LIFE

17 Agustus 2023

Tissa Biani Cermat Mempersenjatai Diri dengan Bakat dan Kreativitas


PHOTOGRAPHY BY Ryan Tandya

Tissa Biani Cermat Mempersenjatai Diri dengan Bakat dan Kreativitas

styling Sidky Muhamadsyah; fashion Miu Miu; makup Archaangela Chelsea; hair Oca

Tissa Biani sebenarnya bukan anak baru. Ia telah menapaki industri hiburan sejak usia empat tahun. Pengalaman pertamanya dengan seni peran dimulai ketika ia berakting untuk sebuah sinetron berjudul Pesantren Cinta yang tayang pada 2007. Setelah itu ia menjajal peluang sebagai model iklan yang dijalani sambil terus syuting sinetron. Tissa mulai merambah dunia layar lebar ketika ia terlibat dalam film Tanah Surga... Katanya yang disutradarai Herwin Novianto dan dirilis 2012 silam. Film ini meraih enam Piala Citra, termasuk Film Terbaik, yang kemudian membuat nama Tissa Biani mulai diperhitungkan sebagai aktris cilik. Di usia yang sangat muda dan kala itu masih bersekolah, Tissa terus aktif dan produktif dalam bidang seni peran. Selama tahun 2013, ia membintangi tiga sinetron yang tayang di stasiun televisi swasta. “Saya masih terhitung sebagai generasi muda dari segi umur, meski sebenarnya sudah mulai terjun ke industrinya dari belasan tahun lalu. Dan menjadi kaum muda yang tengah berkarya, kadang kala kita suka dianggap remeh karena dilihat masih kecil dan minim pengalaman. Seolah kita tidak layak didengar padahal umur tidak selalu relevan dengan nilai kedewasaan. Saya sangat berharap setiap percakapan dengan kaum muda, kita bisa menilainya dari pemikiran dan perilaku, bukan perkara berapa umurnya,” ujar Tissa perihal posisinya sebagai generasi muda di perfilman.

Sejak kecil, Tissa nyaris tak pernah henti berkarya. Ia sempat membintangi film 3 Nafas Likas di mana keberadaannya mulai menarik perhatian banyak orang, termasuk para pengamat film, atas karakter yang diperankannya. Sebuah peran yang turut menjadikan Tissa Biani sebagai orang pertama yang meraih penghargaan Piala Citra untuk kategori Pemeran Anak Terbaik pada ajang Festival Film Indonesia 2014. Dalam film tersebut, perempuan kelahiran 2002 silam ini dituntut harus berdialog dengan dialek Karo, menggelapkan warna kulit, dan berjalan tanpa alas kaki di adegan luar ruangan. Karakter tersebut juga membuat Tissa dinominasikan oleh Piala Maya 2014 dan Indonesian Movie Awards 2015 untuk kategori Pemeran Anak Terbaik. “Sejak kecil saya suka menonton film dan cukup senang tampil di depan banyak orang. Maka menjadi pemain film adalah cita-cita yang sudah ada di dalam kepala saya sejak masih sangat kecil. Pada waktu itu saya mau menjalaninya sebatas karena saya senang dengan pekerjaannya. Jadi belum berpikir bahwa bidang ini bisa menjadi sebuah profesi yang menjanjikan apalagi berharap dapat Piala Citra. Dan kesenangan bermain peran semakin menjadi-jadi ketika saya bermain untuk film layar lebar. Sebuah kesempatan yang penuh tantangan tapi sangat mengesankan dan akhirnya membuat saya ‘kaya’ dalam pengalaman,” ujarnya.

Tercatat sudah puluhan judul sinetron, film televisi, dan film yang memasang Tissa Biani sebagai pemainnya. Ia semakin mereguk popularitas usai memerankan Fitri dalam Cinta Fitri (2021), yang sudah sangat terkenal ketika 15 tahun lalu serial tersebut ditayangkan sebagai sinetron dengan basis penggemar yang cukup luas. Tissa juga membintangi film Indonesia terlaris sepanjang masa, KKN di Desa Penari, sebagai pemeran utama bernama Nur. “Saya bersyukur bisa ambil bagian dari perjalanan sejarah sinema Indonesia. Dan terus terang, saya banyak belajar soal kehidupan justru bukan dari bangku sekolah, melainkan dari keterlibatan di industri hiburan dan film. Kita tidak selalu bertemu dengan orang yang baik, kita juga pasti menemukan situasi-situasi kurang enak. Ada banyak hal yang bikin saya belajar dan akhirnya membuat saya menaruh rasa hormat sebesar-besarnya kepada profesi yang sudah ikut mendewasakan saya. Bermain film bukan lagi sekadar untuk mencari nafkah, tapi bagaimana menjalaninya saja sudah bikin saya belajar banyak tentang kehidupan,” tuturnya.

photography Ryan Tandya; styling Sidky Muhamadsyah; fashion Gucci; makeup Archaangela Chelsea; hair Oca.

Kesibukan syuting yang dilakoni sejak kecil membuat Tissa ‘terpaksa’ mesti menjalani homeschooling sebelum akhirnya menempuh pendidikan tinggi di London School of Public Relations. Sejak kecil, kehidupan Tissa Biani tak bertalian dengan wilayah kesenian. Ibunya seorang pegawai kantoran yang bekerja di bank. Yang lainnya, entah jadi pebisnis atau ibu rumah tangga. Seni peran jelas bukan sesuatu yang lazim untuknya. Sampai pada suatu ketika, Tissa dipertemukan dengan penyanyi cilik Dea Imut, yang rupanya berteman dengan tetangga sebelah rumah Tissa. “Ketika saya memutuskan untuk menekuni seni peran, hal itu memang cukup mengagetkan keluarga namun saya bersyukur mereka sepenuhnya mendukung pilihan dan keputusan saya. Senang rasanya bisa punya kebebasan untuk menentukan apa yang kita inginkan. Namun kendati dukungan sudah di tangan, tantangan masih terus berjalan. Meski saat itu sudah tegas bercita-cita jadi pemain film, kegagalan mesti ditelan usai puluhan kali ikut casting sebelum akhirnya dinyatakan berhasil dan lolos,” kenang Tissa.

Setelah stabil dengan karier akting, Tissa merambah dunia musik sebagai penyanyi. Ia merilis single pertamanya berjudul Bahagia Sama Kamu yang diciptakan oleh Sandy Canester. Tissa juga pernah berkolaborasi dengan sejumlah musisi Tanah Air, menyanyikan soundtrack film Cinta Fitri berjudul Atas Nama Cinta yang pernah dipopulerkan musisi Rossa.

Kehadiran Tissa Biani boleh jadi dianggap angin segar yang membuat kita optimis dengan regenerasi talenta. Pandangannya jauh ke depan dan sikapnya tidak setengah-setengah bak orang tak punya tujuan. Tissa Biani sepertinya tahu caranya menikmati masa muda. Menata masa depan namun tetap menikmati hidup. Meski betah dengan dunia film, ia juga ingin punya pengalaman di bidang lainnya. Saya kemudian bertanya, bagaimana ia memandang dirinya sendiri dalam perjalanan masa muda yang tengah dilakoninya. “Soal karier, saat ini saya hanya ingin menjalani dan menikmati apa yang ada di depan mata. Saya sebenarnya lebih memikirkan masa depan saya sebagai perempuan di mana kelak saya akan menjadi istri dan seorang ibu. Bagaimana nantinya melakoni dunia profesional dan kehidupan personal agar keduanya tetap selaras. Sebab saya menyadari ada masanya kelak perempuan akan hidup bersama suami dan anak-anaknya, maka pada saat itu dibutuhan strategi agar kita dapat hidup berumah tangga sekaligus tetap berkarya dengan mimpi yang tak terkurung batasan,” tutup Tissa.