LIFE

17 Maret 2023

Kenali 8 Persona yang Muncul Dari Efek Pandemi


Kenali 8 Persona yang Muncul Dari Efek Pandemi

Annabel North-Lewis photography by Ifan Hartanto for ELLE Indonesia March 2023 styling Ismelya Muntu; Text by Hermawan Kurnianto

Pandemi memang sudah melandai, tetapi ada hal-hal yang belum usai. Hal-hal yang sebenarnya sudah ada dan terjadi sebelum pandemi, yang kemudian kian diperparah oleh efek yang ditimbulkan wabah Covid-19. Kita berbicara tentang perempuan dan isu-isu yang menyertainya, yaitu kekerasan dalam rumah tangga, ekonomi, pekerjaan, kesetaraan gender, hingga kepemimpinan di lingkungan kerja. Isu-isu yang menjadi pekerjaan rumah bersama, yang patut mendapat perhatian, penanganan, dan penyelesaian.

Berdasarkan UN Women Report December 2021 yang merangkum data dari 10 negara, imbas pandemi mengantar lebih banyak perempuan pada kondisi kemiskinan yang lebih memprihatinkan. Ada 29% perempuan dengan anak mengalami kehilangan pekerjaan, dan 59% perempuan muda yang hidup dengan anak mengalami pukulan ekonomi. Hal ini menimbulkan beban lebih besar berupa pekerjaan rumah tangga yang lebih banyak dipikul oleh perempuan, yaitu 67% perempuan dibandingkan 63% laki-laki. Lebih jauh lagi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga mengalami peningkatan selama pandemi. Sebulan setelah pandemi, laporan tentang tindakan KDRT meningkat 25% dan 1 dari 4 perempuan merasa kurang aman saat berada di rumah. Mereka merasa terisolasi dengan pelakunya, terputus dari jejaring sosial serta layanan yang bisa membantu menyelamatkan mereka.

Hasil survei Komnas Perempuan 2020 menunjukkan keselarasan dengan UN Women Report December 2021. Selama pandemi, perempuan mendapatkan beban berlipat akibat penambahan jam untuk melakukan pekerjaan domestik. Perempuan yang bekerja 3 jam lebih lama untuk pekerjaan rumah tangga berjumlah 3 kali lipat dibandingkan laki-laki. Akibatnya, perempuan menjadi lebih stres, menghadapi peningkatan ketegangan dalam hubungan rumah tangga, dan mengalami peningkatan intensitas kekerasan.

Survei Komnas Perempuan 2020 juga memberikan temuan lain yang mencengangkan. Terjadi peningkatan angka pernikahan di bawah umur hingga 3 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 64.211 kasus di 2020 versus 23.126 kasus di 2019. Ada kerawanan terhadap sejumlah persoalan yang dihadapi oleh perempuan dalam pernikahan dini, mulai dari masalah kesehatan reproduksi hingga ancaman kematian bagi ibu dan anak.

Lily Jane Dale (Freedom Models LA) photography by Sam Spence for ELLE Indonesia February 2023; styling Karolina Frechowicz; makeup & hair Joanna Klein

Dalam dunia kerja, data dari McKinsey menggambarkan bahwa pandemi berkontribusi pada masalah dan tantangan yang dihadapi perempuan di tempat bekerja. Di 2020, 15% pekerja perempuan dengan anak mempertimbangkan untuk menurunkan karier meski tidak meninggalkan pekerjaan, dibandingkan 11% pekerja laki-laki dengan kondisi yang sama. Persentase juga lebih tinggi pada pekerjaan perempuan yang memilih meninggalkan pekerjaan, yaitu 18%, dibandingkan dengan 11% pekerja laki-laki. 

Para pekerja perempuan juga lebih banyak mengalami kelelahan, burnout, dan berada di bawah tekanan, ketimbang pekerja laki-laki. Mereka menghadapi serangkaian masalah karier, seperti kesehatan dan keamanan lingkungan kerja, konektivitas dengan rekan kerja, meningkatnya beban pekerjaan, peluang peningkatan karier, tanggung jawab rumah tangga, keadilan penilaian performa kerja, hingga kesehatan fisik dan mental selama pandemi.

Ditinjau dari skala ekonomi yang lebih luas, data dari Oxfam menunjukkan bahwa diperkirakan 47 juta perempuan dewasa dan muda tersungkur ke dalam kemiskinan yang ekstrim sejak pendeklarasian pandemi. Di seluruh dunia, 740 juta perempuan bekerja di sektor ekonomi informal, dan di bulan pertama terjadinya pandemi, penghasilan mereka merosot tajam sebesar 60%. Di Indonesia, data yang dilansir Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada April 2021 mengungkapkan bahwa sebanyak 82% pendapatan perempuan menurun selama masa pandemi.

Amanda Green (Persona Management) & Daniel (2 ICONS) photography by Ikmal Awfar for ELLE Indonesia February 2023; styling Ismelya Muntu.

Oliver Wyman Forum melakukan survei terhadap lebih dari 100.000 orang di 10 negara, dengan hasil yang memperlihatkan bahwa para perempuan saat ini, di masa pascapandemi ini, lebih berfokus pada kesehatan, mempelajari kemampuan baru untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, dan merangkul teknologi digital lebih cepat untuk mendukung pekerjaan. Mereka meninggalkan pekerjaan dengan gaji yang tidak memadai, memprioritaskan manfaat dan fleksibilitas, dan mengalokasikan lebih banyak waktu serta uang untuk hal-hal yang lebih penting. 

Survei ini mengidentifikasi 8 persona yang muncul dari pandemi. Mereka adalah orang-orang yang akan membentuk ekonomi dan masyarakat di masa mendatang. Sejumlah persona ini meliputi 58% dari keseluruhan populasi, di antaranya ada yang benar-benar baru atau telah ada sebelumnya tetapi berubah secara drastis di masa pandemi. Sebagian dari persona tersebut memiliki persentase jumlah perempuan yang signifikan, yaitu:

Lily Jane Dale (Freedom Models LA) photography by Sam Spence for ELLE Indonesia February 2023; styling Karolina Frechowicz; makeup & hair Joanna Klein.

WELLNESS PROTAGONISTS. Didominasi oleh perempuan yang sebagian besar adalah kaum milenial, wellness protagonists menganggap bahwa merawat diri adalah prioritas yang teramat penting. Mereka menggunakan perangkat teknologi yang wearable untuk berfokus pada upaya pencegahan, kesehatan mental, kesejahteraan dan kebahagiaan. 90% dari mereka berolahraga secara rutin dan lebih banyak menggunakan layanan virtual. 

DIGITAL BLOOMERS. Jutaan perempuan yang sebelumnya lebih memilih kunjungan ke dokter, bank, dan apotek secara tatap muka, kini beralih ke layanan virtual. Mereka belajar sendiri atau dari teman maupun keluarga untuk menggunakan fitur percakapan video hingga aplikasi pembayaran. Banyak dari mereka yang berkonsultasi dengan dokter secara rutin ketimbang hanya melakukannya saat sakit, melalui telemedisin.

NEW COLLARS. Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan besar-besaran terjadi di tempat kerja. Hampir setengah dari jumlah perempuan yang disurvei mengatakan bahwa mereka bersedia untuk mencari pekerjaan baru, sementara 12% mengaku telah menemukannya. Pandemi menjadi masa sulit bagi para pekerja kerah biru yang dirumahkan atau yang bekerja di garis depan. Namun, pandemi juga menciptakan kalangan pekerja baru, yaitu new collars, yang mencakup 43% perempuan. Ini adalah para pekerja kerah biru yang ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dalam hal penghasilan, keseimbangan hidup dan pekerjaan, fleksibilitas, dan peluang peningkatan karier. Survei menemukan bahwa 74% pekerja kerah biru mengasah berbagai kemampuan mereka selama pandemi dengan harapan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih terjamin dan penghasilan yang lebih memadai. 

CLIMATE CATALYSTS. Ada kalangan perempuan muncul di masa pandemi yang memiliki komitmen lebih tinggi pada perbaikan kehidupan masyarakat, terutama dalam hal perubahan iklim. Persona ini umumnya adalah mereka yang berusia 35 tahun ke atas. Terdapat 56% dari climate catalysts di seluruh dunia adalah perempuan, dan di Amerika Serikat, angka tersebut naik menjadi 62%. Kelompok ini menginginkan agar kalangan bisnis dan pemerintah dapat berbuat lebih banyak untuk lingkungan. Hampir tiga perempatnya mengatakan bahwa mereka menghindari perusahaan-perusahaan yang tidak menghargai perubahan iklim dan 68% menyebutkan bahwa mereka memilih brand yang berkelanjutan. 

Pemulihan ekonomi global pascapandemi selayaknya dapat lebih memberdayakan perempuan dan mampu mengatasi ketidaksetaraan gender. Terlebih di Indonesia, populasi perempuan sebanyak 49,42% memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Salah satu langkah konkretnya adalah dengan mengurangi ketimpangan partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan. Pada 2023 mendatang, ketimpangan partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan di negara G20 akan dipangkas sebesar 25%.

Partisipasi perempuan dalam ekonomi digital dan pekerjaan di masa depan juga patut mendapat perhatian, solusi, dan tindakan nyata. Begitu pula halnya dengan kewirausahaan perempuan, diperlukan fokus pada dukungan terhadap perempuan pemilik usaha untuk memperbaiki kesetaraan dan mempercepat pemulihan. Tentu saja, selalu dibutuhkan respons proaktif oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan publik yang berorientasi pada proteksi sekaligus afirmasi terhadap perempuan.