15 Juni 2019
Tatjana Saphira: Kenyamanan Musuh Besar Kesuksesan

“Hai, maaf untuk keterlambatan saya. Ada keperluan yang harus saya urus sebelum ke sini,” Tatjana Saphira datang dan segera menyapa tim ELLE sambil tersenyum ramah. Mungkin ia merasa tidak enak karena telah membuat orang lain menunggu. Saya membalas senyum sembari menjabat erat tangannya sebagai tanda saya tidak apa-apa.
Paras cantik perempuan kelahiran 21 Mei 1997 ini sudah tak perlu diperdebatkan lagi. Pertama kali saya menyimak Tatjana yakni ketika ia berakting di film I Am Hope (2016). Jika saya boleh menilai, Tatjana aktris inspiratif yang tak hanya ‘menjual’ kecantikan. Pembawaannya riang nan ceria, namun tetap santun dalam tutur kata dan cara berbicara. Saya menilai demikian setelah saya menemuinya. Pagi hari itu, di sebuah restoran di daerah Bumi Serpong Damai, Tangerang, kami berbincang di area outdoor restoran yang terasa sejuk karena saat itu hujan deras.
Adalah sang ibu, seseorang yang punya jasa besar dalam perjalanan karier Tatjana. “Ibu saya dulu pernah bekerja di kantor biro periklanan. Suatu hari, saat saya main ke kantor ibu, teman kerja beliau melihat saya kemudian mengajak ikut casting iklan,” kisah Tatjana. Saat itu, tidak sulit bagi Tatjana untuk sekejap memikat banyak orang. Kecantikan wajah dan kepribadian yang menyenangkan membuat ia mudah disukai siapa pun.
Tidak lama kemudian, Tatjana semakin ‘terlihat’ di depan publik. Ia laris menjadi model video musik sejumlah grup musik di Tanah Air: Sheila on 7, NOAH, Tulus, Afgan, dan Vidi Aldiano. Namun namanya melejit di panggung perfilman Indonesia sejak eksistensi pertamanya di dunia hiburan. Ia tercatat pernah berperan di film Crazy Love (2013), Negeri Van Oranje (2015), Sweet 20 (2017), dan Ayat-Ayat Cinta 2 (2017).
Usia muda bukan berarti ia tak mampu mengukir prestasi. Aktingnya di film Negeri Van Oranje menempatkan Tatjana sebagai salah satu nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik di ajang Indonesia Box Office Movie Awards 2016 serta nominasi Pasangan Terbaik (bersama aktor Tio Pakusadewo) di acara Indonesia Movie Actor Awards 2016 dalam perannya di film I Am Hope. Namanya turut masuk dalam nominasi Pemeran Utama Wanita Terpuji Kategori Film di gelaran Festival Film Bandung 2017 untuk aktingnya di film Sweet 20. Film drama komedi musikal yang diadaptasi dari film Korea berjudul Miss Granny. Dalam film ini, Tatjana berperan sebagai perempuan usia 20-an yang bercita-cita menjadi penyanyi. “Saya suka banget dan senang dengan keterlibatan saya di film Sweet 20. Sungguh menyenangkan! Saya jatuh cinta pada karakter saya di film itu,” ujar Tatjana.
Intonasi bicara yang terdengar riang membuat saya ingin bertanya, apakah akting dan film merupakan gairah terbesarnya dalam hidup? “Ya, saya sungguh mencintai profesi ini. Setiap hari saya punya kesempatan bertemu dengan orang-orang baru. Film merupakan karya seni yang dihasilkan dari kolaborasi banyak pihak. Banyaknya kemungkinan-kemungkinan dalam industri film yang membuat saya sulit untuk jenuh pada profesi ini. Dan bagaimana mungkin saya tidak senang pada pekerjaan yang membuat kita ‘masuk’ ke dalam kehidupan-kehidupan lain di luar hidup kita sendiri,” ungkap Tatjana lalu menyesap secangkir kopi hangat favoritnya.
Jika seseorang menilai hidup Tatjana begitu mudah dan ‘ringan’, kemungkinan besar orang itu belum banyak mengetahui perjalanan yang Tatjana lalui. Saat Tatjana duduk di bangku SMP, Tatjana mengalami tekanan dan kekerasan verbal dari beberapa temannya. Kemunculan Tatjana di layar kaca dan halaman-halaman majalah rupanya tidak disenangi sebagian orang. “Mereka meledek dan menertawakan saya. Sebetulnya saya kurang memahami apa sebab orang-orang tidak senang pada kesuksesan orang lain. Di saat saya justru hanya ingin melakukan apa yang saya suka, tanpa sedikit pun merugikan orang lain,” ujarnya.
Tanpa perlawanan, Tatjana memilih diam. Namun otaknya berpikir. “Melelahkan banget harus mendengar apa kata orang lain. Dan tidak perlu saya menghabiskan waktu untuk memikirkan pendapat orang lain tentang saya. Mereka bebas mau berbuat apa pun, tetapi saya memegang kendali atas hidup dan diri saya sendiri. Sejak itu, saya lebih berhati-hati dalam memilih teman. Dan, ini paling penting, komentar negatif orang lain menjadi ‘cambuk’ agar saya membuktikan seberapa baik diri saya,” kali ini Tatjana bercerita serius tanpa senyum sama sekali.
“Saya mungkin berbeda dengan orang-orang kebanyakan yang punya cita-cita dan banyak rencana dalam hidupnya. Saya hanya ingin melakukan hal-hal yang saya suka, mengupayakan yang terbaik dalam setiap langkah, lalu bersenang-senang. Itu saja. Sederhana ‘kan?” Tatjana berujar. Saya tersenyum lebar dan perlahan mengangguk tanda setuju. Meski Tatjana tidak banyak bercerita tentang mimpinya, namun ia yakin dirinya akan selalu berada di industri perfilman.
“Ada banyak kesempatan yang sebetulnya bisa menghentikan langkah saya. Salah satunya puluhan kali gagal dalam casting pemain film. Tetapi saya tidak ingin begitu mudah menyerah pada keadaan. Tekanan dalam bentuk apa pun menjadi energi yang menggerakkan semangat saya,” ujarnya.
Kepopuleran dan keterlibatannya di dunia film mengubah konsep berpikir Tatjana pada apa yang disebut ‘bahagia’. “Banyak orang berpikir dunia hiburan itu glamor di mana orang-orangnya bahagia sepanjang waktu. Well, manusia mustahil selalu berada dalam kesenangan. Pun ketenaran dan kemewahan tak selalu berakhir pada bahagia. Saya mengalaminya, 24 jam sehari hidup tidak melulu isinya tertawa,” tutur Tatjana.
Kemudian saya bertanya, apa sesungguhnya tekanan paling berat dalam industri ini? “Bagi saya perempuan, salah satu tuntutan adalah persoalan fisik. Ini bukan perkara gampang ya, karena saya suka sekali makan. Namun apa boleh buat, profesi ini menuntut agar fisik terjaga dengan baik dan nyaris sempurna,” Tatjana kembali tersenyum. Ya, ia banyak tersenyum sepanjang kami berbincang.
Hujan mulai mereda. Langit kembali cerah. Fotografer dan pengarah gaya tampak bergegas mengatur sesi pemotretan. Saya bersiap-siap mengakhiri obrolan bersama Tatjana Saphira. Perempuan yang banyak tersenyum dan terlihat berhati-hati ketika berbicara. Tatjana membawa dirinya bak perempuan manis yang santun nan elegan, namun punya kegigihan dan kematangan dalam berpikir. Paling tidak itu yang saya pikirkan setelah Tatjana berkata di akhir-akhir perbincangan.
“Apa pun pekerjaan kita, seseorang sejatinya tidak mudah merasa puas dan larut dalam rasa nyaman. Kenyamanan itu musuhnya kesuksesan. Sekali kita merasa nyaman dan baik-baik saja, maka sulit bagi kita meningkatkan kualitas diri sebagai manusia,” tandasnya.
(Photo: DOC. ELLE Indonesia; photography AGUS SANTOSO styling ISMELYA MUNTU)




