10 April 2025
Marsya Nurmaranti Membangun Aksi Inklusif dan Aktivisme Digital

photo courtesy Marsya Nurmaranti
Di tengah derasnya arus digital yang membentuk cara manusia berinteraksi dan berpartisipasi dalam perubahan sosial, aktivisme lingkungan dan sosial menemukan bentuk baru yang lebih dinamis. Kampanye pelestarian lingkungan tidak lagi hanya mengandalkan pendekatan konvensional, tetapi juga merangkul strategi kreatif untuk menggaungkan pesan-pesan perubahan. Media sosial menjadi medan perjuangan baru, di mana batas geografis luluh lantak, memungkinkan narasi kepedulian menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Dengan inovasi digital, suara-suara kecil dapat bersatu menjadi gaung besar yang menggugah kesadaran kolektif dan membawa semangat kerelawanan ke tingkat yang lebih luas dan inklusif.
Salah satu sosok yang menjadikan inovasi digital sebagai medium untuk menghidupkan kembali makna kerelawanan adalah Marsya Nurmaranti. Baginya, menjadi relawan bukan sekadar aktivitas sampingan, melainkan bagian dari identitasnya. Layaknya anak muda lain yang mencari ruang untuk berkontribusi, ia sempat mengalami kesulitan menemukan komunitas yang sesuai dengan minat dan aspirasinya. Namun, kegigihannya membawanya kepada jalan yang lebih besar. Pada tahun 2012, ia memulai perjalanan sebagai relawan pengajar di Sahabat Anak Manggarai, komunitas yang berfokus pada pendidikan anak-anak dari kelompok marginal di Jakarta Selatan. Dari sanalah, ia memahami bahwa kerelawanan bukan sekadar memberi, tetapi juga tumbuh bersama mereka yang dibantu.
Latar belakang pendidikannya di bidang komunikasi dan manajemen pemasaran dari Universitas Indonesia membekali Marsya dengan pemahaman strategis dalam membangun dan mengelola komunitas. Lima tahun berkecimpung di Sahabat Anak Manggarai semakin mengukuhkan panggilannya di sektor sosial. Pada tahun 2016, ia mengambil langkah besar dengan meninggalkan dunia penyiaran dan bergabung dengan Indorelawan sebagai Community Manager. Di sana, ia mengembangkan platform digital yang menghubungkan individu dengan berbagai organisasi sosial, menciptakan jembatan bagi mereka yang ingin berkontribusi namun belum menemukan caranya. Perlahan, ia menjadi motor penggerak dalam ekosistem kerelawanan digital di Indonesia, membangun sistem yang lebih efisien sekaligus memperkenalkan inovasi dalam pendekatan kesukarelawanan.
Indorelawan, yang telah berkiprah sejak 2012, berfungsi sebagai penghubung antara organisasi sosial dan individu yang ingin berkontribusi sebagai relawan. Di bawah kepemimpinan Marsya sebagai Executive Director sejak 2019, organisasi ini berkembang pesat, menjalin kemitraan dengan berbagai sektor, termasuk perusahaan, lembaga, dan pemerintah. Salah satu inisiatif besarnya adalah Generasi Bebas Plastik, sebuah gerakan yang membekali anak muda dengan pengetahuan dan praktik dalam mengurangi sampah plastik serta menerapkan gaya hidup berkelanjutan. Dengan pendekatan edukatif yang interaktif, ribuan relawan telah terlibat dalam tantangan nyata, mulai dari memilah sampah hingga mendistribusikannya ke bank sampah di berbagai daerah. Hingga kini, hampir satu ton sampah telah berhasil dikelola secara bertanggung jawab melalui program ini.
Apa tantangan dalam mengelola kegiatan relawan berbasis online?
“Meskipun teknologi membuka peluang baru bagi aktivisme sosial, tantangan terbesar tetap pada membangun relasi yang autentik. Gerakan di dunia digital tidak bisa berjalan tanpa koneksi nyata. Teknologi memang alat yang memudahkan, tetapi kita tetap perlu interaksi langsung untuk menjaga semangat kebersamaan. Itu sebabnya Indorelawan tidak hanya bergerak secara daring, tetapi juga mengadakan berbagai kegiatan offline seperti seminar, diskusi, dan community gathering guna memperkuat jaringan antarrelawan.”
Apa itu Generasi Bebas Plastik dan bagaimana dampaknya?
“Program ini diinisiasi sejak 2021 untuk memberikan wadah bagi anak muda dalam memahami ekosistem sampah plastik di Indonesia. Selama 1-2 bulan, para relawan mengikuti kelas online, mendapatkan materi dari aktivis lingkungan, serta menjalankan tantangan memilah dan mengelola sampah di kehidupan sehari-hari. Hingga kini, lebih dari 2.400 relawan telah memilah hampir satu ton sampah secara bertanggung jawab. Kami percaya, perubahan kecil yang dilakukan secara kolektif akan membawa dampak besar bagi lingkungan.”
Bagaimana Indorelawan melihat peran kaum muda dalam menjadikan kerelawanan sebagai gaya hidup?
“Peran anak muda dalam menjadikan kerelawanan sebagai bagian dari gaya hidup menjadi semakin penting. Bahwa membangun kebiasaan baik tidak harus menunggu momen besar; justru, seperti halnya menjalankan hobi, kerelawanan bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Misalnya, bergabung dalam aksi bersih-bersih di Lapangan Banteng bersama komunitas Trash Hero Jakarta setiap Minggu pagi. Kegiatan seperti ini bukan sekadar mengurangi sampah, tetapi juga membangun interaksi sosial yang esensial di era digital yang seringkali membuat kita semakin terisolasi. Indorelawan terus mendorong generasi muda untuk lebih peka terhadap isu-isu di sekitar mereka, mulai dari permasalahan lingkungan hingga tantangan sosial lainnya.”
Bagaimana Indorelawan mengembangkan fokusnya ke berbagai isu strategis yang relevan bagi anak muda?
“Isu sosial itu banyak sekali, namun lima tahun ini kami mencoba fokus di tiga isu utama yakni bebas plastik, stunting, dan literasi. Generasi Bebas Stunting dan Generasi Literasi, misalnya, dirancang untuk membekali relawan dengan pemahaman mendalam mengenai isu-isu ini serta cara mereka dapat berkontribusi secara nyata. Sementara Generasi Bebas Plastik lahir dari keresahan terhadap krisis lingkungan dan perubahan iklim yang semakin mendesak. Dengan model pembelajaran berbasis komunitas, kami ingin memastikan bahwa relawan tidak hanya memiliki kesadaran, tetapi juga kompetensi untuk bertindak.”
Apa visi jangka panjang Anda untuk Indorelawan dan gerakan kerelawanan di Indonesia?
“Saya ingin menjadikan kerelawanan sebagai gaya hidup yang inklusif dan dapat diakses oleh siapa saja. Dulu, ada anggapan bahwa menjadi relawan hanya bisa dilakukan oleh mereka yang sudah mapan. Padahal, siapa pun bisa menciptakan perubahan, tanpa harus menunggu sampai memiliki banyak uang atau waktu luang. Kami ingin menciptakan sebanyak mungkin relawan yang siap berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan dunia. Karena sejatinya, dunia ini berubah bukan hanya oleh mereka yang berkuasa, tetapi oleh tangan-tangan kecil yang terus bekerja dengan hati.”