru karya-karyanya yang lain tak cukup meninggalkan impresi secara maksimal. Kendati mengaku tidak merasa tersinggung, Yasmin berujar, “Saya berharap orang-orang mengenal saya bukan sekadar dari satu karya melainkan berbagai karya.”
Tahun ini, Yasmin memiliki empat karya dalam genggaman. Selain Thaghut, ada satu film layar lebar berjudul Bila Esok Ibu Tiada yang dijadwalkan rilis antara bulan September atau Desember mendatang. Ia juga ambil bagian dalam dua miniseri berepisode terbatas di layanan nonton streaming berbayar, yakni Cinta Pertama Ayah dan Just Wanna Say I Love You yang mengadaptasi lagu-lagu hit Melly Goeslaw. “The idea is so fresh. Jarang ada serial Indonesia hasil adaptasi dari lagu,” ungkap Yasmin, “Rasanya kecintaan saya terhadap akting telah tumbuh begitu dalam. Menjadi aktor sesungguhnya bukan sesuatu yang saya impikan sejak kecil. Sewaktu dulu sebuah manajemen artis menawarkan saya ikut casting di Jakarta, dalam benak saya pengalaman ini ibarat penyemarak hidup yang menambah kesenangan sehingga tak ada salahnya dicoba,” kenang perempuan kelahiran 2003 itu. Benar saja, dunia ini begitu membahagiakan sampai membuat ia sekarang jatuh cinta. “Bermain karakter dan menjalani kehidupan orang lain mengajarkan saya akan beragam sifat manusia yang sangat beragam. I feel like I’m more aware of the emotions that’s going through me. Alhasil, saya banyak berkontemplasi lewat berakting. Efeknya membuat saya mampu mengenal pribadi saya lebih dalam dan memperkuat rasa empati saya terhadap orang lain.”
Sewaktu dulu berjumpa dalam rangka edisi spesial ELLE Young Talent 2023, Yasmin pernah bercerita bahwasanya ia nyaris melepaskan dunia sinema di awal karier lantaran frustasi dengan terjalnya tangga panggung hiburan Indonesia. Bayangkan jika ia benar- benar menyerah pada keadaan, barangkali tidak ada sosok Yasmin Napper sang bintang muda yang menyemarakkan gemerlap jagat sinema Indonesia sebagaimana kita kenal pada hari ini. Anak bungsu dari pasangan Jenni dan Barry Napper itu bersyukur telah mendorong dirinya untuk bertahan dari waktu ke waktu kala itu. “Menginjakkan kaki di industri ini dari usia muda memberikan saya kesempatan mengecap segala pengalaman hidup lebih awal. I’m so grateful, because it makes me grow so much as a person I am today,” katanya.
Konon hidup yang tidak dipertaruhkan, tak akan pernah pula kita menangkan. Yasmin Napper telah bertaruh, dan pertaruhannya berhasil mengantarkan ia menemukan dunia yang (seperti dirasakannya) ‘memenangkannya’ sebagai manusia.